Senin, 9 April 2018, liburan UN saya dimulai. Liburan ini saya rencanakan dengan diisi kegiatan-kegiatan positif. Salah satunya yaitu mengunjungi dan meneliti beberapa situs obyek wisata di daerah saya, Gunungkidul, sebuah kabupaten di D.I. Yogyakarta yang sering dianggap orang-orang "sebuah daerah yang tandus". Hari pertama akan saya isi untuk mengunjungi sebuah curug (air terjun) di Dusun Bangunsari, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semin, yaitu Curug Bangunsari.
Sebelum hari-H, saya janjian terlebih dahulu dengan teman saya yang tinggal di Semin bernama Eka Meilinda untuk dapat memandu dan menemani saya dalam perjalanan obyek wisata ini. Rencananya dia akan mengajak seorang temannya. Namun karena suatu sebab, dia tidak bisa ikut. Jadi, hanya kami berdua yang mengunjungi Curug Bangunsari. Sebelum menuju titik obyek wisata, kami berdua janjian terlebih dahulu untuk ketemuan di SMAN 1 Semin.
Pada hari-H, jam 8 pagi saya sudah bersiap-siap dan berangkat dengan menggunakan motor bebek menuju Kecamatan Semin yang jaraknya sekitar 45 km dari rumah saya daerah Kecamatan Gedangsari. Perjalanan dimulai. Padahal masih pagi, jalan Karangmojo - Semin sudah dipadati oleh banyak kendaraan. Untuk menyingkat waktu perjalanan, saya mempercepat kecepatan motor saya.
Tibalah saya di SMAN 1 Semin. Ternyata baru saya yang tiba. Berselang 3 menit kemudian, akhirnya Eka datang. Kami langsung saja menuju Curug Bangunsari. Dari SMAN 1 Semin, kami menuju pom bensin, pertigaan ke Sukoharjo ke kanan. Setelah tugu perbatasan Gunungkidul dan Sukoharjo, ke kiri masuk ke Padukuhan Bangunsari, kira kira 1 km ada papan petunjuk PAUD silahkan ambil kanan.
Dan kira kira 300 meter ketemu perempatan, silahkan belok kiri dan lurus saja. Setelah ada pertigaan, belok kanan ke bawah dan sampailah di obyek wisata Curug Bangunsari. Untuk tarifnya, hanya dikenakan tarif parkir saja, yaitu Rp 3000 untuk motor dan Rp 5000 untuk mobil.
Memasuki obyek wisata, kita disuguhkan oleh pemandangan batu-batu bukit yang hitam bercorak putih yang tersusun rapih di atas lereng bukit. Untuk memasuki curug, kita bisa mengambil 2 jalur, yaitu jalur kanan dan jalur kiri. Untuk jalur kanan, terlebih dahulu menyebrangi sungai. Kami mengambil jalur kiri karena arus sungai yang cukup deras.
 Fauna yang hidup di area sekitar wajah curug ini yaitu ikan-ikan kecil, nyamuk air, kepiting sungai, katak, semut pohon, dan aneka burung. Kami berdua langsung mencatat dalam catatan hasil temuan sementara (hipotesis) kami sambil mengamati curug. "Klo mau naik ke atas, bisa" kata Eka. "Tapi hati-hati" lanjutnya.
Karena penasaran dengan di atas cabang bawah curug, saya beranikan diri naik dan memanjat bebatuan agar bisa sampai ke atas. Untuk bisa ke atas, kita harus memanjat di cabang curug sebelah kiri yang tingginya sekitar 3 meter.Â
Kita harus berhati-hati karena bebatuan di sekitar air terjun yang licin, berlumut, dan cukup tajam dan harus memanjat bebatuan Sampailah saya di atas cabang curug paling bawah. Di sana, saya menjumpai ada percabangan curug lagi, yaitu 3 cabang air yang bersatu kemudian membelah menjadi 2 cabang lagi seperti yang bisa kita lihat pada muka curug sebelumnya.