Fauza Nur Anzaini
STIE STEMBI Bandung Business School
fnuran25@gmail.com
PENDAHULUAN
Emosi merupakan salah satu bagian terpenting dalam diri manusia. Ahli psikolog menyebutkan dari semua aspek perkembangan, yang paling sulit diklarifikasi ialah perkembangan emosional, maka dari itu setiap individu harus memiliki kemampuan pengendalian emosi. Arti dari pengendalian emosi, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengendalian diartikan sebagai penahanan atau pengekangan. Sedangkan emosi menurut (Yusuf & Syamsu, 2004) emosi memberi pengaruh terhadap perilaku individu, yaitu: 1) Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai; 2) Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagian puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
Dalam perkembangan emosi, terkadang seseorang mengalami trauma dan temperamen. Trauma biasanya terjadi bila dalam kehidupan yang mengalami kejadian-kejadian yang traumatis seperti kekerasan, ancaman seperti konflik yang bersenjata dan lain lain. Menurut (Cavanagh, 1992) menyatakan bahwa trauma adalah suatu peristiwa yang luar biasa, yang menimbulkan luka atau perasaan sakit. Pada saat kejadian traumatis tidak terselesaikan, yang akan membekas luka atau sakit dalam waktu yang panjang maka hal itu berpengaruh terhadap perilakunya. Orang-orang tersebut dikatakan mengalami stress pasca traumatic, dalam keadaan demikian seseorang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental seperti fobia, panik, depresi, kebingungan, keresahan dan obsesif. Selain trauma, penting juga untuk mengetahui temperamen. Temperamen berbeda dengan kepribadian, temperamen merupakan sifat-sifat individu yang sudah menjadi bawaan dari lahir sedangkan kepribadian adalah gabungan sifat yang dimiliki dan memberi pengarahan untuk bertingkah laku. Menurut (Thomas & Chess, 1977) temperamen merupakan istilah umum yang mengacu kepada bagaimana perilaku (how of behavior) yang berbeda dengan kemampuan (ability) yang mengacu pada sebaik apa berperilaku dan motivasi yang menunjukkan mengapa seseorang melakukan sesuatu.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk menambah wawasan betapa pentingnya mengenal mengenai 1) Trauma; 2) Temperamen; 3) Pengendalian Emosi. Karena 3 hal itu terkadang atau sering terjadi pada seseorang maka dari itu, akan dibahas secara ringkas bagaimana cara menghadapi atau mengendalikan emosi emosi tersebut.
PEMBAHASAN
Mengenal trauma, temperamen serta pengendalian emosi dalam diri sendiri itu penting, karena semua itu berimbas pada kehidupan atau kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Seperti contoh suatu kejadian traumatis akan kembali muncul ketika terdapat suatu pemicu yang memunculkan kembali ingatan terhadap kejadian itu. Trauma menurut (Shapiro, 1999) merupakan pengalaman hidup yang menganggu keseimbangan biokimia dari sistem informasi pengolahan psikologi otak. Keseimbangan ini menghalang pemrosesan informasi untuk meneruskan proses tersebut dalam mencapai suatu adaptif, sehingga persepsi, emosi, keyakinan dan makna yang diperoleh dari pengalaman tersebut "terkunci" dalam sistem saraf. Berat ringannya suatu peristiwa akan dirasakan berbeda oleh setiap orang, sehingga pengaruh dari peristiwa tersebut berbeda terhadap perilaku antara seseorang dengan orang lain.
Literatur lain seperti (Everly G.S & Lating, 1995) menyatakan bahwa trauma adalah peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan pengalaman manusia pada umumnya yang terlihat sangat nyata, jelas juga menyedihkan, sehingga menimbulkan reaksi ketakutan yang hebat, ketidak berdayaan, seram dan lain-lain. Ketegangan trauma biasanya seperti ancaman intergritas fisik yang dirasa seseorang dari seseorang yang sangat dekat. Pasca peristiwa traumatik, kejutan-kejutan yang keras akan menyebabkan terjadinya tekanan traumatik dan mekanisme akan menguasai individu sehingga merasakan sesuatu tanpa pengharapan. Sedangkan secara umum ada cara untuk mengatasi trauma tersebut yaitu 1) Cerita ke orang terdekat yang dipercaya; 2) Curahkan melalui tulisan; 3) Alihkan perhatian pada kegiatan yang menarik; 4) Hadapi ketakutan yang dirasakan.
Selain trauma, temperamen juga penting untuk dikenali karena temperamen menjadi garis pedoman perilaku setiap orang, pola pola yang akan mempengaruhi seseorang sepanjang hidupnya. Manfaat utama untuk mengenali temperamen dalam diri sendiri adalah dasar untuk menemukan kekuatan dan kelemahan yang paling nyata. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia temperamen adalah suatu kebiasaan atau sikap yang memiliki kecenderungan keras, mudah marah, mudah emosi dan tidak melihat situasi yang ada, seringnya orang tersebut sensitif. Temperamen juga bisa disebut seseorang atau sesuatu yang rentan terhadap perubahan seketika dan bereaksi secara liar.
Sedangkan menurut (Capaldi D.M & Rothbart M.K, 1992) menggolongkan dimensi temperamen menjadi tiga kategori, yaitu: Reaktivitas, Emosionalitas dan Regulasi diri. Reaktivitas mencakup kemampuan mengontrol aktivitas (activation control), kemampuan menekan respon yang tidak sesuai (inhibitory control) dan sensitivitas terha      dap sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang baru yang memerlukan intensitas tinggi (high intensity pleasure) dan sensitivitas terhadap sesuatu yang menyenangkan atau kesenangan yang berkaitan dengan aktivitas dengan intensitas rendah (pleasure sensitivity). Emosionalitas mengacu pada aspek-aspek perasaan negatif termasuk sifat lekas marah (irritability), perasaan takut, malu, sedih, dan frustasi. Regulasi diri mengacu pada fungsi proses perilaku yang menjadi basis aspek reaktivitas termasuk aspek afiliasi, perhatian, sifat-sifat menahan diri, dan ketenangan diri (perceptual sensitivity).
Adapun penyebab temperamen menurut para ahli yaitu: 1) Jenis Kelamin dan Budaya. Gender sangat berpengaruh pada tingkat temperamental dalam diri individu, selain itu budaya juga berpengaruh pada pembentukan karakter seseorang. Karakter seseorang akan berbeda dalam suatu lingkungan budaya yang halus dan budaya yang keras; 2) Lingkungan. Lingkungan juga berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pergaulan akan menggambarkan cara bersikap seseorang. Lingkungan pergaulan bisa berupa lingkaran pertemanan yang sehat tentunya akan memberikan pengaruh yang baik bagi individu dan lingkaran pertemanan yang tidak sehat akan menberikan pengaruh yang buruk; 3) Cara Mendidik. Pola asuh yang dilakukan orang tua akan membentuk karakter indivual; dan 4). Keturunan. Asal sifat temperamen seseorang bisa saja dengan faktor keturunan atau bawaan dari lahir. Sikap ini sulit diubah tapi jika ada keinginan, maka bisa dikendalikan. Contoh sifat temperamen diantaranya ialah kurang dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, lambat melakukan sesuatu, mudah gelisah tanpa sebab dan lain-lain.
Secara umum, cara mengatasi sifat temperamen ialah Pertama, ketahui penyebab dari sifat temperamental yang dimiliki. Kedua, menerapkan kesadaran penuh yang dapat membantu mengendalikan tanggapan pada sesuatu yang menyudutkan emosi. Terakhir, mulai melakukan olahraga secara rutin sebab bisa membantu mengontrolkan diri sendiri.
Selain dari trauma dan temperamen, pengendalian emosi juga termasuk aspek penting karena melalui emosi manusia mampu mengekspresikan perasaannya, selain itu juga aspek perkembangan manusia pasti terdapat perkembangan emosi di dalamnya maka dari itu kita harus mengendalikan emosi tersebut. Menurut (Suherman, 2008) emosi dapat berbentuk gejala-gejala jasmaniah dan gejala-gejala psikologis, keduanya sering muncul secara bersamaan dalam suatu perilaku. Emosi akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku, ada kalanya mendorong dan menjadi motivasi bagi seseorang, tetapi juga sering menjadi penghambat.
Emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan seseorang dalam mengarahkan dan menyesuaikan emosi terhadap suatu situasi akan berpengaruh pada peeilaku dan hubungan sosial. Sedangkan menurut  (Susanto, 2008) menjelaskan bahwa melakukan pengendalian emosi berarti juga melakukan suatu bentuk pengelolaan emosi. Pengelolaan emosi terkait dengan kemampuan penyesuaian diri secara psikologis dimana individu mampu mengidentifikasi, mengakui dan mampu untuk mengelolanya. Maka dari itu, pengendalian emosi merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu agar mampu mengendalikan emosinya disaat mereka sedang menghadapi suatu masalah.
Cara agar mengendalikan emosi menurut (Supeno, 2009:340) diantaranya: 1) Menenangkan Hati, 2) Mencari Kesibukan, 3) Berbicara dengan orang lain, 4) Menemukan penyebab permasalahan dan mencari solusinya, 5) Adanya keinginan untuk menjadi orang yang lebih baik, 6) Berfikir secara rasional sebelum bertindak, 7) Diservikasi tujuan. Dari penjelasan tersebut dapat disimbulkan bahwa  perasaan adalah suatu hal yang sangat dominan berpengaruh dalam mengendalikan emosi.  Untuk dapat mengendalikan emosi, seseorang harus bisa merasakan, memahami dan mengelola segala jenis perasaan yang ada dalam dirinya kemudian dihubungkan dengan pola fikir positif yang ada dalam dirinya.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari pembahasan yang tertulis pentingnya mengenali trauma, temperamen dan pengendalian emosi terhadap diri sendiri, karena dengan mengenal diri sendiri kita akan mengetahui apa arti tujuan hidup walaupun sedang mengalami trauma, temperamen bahkan emosi yang berlebih. Trauma dapat digaris bawahi sebagai ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan atas peristiwa yang terjadi dalam diri seseorang yang mungkin akan terjadi lagi maka dari itu, perlahan kita harus membiasakan diri mencoba suatu hal yang baru. Temperamen, suatu watak atau sifat yang terdapat dalam diri manusia. Berbeda dengan emosi, temperamen sulit di ubah kecuali ada keinginan dan kesadaran dalam diri untuk mengubah sifat-sifat buruk menjadi lebih baik. Pengendalian emosi, aspek terpenting dalam diri sendiri karena jika kita tidak bisa mengendalikan emosi yang berlebih maka akan berpengaruh atau merugikan diri sendiri bahkan sekitar. Maka dari itu, mulailah untuk mengenali emosi dalam diri agar bisa mengendalikannya sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Upaya untuk meningatkan pengendalian emosi juga dapat dilakukan dengan cara melakukan interaksi dengan orang lain. Karena semakin banyak kita melakukan interaksi dengan orang lain, maka seseorang akan semakin tahu dan faham mengenai kondisi emosi seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Capaldi D.M, & Rothbart M.K. (1992). Development and Validation of an early adolescent temperament measure. Journal of early adolescent, 12, 153-173.
Cavanagh. (1992). The Caunseling Experience; A Theoritical and practical approach, monterey. New York: Cole Publishing Company.
Everly G.S, J., & Lating. (1995). Psychotraumatology: Key papers and core concepts in Post-Traumatic Stess. New York: Plenum.
http://www.devinisikata.com/tempramental.html diakses pada 26 januari 2021
Shapiro. (1999). Eye Movement Desensitisation and reprocessing: Basis Principle, Protocol and Procedres. New York: Guilford Press.
Suherman. (2008). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling : Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan - Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung .
T. M., & C. M. (1977). Temperament and Development. New York: Bunner/Mazel.
Yusuf, & Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H