Mohon tunggu...
Fauwaz Raihan
Fauwaz Raihan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya mahasiswa Pascasarjana unhan 2020

MAHASISWA PASCASARJANA UNHAN 2020

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kebijakan Baterai dan Mobil Listrik Nasional: Sebuah Kritik

6 April 2021   13:34 Diperbarui: 6 April 2021   13:43 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Kemandirian industri suatu bangsa mutlak diperlukan dan harus terus dibangun. Salah satu aspek kemandirian Indonesia yang dapat dibangun adalah dari segi otomotif. Seperti diketahui, industri oto- motif di Indonesia saat ini masih dikuasai oleh pihak asing. Untuk mewujudkan kemandirian bangsa di sektor transportasi khususnya industri otomotif, perlu dipikirkan langkah nyata, salah satunya adalah melalui pengembangan industri mobil listrik nasional.

Peluang untuk mengembangkan dan mengisi pangsa pasar mobil listrik nasional saat ini masih terbuka karena belum ada pabrikan mobil atau industri otomotif yang mendominasi pasar global dan nasional. Apalagi perkembangan mobil listrik di dunia saat ini ma- sih dalam tahap uji coba. Artinya, belum ada negara yang dinilai berhasil mengembangkan mobil listrik. Pengembangan mobil listrik masih dalam tahap uji coba dan belum ada yang sampai ke tahap produksi massal (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012 dan KESDM, 2014). Apabila industri mobil listrik nasional tidak dimulai sekarang juga, bisa dipastikan bahwa ke depannya Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi industri otomotif global.

Selama ini dunia otomotif Indonesia sangat bergantung pada teknologi dari luar negeri. Indonesia hanya sebagai tempat produksi atau perakitan dan belum menjadi tempat penghasil atau pengembang teknologi sehingga masih besar ketergantungannya pada impor. Produsen pun enggan melakukan transfer teknologi karena tidak ada kebijakan industri mobil di Indonesia yang mengharuskannya. Oleh karena itu, Indonesia harus menguasai teknologi secara mandiri yang didukung oleh kebijakan pemerintah. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan inovasi teknologi bidang transportasi. Kebijakan untuk mendukung pengembangan riset perlu dikomunika- sikan dengan kementerian terkait mengenai industri yang menerapkan atau menggunakan hasil-hasil riset yang diberikan pemotongan pajak.

Kementerian Riset dan Teknologi terus menjembatani gap antara hasil-hasil riset untuk dikembangkan di industri dengan membentuk konsorsium pada program insentif riset Sinas yang salah satunya terkait dengan bidang transportasi. Konsorsium tersebut terdiri atas peneliti dan industri nasional yang dijembatani dengan baik untuk melakukan kerja sama sehingga tahapan hasil riset diharapkan sampai pada tingkat produksi massal.

Tim Mobil Listrik Nasional didukung oleh beberapa perusahaan BUMN dan swasta. Salah satu perusahaan BUMN tersebut adalah PT Pindad yang memiliki kemampuan dalam membuat motor listrik jenis motor induksi (motor traksi). Guna memenuhi aplikasi mobil listrik, PT Pindad memfokuskan diri pada pembuatan motor listrik berjenis motor magnet permanen (brushless DC motor) dengan daya 25 kW.

Sementara itu, baterai Lithium akan diproduksi oleh NS Baterai (PT Nipress) dengan mengasembling cell Lithium yang pengadaan- nya saat ini masih didatangkan dari luar negeri. PT Len Industri akan berperan dalam menangani sistem propulsi dalam pengembangan kandungan lokal mobil listrik, seperti electronic control unit (ECU), inverter, DC chopper, battery charger, dan battery management system (BMS). Di sisi lain, PT DI berperan sebagai integrator mobil listrik dan total development skala industri untuk menghasilkan produk yang 99,9% reliable. Selain itu, terdapat pula lima pemuda 'Putra Petir' yang terdiri atas Dasep Ahmadi, Danet Suryatama, Ravi Desai, Mario Rivaldi, dan Ricky Elson yang masing-masing memiliki keahlian untuk mendu- kung pengembangan mobil listrik nasional.

Indonesia diharapkan meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi kunci mobil listrik. Peran serta untuk hal tersebut dapat melibatkan lembaga riset, perguruan tinggi, sektor swasta, dan BUMN. Berikut ini akan dijelaskan me- ngenai kemampuan dan peran serta SDM yang telah ada di Indonesia untuk mendukung industri mobil listrik nasional.

Namun Pemerintah Indonesia kurang serius mendorong perkembangan mobil listrik di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya dukungan untuk menjadikan program mobil listrik menjadi program nasional. Berbeda dengan beberapa negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura yang telah bekerjasama dengan beberapa perusahaan dari negara lain untuk mengembangkan mobil listrik hibrid di negaranya. Thailand yang diwakili oleh Global Electric Motors Car Asia Co., Ltd., melakukan kerjasama dengan Leo Motors, Inc., yang berbasis di Korea Selatan untuk pengembangan dan pemasaran mobil listrik di Thailand. 

Malaysia melakukan kerjasama dengan Detroit Electric dari Belanda untuk mengembangkan prototipe kendaraan listrik, sedangkan Singapura membentuk "Kelompok Kerja" dan memberikan bantuan dana untuk pengembangan mobil listrik hibrid serta melakukan kerjasama dengan "Renault-Nissan and Keppel Energy". Selain itu negara-negara seperti Amerika, Inggris, Belanda, Swiss, Italia, India, dan China juga terus mendorong berkembangnya mobil listrik hibrid di negaranya dengan memberikan bantuan dana penelitian dan subsidi bagi masyarakatnya dalam pembelian mobil listrik hibrid.

Dukungan pemerintah yang minim juga dapat dilihat dari anggaran penelitian yang sangat minim. Ironisnya, di saat dana pendidikan cukup tinggi yaitu mencapai 20,2% pada APBN 2011, dana penelitian justru cenderung turun dari waktu ke waktu. Walaupun ekonomi Indonesia secara umum tetap tumbuh, namun anggaran riset nasional terus menurun dimana pada tahun 1990 apabila dibandingkan anggaran riset dengan produk domestik bruto Indonesia adalah sebesar 0,13% dan turun menjadi 0,08% pada tahun 2010. 

Sebaliknya dalam periode yang sama, produk domestik bruto telah naik 30 kali lipat atau dalam harga konstan tumbuh rata-rata 7% sebelum krisis dan sekitar 5% setelah krisis ekonomi 1997. Penurunan intensitas riset nasional disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain adalah investasi dana riset swasta yang rendah, jumlah terbesar industri adalah industri dengan kadar teknologi rendah dan menengah yang tidak memerlukan riset, dan perhatian pemerintah terhadap iptek yang menurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun