Mohon tunggu...
Fausia Kalsum muntasyah
Fausia Kalsum muntasyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Akuntansi Syariah

Kelompok 3 fausia kalsum muntasyah, Hayati, Nur ainun, Muhammad Awalussalam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Perbankan Syariah dan Audit Syariah terhadap Sistem Penyaluran Zakat

24 Oktober 2022   13:11 Diperbarui: 24 Oktober 2022   13:18 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Memahami Filontropi dalam Prespektif         Islam

filantropi dimaknai sebagai kedermawanan atau lebih mirip dengan amal, yang berasal dari kata Latin philantropia, yang berarti cinta manusia. Di sisi lain,mengacu pada kontribusi dalam waktu singkat, sedangkan filantropi lebih bersifatj angka panjang. Selain itu filantropi lebih fokus pada advokasi dan efek jangka panjang. Amal lebih menekankan pada layanan. Dalam arti, upaya amal melampaui pemberian altruistik sederhana. Lebih dari itu, kegiatan amal mendukung dan membantu mereka yang kurang beruntung sehingga nantinya dapat menghidupi diri sendiri dan orang lain. Kedermawanan Islamtelah dikodifikasikan secara normatif dalam Al-Qur'an dan Hadist. Dalam tradisi Islam, ada dua jenis kedermawanan:yang wajib bagi setiap Muslim, seperti membayar zakat, dan yang dianjurkan bagis etiap Muslim, seperti melakukan infaq, sedekah, dan wakaf. Kedermawanan Islam dilembagakan dalam keuangan publik Islam, yang berbentuk lembaga ZIS dan wakaf. ZIS dapat memiliki arti yang sama dan sering Digunakan secara bergantian atau dipertukarkan dengan tujuan yang sama yaitu memberi dalam ajaran Islam (filantropi). Hal ini didasarkan pada Al-Qur'an AtTaubah ayat 608, namun menghilangkan istilah "zakat", yang mengacu pada sumbangan yang pembagiannya diatur oleh norma-norma zakat, seperti adanya Zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf merupakan komponen filantropi Islam. Dalam bahasa Arab, kata "zakat" berarti "suci, berkembang, diberkati, dan terhormat."Sedangkan zakat adalah ibadah wajib yang harus dilakukan dengan memberikansejumlah tertentu dari harta milik sendiri kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam, zakat tidak dapat diwujudkan dengan menyerahkan harta berwujud dan tidak didasarkan pada nilai harta benda. manfaat, seperti memberikan seseorang hak untuk tinggal di rumah. Yang membutuhkan adalah zakat Meskipun akademis di Indonesia memasukkan kewajiban ini dalam filantropi Islam karena masih dilakukan dalam bentuk kemauan dan kesadaran individu tanpa sanksi,banyak yang sepakat bahwa zakat bukanlah bentuk "kedermawanan", melainkan 

melainkan "kewajiban" yang harus dilakukan. terpenuhi ketika mencapai tingkat tertentu (nishab). tidak dapat diterima secara sosial untuk menahan diri dari melakukannya. Oleh karena itu, memberikan zakat merupakan kewajiban moral dan juga berlandaskan pada akhlak; itu disebut filantropi.

Filantropi Islam juga mencakup infaq, yang diartikan sebagai tindakan atau pemberian yang diberikan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya,baik berupa makanan, minuman, atau kebutuhan lainnya dengan menyebut nama Allah. Selain itu, infaq memiliki hubungan dengan sunnah dan tindakan wajib. Sementara shadaqah mengacu pada pemberian sesuatu yang tulus kepada seseorang yang berhak dan akan diberi pahala oleh Allah, shadaqah memiliki definisi yang lebih luas yang mencakup barang-barang material dan immaterial.

2. Konsep Zakat

     a. Pengertian Zakat

Dari segi bahasa kata zakat memiliki beberapa arti yaitu, Al-barakatu, "berkah," al-namaa, "pertumbuhan dan perkembangan," al-thaharatu, "kemurnian," dan ash-shalahu, "ketertiban" adalah beberapa interpretasi linguistik zakat. Sebaliknya, zakat mengacu pada pengambilan tertentu dari aset tertentu, berdasarkan kriteria tertentu, dan ditujukan untuk kelompok tertentu.

Baik harta zakat maupun non zakat dikeluarkan oleh Infaq. Baik sunnah maupun infaq itu wajib. Zakat, kafarat, dan nadzar adalah contoh dari infaq wajib. Akan tetapi, infaq sunnah juga mencakup infaq untuk kaum muslimin yang kurang mampu, infaq untuk bencana, dan infaq untuk kemanusiaan. Menurut PSAK No. 109, infaq/shadaqah adalah harta yang diberikan secara cuma-cuma oleh pemiliknya, terlepas dari dibatasi atau tidak penggunaannya dibatasi (ditentukan). 

Tindakan memberikan uang kepada mereka yang membutuhkan, orang miskin, atau orang lain yang memenuhi syarat untuk shadaqah setiap saat, dalam jumlah berapa pun, dan tanpa mempertimbangkan imbalan atau batasan ukuran sumbangan dikenal sebagai shadaqah. Sedekah adalah sunnah, meskipun tidak wajib. Para fuqaha menyebutnya sebagai "shadaqah tathawwu" atau "ash shadaqah a nafilah" untuk membedakannya dari zakat wajib.

b. Dasar Hukum Zakat

Zakat bukanlah suatu anjuran, tetapi merupakan syarat wajib untuk mendistribusikan harta dalam jumlah tertentu. Semua orang, apakah mereka cerdas atau tidak, atau dewasa atau tidak, tunduk pada tugas ini. Wajib memberikan sejumlah harta tertentu untuk disumbangkan kepada mustahiq zakat, yang terdiri dari delapan golongan, dimana mereka telah memiliki sejumlah harta yang telah mencapai batas nisab. Al-Qur'an, Hadits, dan ijma semuanya menyebutkan alasan wajib zakat.

3. Penerapan Perbankan Syariah Dalam Zakat

Adapun penerapan perbankan syariah dalam zakat yang dimana meliputi:

a. Lembaga Perbankan Syariah

Perbankan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut lembaga, kegiatan usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tindakannya Oleh karena itu, fondasi sistem keuangan setiap negara adalah sektor perbankannya. Dengan istilah lain, bank adalah organisasi keuangan dimana setiap orang dapat menyimpan uangnya, termasuk individu, perusahaan milik negara, bisnis swasta, dan bahkan lembaga pemerintah. melalui penggunaan kredit dan penyediaan layanan yang berbeda. Intinya, bank memenuhi kebutuhan dengan memfasilitasi proses pembayaran di semua sektor ekonomi (Munir Fuady, 2007: 13).

b. Perbankan Syariah Sebagai Pengelola Zakat (Bait Al-Mal)

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah berfungsi sebagai lembaga komersial dan bisnis, yang dalam hal ini mengumpulkan dan menyebarkan dana dengan tujuan menghasilkan keuntungan (bait al-mal). Ia mengumpulkan uang, seperti zakat, infaq, dan sedekah, dan kemudian mendistribusikannya kepada penerima yang berhak. Dengan pedoman bagaimana uang itu dialokasikan, yaitu delapan asnaf (kelompok). Ini membantu kita memahami bagaimana kerangka hukum perbankan syariah telah memperluas fungsinya dengan mengutip undang-undang.

c. Pengaturan Kelembagaan Pengelolaan Zakat

Mewujudkan keadilan ekonomi bagi kelompok sosial ekonomi lemah merupakan salah satu tujuan hukum di bidang ekonomi. Indonesia dituntut untuk mendukung dan memperkuat masyarakat yang rentan secara ekonomi, terutama dalam memastikan terpenuhinya hak-hak mereka atas kebutuhan dasar, sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia di bidang ekonomi. Mewujudkan keadilan ekonomi bagi kelompok sosial ekonomi lemah merupakan salah satu tujuan hukum di bidang ekonomi. Indonesia dituntut untuk mendukung dan memperkuat masyarakat yang rentan secara ekonomi, terutama dalam memastikan terpenuhinya hak-hak mereka atas kebutuhan dasar, sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia di bidang ekonomi.

4. Penerapan Audit Syariah dalam Zakat

Lembaga keuangan syariah dalam lembaga keuangan Islam pertama kali berkembang di masyarakat modern. Sehingga berbeda dengan lembaga zakat dan mengharuskan perlunya audit syariah. Bank Islam dan sektor keuangan Islam, menurut Dubai Islamic Bank adalah lembaga keuangan dengan tingkat pertumbuhan tercepat dalam ekonomi global. Meskipun sistem keuangan Islam masih dalam masa pertumbuhan jika dibandingkan dengan lembaga tradisional, kemampuan sumber daya manusia merupakan salah satu hambatan utama untuk audit syariah di Indonesia. 

Kementerian agama melakukan audit terhadap lembaga zakat syariah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014. Audit syariah dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan konsep syariah yang telah ditetapkan. Mengelola dan mendistribusikan zakat sesuai dengan prinsip syariah, serta memastikan bahwa itu dikumpulkan, adalah beberapa faktor yang diperhitungkan selama audit syariah di lembaga zakat.

Lembaga Zakat Syariah diaudit oleh Kementerian Agama sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 Untuk menilai kepatuhan terhadap hukum dan prinsip-prinsip Islam yang berlaku umum, audit syariah dilakukan. Standar yang diterima adalah AAOIFI, dan auditor harus memiliki sertifikasi SAS, atau mereka harus telah menyelesaikan berbagai seminar dan sesi pelatihan terkait dengan audit lembaga keuangan syariah. Selain itu, saya juga prihatin dengan DSN MUI, Undnag-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Agama RI, dan yang terbaru Peraturan Direktur Jenderal dan Peraturan BAZNAS. Permintaan akan auditor syariah semakin meningkat seiring dengan semakin aktifnya Pesat Lembaga Keuangan Syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun