Salah satu prinsip yang cukup cerdas dalam ekonomi Islam adalah adanya zakat sebesar 2,5 % yang dikeluarkan jika telah mencapai nisab dan haul. Dengan adanya zakat ini tentunya akan memecah adanya saving atau penimbunan oleh seseorang. Zakat ini berbeda dengan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkuasa.Â
Sehingga, mau tidak mau ia harus membelanjakan hartanya tersebut atau ia investasikan dengan memberikan modal kepada orang lain dengan akad untung sama untung, rugi sama rugi. Jika kedua hal tersebut tidak dijalankan, maka wajib baginya membayar zakat yang telah ditentukan kepada mustahiknya. Setidaknya ada aliran perekonomian yang terus jalan dan tidak 'mampet' pada satu monopoli perdagangan.
Terlebih lagi, ekonomi Islam sangat memandang adanya nilai dan moral dalam menjalankan perekonomian. Kedua hal ini terkadang dinafikan dalam sistem Kapitalis & Marxis. Seperti adanya tolong menolong, persaudaraan, termasuk silaturrahim ketika melakukan kegiatan ekonomi. Masih banyak lagi nilai-nilai dan norma-norma yang didapatkan. Sehingga makna ekonomi tidak hanya sempit dalam mencari untung semata.
Bagaimana dengan penerapan ekonomi di Indonesia?
Saat ini Indonesia menjalankan sistem perekonomian Pancasila yang sebenarnya sudah cukup banyak mencakup hal-hal yang terkait dalam ekonomi Islam. Contohnya adalah peranan negara dalam perekonomian sebagai produser, pemilik, serta distributor dari sumber-sumber alami.Â
Hal ini mirip sekali dengan institusi yang bekerja untuk mengatur pasar supaya tidak ada pelanggaran-pelanggaran dalam perekonomian pada zaman Nabi. Institusi tersebut dikenal dengan nama al-Hisbah.Â
Pemanfaatan dari sumber-sumber alami tersebut harus diberikan sebesar-besarnya kepada rakyat. Di luar itu, setiap orang bebas sekaligus bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan ekonomi.Â
Masalahnya adalah sistem tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapannya. Banyak penyelewengan yang dilakukan bahkan oleh pemerintah itu sendiri.
Ekonomi Islam tidak mengenal adanya diskriminasi terhadap suku, ras, atau bahkan agama sekalipun dalam hal perekonomian. Semua bebas bersaing secara sehat. Hanya saja, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mampu melaksanan sistem ekonomi Islam yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika berdagang sejak di Mekkah hingga berjaya di Madinah.
Sebenarnya terlalu jauh bagi saya untuk menulis seperti ini karena saya bukan ahli ekonom maupun pegiat ekonomi dalam skala besar. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa penerapan ekonomi Islam ini bisa dijalankan sedemikian rupa tanpa harus menjadikan negara ini berpaham khilafah terlebih dahulu.Â
Apabila masyarakat dapat menerima pelarangan riba sebagai bagian dari ekonomi Islam, pelarangan ini akan tetap berjalan tanpa melihat apakah Khamr juga dilarang atau tidak.Â