Mohon tunggu...
Fatwa Adji Mas Shaka
Fatwa Adji Mas Shaka Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya merupakan mahasiswa semester 4 di UIN Raden Mas Said Surakarta. Saya mengambil program studi Hukum Keluarga Islam.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Eksistensi Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Positif dan Hukum Islam

20 Februari 2023   22:51 Diperbarui: 20 Februari 2023   23:17 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keyword : registration of marriage, history, purpose, impact

Pendahuluan 

Dewasa ini kita tahu bahwasannya perihal perkawinan bukan hanya tentang akad dan resepsi perkawinan saja. Melainkan terdapat beberapa hal yang menjadi syarat sahnya suatu perkawinan yang perlu kita ketahui dan dipahami. Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 diatur secara jelas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan. Salah satunya pada pasal (1) dan (2) UU No 1 Tahun 1974, dalam kedua pasal tersebut menyatakan bahwasannya suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan berdasarkan dengan hukum agama dan kepercayaannya masing-masing yang kemudian perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Banyak masyarakat yang menganggap bahwasannya apabila akad sudah dilakukan maka perkawinan tersebut telah sah, namun sebagai masyarakat yang paham akan hukum hendaknya perkawinan tersebut dicatatkan kepada pengawai pencatat nikah atau kantor catatan sipil bagi masyarakat yang beragama non-muslim. 

Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pencatatan perkawinan membuat penulis tertarik untuk mengulas lebih detail lagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan, seperti sejarah berawalnya pencatatan perkawinan, tujuan adanya pencatatan perkawinan, makna filosofis, sosiologis, religious dan yuridis pencatatan perkawinan. Serta seberapa penting pencatatan perkawinan itu dan apa akibat yang ditimbulkan apabila perkawinan tidak dicatatkan.

Metode Penelitian 

Dalam artikel ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan mengkaji sumber bacaan yang memiliki hubungan dengan kajian yang dibahas, serta menggunakan studi dokumen hasil dari jurnal yang berhubungan dengan topik ini. Pengumpulan data dilakukan dengan menelurusi jurnal ilmiah yang terdapat di google scholar. 

Awal muncul pencatatan perkawinan di Indonesia

Sejarah pencatatan perkawinan tidak dapat dipisahkan dari adanya hukum perkawinan di Indonesia, hal ini bermula karena pencatatan perkawinan sendiri merupakan bagian dari undang-undang perkawinan. Pencatatan perkawinan di Indonesia merupakan wujud dari penyatuan hukum-hukum di Indonesia khususnya di bidang perkawinan. Penyatuan hukum tersebut merupakan tujuan utama dari adanya kemerdekaan Indonesia. Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia terbagi menjadi dua periode yaitu sebelum dan setelah adanya Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Sebelum adanya Undang-Undang No 1 Tahun 1974, pencatatan perkawinan tidak diatur dalam hukum perkawinan adat dan hukum perkawinan Islam. Berdasarkan hukum perkawinan adat, pencatatan perkawinan dalam perspektif hukum adat itu tidak ada. Namun masyarakat adat pada zaman dahulunya membuktikan adanya hubungan perkawinan dengan berdasarkan pada adat istiadat yang berlaku pada daerah tersebut, seperti pelaksaaan upacara adat, terlaksananya rukun perkawinan dan juga syarat perkawinan (mas kawin, pembalasan jasa, dan perukaran gadis). 

Adapun contohnya pada masyarakat  suku bugis yang mana pencatatan perkawinannya didasarkan pada strata sosialnya seperti mahar untuk perempuan yang latar belakang pendidikannya setingkat SMA yait 50 juta, perempuan yang latarbelakangnya S1 antar 70-100 juta. . Berbanding terbalik  dengan pencatatan perkawinan berdasarkan hukum adat, hukum perkawinan Islam membuktikan bahwasannya suatu pasangan dinyatakan sebagai pasangan suami dan istri apabila didalam perkawinannya dihadiri oleh wali dan juga dua orang saksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun