Penulis : Muhammad Ifdhal, S.Pd, Muhammad Saman, S.Ag, Munawar AR, S.Sos.I., M.Si, Munawardi Ismail, SH, Ridha Yuadi, M.Si, Yocerizal, SKH, Zainal Abidin M.Nur, S.Ag, Dr. Israk Ahmadsyah, B.Ec, M.Ec, M.sc, Muhammad Haris Riyaldi, S.Sos.I., M.Soc.Sc
Editor : Hasan Basri M.Nur
Penerbit : WANSA
Tahun terbit : Desember 2019
Buku Jalan Terjal Menghapus Riba membahas tentang perjuangan wartawan dan aktivis yang bersatu dalam Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) untuk mengubah Bank Aceh menjadi bank syariah, demi menciptakan mu'amalah di Aceh yang sesuai dengan syariat Islam.
Bab I
Sejarah pendirian bank Aceh pertama kali digalakkan oleh pemerintah Aceh pada saat itu, tepatnya terjadi pada tahun 1957. Sempat mengalami beberapa kali perubahan akte, akhirnya tepat pada tanggal 2 Februari 1960 memperoleh izin dari Menteri Keuangan, yang mana pada saat itu bernama PT. Bank Kesehjateraan Aceh NV dipimpin oleh Teuku Djafar. Sempat beberapa kali berubah nama, akhirnya pada 1 Januari 2003 ditetapkan menjadi PT. Bank Aceh setelah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Ham pada tanggal 9 September 2009.
Banyak rintangan yang dihadapi Bank Aceh, mulai dari mendapatkan laba hanya Rp. 3 juta pada tahun pertama produksinya hingga mencapai masa kebangkitan Bank Aceh pada tahun 2006 yang mana menjadi babak baru bagi Bank Aceh untuk terus berkembang dan maju.
Untuk mendukung Syariat Islam di Aceh, Bank yang semulanya bernama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh kini resmi berganti nama menjadi Bank Aceh Syariah tepat pada tanggal 25 Mei 2015. Â Â
Pada tahun 2016 Bank Aceh mendapatkan dua penghargaan yaitu Best Banking Brand Award 2016 dan Biro Riset Majalah Infobank " The BestSharia Finance Award 2016 ". Dua penghargaan tersebut menjadi kado istimewa Bank Aceh karena bertepatan dengan tutup buku pertama Bank Aceh dalam bentuk Syariah.
Sejak beralih ke sistem Syariah, Bank Aceh berkembang dengan sangat baik, salah satu bukti nyata adalah market share aset perbankan syariah berhasil menembus angka 5%. Berbeda dengan decade sebelumnya yang hanya jongkok dibawah 5%.
Bab II
Pada tahun 2013, Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) yang terdiri dari wartawan, Akademisi, praktisi dan mahasiswa megadakan forum pengajian rutin yang membahas perkara riba.
Para jamaah yang hadir pada pengajian yang diadakan oleh KWPSI sepakat bahwa langkah awal yang perlu di perhatikan untuk menghilangkan praktik riba di Aceh adalah dengan mengonversi Bank Aceh dari Konvensional menjadi Bank Syariah.
Berkat pengajian rutin yang di adakan oleh KWPSI, terbentuklah ide untuk mengonversi Bank Aceh dari Bank Konvensional menjadi Bank Syariah.
Bab III
Riba merupakan pembayaran hutang yang harus dilunasi oleh orang yang berhutang lebih besar dari pada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggat waktu yang telah lewat waktu. Oleh karena itu dilarang riba karena terdapat eksploitasi terhadap fakir miskin yang memberatkan mereka ketika membayar tagihan bunga. Namun ada pendapat modernis tentang bunga bank adalah diperbolehkan menurut Muslim karena ada beberapa alasan :
- Terdapat kebutuhan dan keadaan darurat dalam kehidupan ekonomi.
- Terdapat perbedaan antara pinjaman konsumtif dan produktif. Jika itu adalah pinjaman produktif, maka itu diperbolehkan; namun, jika itu adalah pinjaman konsumtif, maka itu tidak diperbolehkan.
- Ada perbedaan antara riba (usury) dan bunga (interest). Dalam perspektif ini, yang diharamkan adalah riba, bukan bunga bank (interest).
- Adanya fenomena inflasi dalam mekanisme ekonomi, sehingga kenaikan suku bunga akan mengkompensasi kerugian yang dialami kreditur akibat adanya inflasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H