Latar waktu dalam novel ini sulit dijelaskan. Masalahnya adalah karena sang penulis menggunakan waktu yang melompat-lompat layaknya buku diary.Beberapa teman saya yang juga merupakan pembaca novel ini juga kadang kebingungan dalam menerka waktu kejadian suatu peristiwa dalam novel tersebut. Bisa dibilang ini adalah salah satu kekurangan dari gaya menulis Raditya Dika.
Latar sosial dalam novel ini tergambar dengan jelas. Mulai dari kehidupan sosial sang penulis di Jakarta hingga di Adelaide, semuanya tergambar dengan jelas. Dalam latar sosialnya di Jakarta, tergambar jelas jika Raditya Dika adalah orang yang mudah bergaul, sering jalan-jalan ke berbagai tempat, dan juga bermalas-malasan dalam kamar. Dialognya dalam novel ini juga seperti remaja di Jakarta yang pada umumnya menggunakan Bahasa Gaul.
Di Adelaide, sang penulis menggambarkan dengan jelas kehidupan masyarakat dan teman-temannya yang berada di sana. Sang penulis menunjukkannya dalam beberapa dialog dengan teman-temannya. Sangat lucu juga ketika mereka berbicara namun kesulitan dalam pengucapannya seperti teman-temannya yang sering memanggilnya "DICKa". Padahal nama panggilan sang penulis adalah "Dika". Sudah tergambar dengan jelas bahwa latar sosial bagi mahasiswa di sana adalah ceria, baik hati, saling pengertian, dan sedikit gila.
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. Hal ini dibuktikan dengan sang penulis yang merupakan tokoh utama dan pelaku utama di setiap ceritanya. Bukti yang kedua adalah sang penulis sering menggunakan kata "gw" atau "aku" dalam novel ini. Berikut beberapa kutipan yang membuktikan hal tersebut
"Sial, gw baru aja bangun neh....rencana gw di hari Jum'at yang berbahagiaini pupus gara-gara sifat kebo gw yang membuat gw tidur dari jam 5 ampe jam 8 malem!" (hlm.18)
"Gw udah gila yah, emang udah dari dulu gila kali yah?...." (hlm.20)
Dari 2 kutipan di atas sudah terlihat jelas jika sang penulis merupakan tokoh utama dalam setiap peristiwa dalam novelnya. Hanya saja, sang penulis mengganti kata "Aku" dengan "Gw" untuk menyesuaikan gaya penulisannya dengan pribadinya yang terlihat gaul.
Selanjutnya adalah subjektivitas individu pengarang. Raditya Dika adalah seorang novelis yang berasal dari Jakarta yang kehidupaanya serba gaul. Ia juga seorang mahasiswa yang berkuliah di luar negeri. Kedua hal tersebut juga sangat mempengaruhi gaya penulisan Raditya Dika yang sangat bebas. Kata-kata yang dituliskan olehnya, tidak terikat oleh aturan menulis yang seharusnya, namun tetap menarik. Apalagi karirnya sebagai seorang blogger terkenal juga mempengaruhi kemampuannya menorehkan kata-kata.
Dalam hal psikologis pengarang, pengarang menggunakan pemikiran alami dari apa yang telah dialaminya. Semua hal yang terjadi dalam kehidupan sang pengarang langsung dituliskan dalam novel ini. Pengarang tidak mengambil pemikiran tentang ide dalam novelnya dengan khayalannya, namun pengarang mengambil sebagian kejadian dalam hidupnya sebagai pemikiran atas suatu cerita itu sendiri.
Lingkungan penulis yang sangat mempengaruhi dalam novel ini adalah Jakarta yang merupakan kota tempat tinggal sang penulis. Lingkungan yang serba modern dan dipenuhi orang yang serba gaul membuat gaya penulisan dalam novel ini menjadi menggunakan beberapa Bahasa Gaul.
Profil Penulis: Raditya Dika