Kesulitan belajar merupakan hal yang lumrah dialami oleh peserta didik. Sama halnya dengan Siswa yang bernama Fulana. Sering ditemukan adanya siswa mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran di sekolah.Menghadapi hambatan dalam mencerna dan menyerap informasi belajar yang diberikan guru. Kondisi ini akan berdampak kurang bagus terhadap kemajuan belajar anak. Oleh sebab itu perlu diupayakan pemecahan masalahnya. Baik oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Ini sebagai salah satu wujud kepedulian dan kerja sama dalam dunia pendidikan anak.
Gejala kesulitan belajar
Gejala anak yang mengalami masalah belajar dapat diketahui melalui indikasi tertentu.Misalnya, Fulan sulit mengalami ketuntasan belajar pada materi tertentu atau semua materi pada suatu mata pelajaran.
Baik saya akan menjelaskan sedikit tentang teman saya waktu SMP yang bernama Fulana yang kesulitan dalam pembelajaran, Fulana ini adalah anak yang sulit untuk diajak belajar, beberapa kali guru telah mengajarkan materi terhadap Fulana tetapi Fulana tetap tidak mengerti tentang materi yang ibu jelaskan padahal kami semua yang berada di dalam kelas sudah mengerti dan paham tentang materi yang ibu guru ajarkan dan jelaskan tadi, tapi tidak dengan Fulana, Fulana sama sekali tidak menangkap satupun materi yang sudah dijelaskan oleh guru kami.
Dari situ kami semua heran kenapa Fulana tidak paham juga tentang materi yang diajarkan oleh guru tadi, sedangkan kami yang berada di ruangan yang sama dengan Fulana sudah pada mengerti apa yang ibu guru tadi bahas. Hari berikutnya pun tetap sama Fulana sama sekali tidak bisa menangkap mata pelajaran yang telah di ajarkan bahkan setiap hari Dulana selalu membuat keributan di dalam maupun diluar kelas, Sampai suatu hari Fulana bertengkar dengan temannya hanya karena temannya menyuruh si Fulana ini untuk belajar dan mau mendengarkan materi yang diajarkan, karena temannya yang selalu saja berbicara di depannya Fulana merasa marah dan memukul temannya tadi dengan sangat keras hingga temannya mengasuh kesakitan akibat pukulan yang di berikan oleh Fulana, Guru kami pun datang untuk menanyakan kok bisa Fulana memukul temannya sampai menangis, Sampai pada hari berikutnya kita sebut saja Bu Tias atau selaku guru kelas si Fulana pergi ke rumah si Fulana dan Sampai di sana ibu Tias kaget karena apa yang telah ia lihat, Bahwasannya yang ibu Tias lihat adalah orang tua Fulana yang bertengkar didepan gulana dengan menggunakan bahasa kasar yang seharusnya tidak digunakan didepan anak kecil, dan akhirnya ibu Tias langsung menanyakan kepada tetangga si Fulana bahwasannya kenapa orang tua Fulana bertengkar dan tetangganya si Fulana pun bercerita bahwa orang tua Fulana emang selalu bertengkar mengenai hal sepele dan itupun mereka selalu bertengkar di depan Fulana.
Nah dari situ Bu Tias menemui penyebab Fulana kesulitan dalam belajar. Sejak kecil, Fulana tersebut telah diajari untuk berbohong, menipu, dan tahan banting, (apa pun yang telah dilakukan jika ketahuan harus berkata tidak). Anaknya bandel dalam diam. Apabila dinasihati atau dimarahi guru karena kesalahannya, tidak pernah membantah atau berkomentar, hanya tersenyum dan diam. Namun tidak pernah terjadi perubahan apa pun, tetap mengulang kesalahan yang sama Kepada teman-temannya, ia melakukan provokasi supaya melakukan hal-hal jelek, jika ketahuan guru, sangat pintar untuk memutarbalikkan fakta supaya terhindar dari kesalahan.
Hukuman kekerasan selalu dilakukan sang ibu jika terjadi percekcokan. Selain itu, anak ini mudah sekali jatuh cinta kepada setiap laki-laki, tidak pernah memilih dan menyeleksi baik sifat ataupun fisik. Bahkan terkesan sangat murahan. Di kelas suka melamun, malas mengerjakan tugas-tugas, belajar, dan mengikuti pelajaran. Terlihat secara nyata tidak pernah belajar. Para guru telah mencoba membimbingnya, tetapi belum terlihat hasil secara signifikan. Tahun ini, Fulana tersebut akan ujian, keberhasilannya sangat menentukan sorotan mutu bagi sekolah kami. Bagaimana cara mengatasi yang tepat untuk membawa anak tersebut ke jalan baik, sewajarnya sebagai pelajar tingkat SMP.
Analisis masalah
Dapat di rangkum, sang murid sejak kecil telah mengalami defisit (kekurangan) akan perhatian, kasih sayang, rasa aman terhadap perlindungan dari sosok ayah maupun sosok ibu (yang dikatakan ’lebih memberikan hukuman kekerasan jika cekcok’). Kondisi demikian, disertai dengan keterpaparan pada lingkungan kehidupan yang mengajarkan lebih banyak hal negatif, bukan menanamkan nilai moral sebagai anak sekolah yang tekun dan termotivasi untuk belajar.
Hal ini ditambah dengan usianya yang tengah menginjak masa remaja, wajar terjadi ketertarikan terhadap lawan jenis. Menjadi tidak wajar karena ia terlihat tak mampu mengendalikan diri terhadap dorongan yang muncul, hal yang memang tidak pernah ia latih sebelumnya. Ia justru terkondisi untuk berperilaku berbohong, tidak patuh, dan bertindak mengikuti keinginan sesaatnya saja.
Hal yang khas padanya adalah bahwa ia tidak terlihat sebagai seorang yang agresif menentang aturan ataupun menantang orang lain. Yang dilakukannya adalah memengaruhi teman untuk berbuat negatif juga, tak mau mengakui kesalahan dengan cara berdiam diri atau senyum-senyum saja, istilah ibu, dia ’bandel dalam diam’. Semua tindakannya sebenarnya bermuara pada keadaan perasaan tidak tenang dan defisit akan kasih sayang tadi. Ia berontak dan mencari perhatian orang lain dengan caranya sendiri. Dia berpikir bahwa satu-satunya cara untuk melindungi diri dari hukuman adalah dengan tidak terbuka untuk mengakui kesalahan dan tidak menyesali diri. Hal demikian jika terus-menerus bertahan, akan mengembangkan perilaku tidak sosial yang makin menetap dan sulit diubah.
Saran
Pertama, diperlukan kesabaran dan daya tahan untuk menghadapi perilaku negatifnya karena mungkin tak bisa berubah dalam satu atau dua kali upaya, perlu pengulangan terus-menerus dan sikap yang konsisten.
Pendekatan pribadi perlu dilakukan agar ia dapat percaya kepada bu guru sebagai sosok yang memberinya rasa aman dan perlindungan, yang merupakan akar masalahnya selama ini. Mengambil hatinya dapat dilakukan dengan memberinya perhatian yang tulus justru ketika ia berperilaku baik, lebih banyak memberinya pujian ketimbang hanya menegur jika ia berperilaku buruk.
Temukan aspek-aspek positif pada dirinya sebagai bahan pembicaraan awal. Apabila ia telah mau diajak bicara, secara bertahap bahaslah hal-hal yang lebih pribadi, seperti kegalauan perasaan yang tampil padanya. Usahakan untuk tidak membahas mengenai ”kenakalan” atau perilakunya yang negatif atau bertanya mengapa dia begini atau begitu, tapi tunjukkan bahwa bu guru peduli akan kondisi dia yang tidak optimal menggunakan potensi atau kelebihannya.
Juga gali perasaan dia ketika melakukan tindakan berdiam diri, misalnya. Semua ini perlu ditanggapi dengan empati, sikap optimistis bahwa dia dapat berubah dan cara mendengarkan yang baik. Artinya bu guru perlu memusatkan perhatian pada pikiran dan perasaan sang murid, bukan pada keinginan dan sudut pandang bu guru, jadi terimalah apa pun yang murid katakan, tanpa memberi penilaian atau penyangkalan, apalagi memberi nasihat. Dalam tahap ini, murid perlu memperoleh rasa diterima secara total lebih dulu sehingga kepercayaan kepada bu guru mulai berkembang. Bersikap lebih sebagai teman, yang diwarnai sikap santai dan humor, bukan sebagai sosok otoritas akan sangat membantu di sini.
Apabila hubungan saling percaya telah terbentuk, disertai dengan contoh perilaku yang dapat bu guru tampilkan dalam kegiatan sehari-hari, diharapkan lebih mudah menanamkan berbagai perilaku yang positif kepadanya. Jika perlu, bentuklah kelompok kecil bersama murid-murid lain, baik yang menunjukkan masalah perilaku maupun yang tidak bermasalah, untuk melakukan kegiatan menarik, seperti permainan dalam melatihkan nilai-nilai mau membantu, kejujuran, kesetiakawanan, hormat kepada orang lain, keberanian, ingin berprestasi dan lainnya.
Sekian Terima Kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H