Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Menulis fiksi ringan sebagai hobi selingan. Ig @inifatrisia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kepakan Sayap Terakhir

29 Agustus 2024   21:34 Diperbarui: 30 Agustus 2024   10:35 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidurku baru saja terjaga, bukan tersebab oleh bunyi weker, tapi ledakan besar. DUARR!

Ada apa ini? Kalimat pertamaku ketika tubuh masih di dipan sementara langit-langit kamar yang hancur mempertontonkan kepulan uap hitam. Polusi itu berarak cepat menghalangi birunya langit.

"Aikon! Aikon!"

Suara panik yang menyerukan namaku terdengar, Ayah muncul di balik kepulan debu dan bergegas memelukku. Ayah terbatuk-batuk dan langsung mengajakku terbang entah ke mana padahal kesadaranku belum terkumpul penuh.

Hingga akhirnya kami sampai di tempat baru di atas pohon. Ada banyak peri di sana. Biasanya kalau sedang berkumpul begini pasti ada pesta besar. Namun, ini bukan pesta. Tak ada senyuman. Lebih didominasi rintihan.

Peri tua dan muda banyak yang terluka. Aku ikut duduk di lantai tanpa alas bersama peri-peri yang umurnya tak jauh beda dariku. Ayah memintaku duduk diam, kulihat Ayah pergi ke ruang bersekat bersama raja dan para menteri. Ayahku adalah panglima kerajaan.

Aku tak tahu ini ada apa. Namun, kejadian 300 sekon yang lalu masih terekam jelas. Pohon-pohon tempat rumah kami didirikan berjatuhan. Tanah berteriak marah tanpa ampun dan berguncang saat bom menyentuhnya. Burung-burung berkicau takut dan mengudara acak agar tak terkena imbas ledakan. Membuat jatuh peri yang beterbangan panik karena tak sengaja bertabrakan dengan mereka.

Banyak luka, banyak yang gugur, dan banyak rintihan, tapi aku hanya jadi penonton. Menatap polos semua tanpa sepatah kata.

Ini adalah kejadian seabad silam, ketika aku masih anak-anak. Alasan dibalik majunya aku ke medan perang hari ini. Namaku Aikon, peri bersayap biru dengan kulit pualam.


***

Di dunia peri umur bertambah satu tiap satu dekade. Proses pertumbuhan yang lambat, mungkin tersebab tubuh mungil kami yang hanya setinggi telunjuk manusia. Mungkin juga itulah sebab mengapa tanah air kami masih terjajah. Bangsa kecil melawan serangan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun