Ternyata Didi punya selera humor yang bagus. Dia mampu membuatku tertawa. Setidaknya membuatku lupa bahwa aku sedang patah hati. Sarannya yang sok bijak itu kupraktikkan diam-diam. Aku bahkan mulai menjaga jarak dengan Rafiq.
"Kamu kok mulai jauhin aku?" tanya Rafiq suatu ketika.
"Jangan mutar balikkan fakta, deh. Kamu yang sebenarnya jauhin aku sejak dekat sama Vivian."
Rafiq menghela napas. "Tia aku mau jujur, aku nggak suka kamu mulai dekat dengan Didi."
Aku pura-pura mengernyit heran. Dalam hati tertawa dan berdoa semoga dia bersikap seperti itu karena mulai cemburu.
"Memangnya kenapa?"
Dia terdiam. "Engh ...."
"Btw hubunganmu sama Vivian gimana?" potongku.
"Nggak berjalan lancar. Dia udah punya pacar dan aku cuma jadi orang ketiga."
Aku cukup kaget. Pasti sakit. Siapa suruh menolakku secara tidak langsung waktu itu. Istilahnya sih, menolak aku yang pasti mencintai dia dan memilih orang lain yang belum tentu memberinya cinta sebesar yang aku punya.
Terhitung sudah beberapa pekan ini aku menjauhi Rafiq. Untungnya kami beda kelas sehingga sulit untuk bertemu.