"Aku suka sama kamu"
Akhirnya kalimat itu terucap. Setelah bertahun-tahun, berbulan-bulan, dan berhari-hari terpendam dalam hatiku. Tentunya dengan susah payah aku menyatakannya, setelah mengumpulkan keberanian dan tentunya kepercayaan diri bahwa seratus persen tidak akan ditolak.
"Pfttt ...."
Tak lama gelak tawa langsung terdengar dari mulut Rafiq. Aku menatapnya bingung. Apanya yang lucu?
"Aku serius," kataku. Kutatap dengan lekat perubahan ekspresinya yang tadinya tertawa kini memperlihatkan raut wajah kaget.
"Setelah ini kamu bakal bilang 'ini prank!'. Udahlah Tia, aku tahu isi otakmu. Kamu selalu aja ngerjain aku."
Aku memalingkan wajah. Risiko menjadi orang humoris, saat serius malah dianggap sedang bercanda. Kembali kutatap wajahnya. "Kali ini serius. Jadi gimana tanggapanmu?"
Rafiq mengusap dagunya. Seolah sedang berpikir keras.
"Mustahil. Mana mungkin sahabatku satu-satunya sejak SD tiba-tiba suka sama aku. Hari ini kamu benar-benar aneh, Tia."
Aku mendengkus kesal. Tidak bisakah dia menganggapku serius? Satu kali ini saja. Lagian cinta dalam persahabatan kan wajar. "Okelah. Anggap aku aneh. Jadi kalau misalnya itu benar-benar terjadi, gimana menurutmu?"
Rafiq mengacak rambutku.