Saat menyiapkan makan malam, aku merasa was-was di dapur meski kupaksa-paksakan untuk berani. Reira menyadari itu dan kami sempat mengobrol seusai makan malam. Di kamar kami, kuceritakan kejadian tadi dan Reira hanya mengangguk-angguk. Kurasa dari kami para perempuan, hanya Reira yang tampak kalem dan sedikit lebih berani. Dia menggeleng saat aku memujinya.Â
Katanya, sebenarnya saat sedang memakai mukena tadi, di balik jendela kamar, dia sempat melihat rambut yang sangat panjang tergantung di jemuran. Dia berhasil mengontrol diri sebab kalau dia berteriak, aku yang sedang mandi pasti akan ketakutan dan begitupun dengan Gia dan Hafsah. Makanya dia buru-buru ke depan dan segera menenangkan diri dengan mengaji.
Sungguh aku sampai speechless dan tambah takut. Namun, Reira segera mengeyahkan pikiranku yang mulai ke mana-mana dan kami pun segera bergabung di ruang depan bersama yang lain.Â
Pukul delapan posko mulai ramai seperti biasa karena para pemuda karang taruna selalu datang dan jadinya terasa seperti nongkrong.
Aku diajak Cici ke warung satu-satunya yang berlokasi cukup jauh dari posko sebab pembalutnya tinggal sedikit. Kami naik motor, Cici menyetir dengan pelan. Sebenarnya ada salah satu anggota karang taruna yang mau menemaninya, hanya saja dia takut jadi perbincangan warga setempat. Makanya dia mengajakku.Â
Kami mengobrol banyak hal hingga Cici mulai membeberkan rahasianya. Pernah suatu malam dia bermimpi ada sosok berambut panjang mengetuk jendela kamar mereka. Rambut panjangnya menutupi seluruh wajah dan itu terlihat jelas di jendela. Sejak itu dia tidak pernah mau tidur menghadap jendela.Â
Kami pun segera pulang setelah selesai membeli. Begitu mendekati posko, jelas terasa bahwa aku dan Cici sangat tegang. Kami yang tadinya tertawa-tawa kini hanya mendengar suara angin.Â
Begitu akan membelok di pekarangan rumah, Cici tiba-tiba saja membanting setir dan berteriak kencang. Aku yang kaget sempat menatap ke depan dan tak sengaja melihat sosok berambut panjang berdiri di depan sana.Â
"Aaaa!!!!"Â
Kami berdua terpelanting bersama motor dan setelah itu kurasakan semuanya gelap.Â
Aroma minyak kayu putih lamat-lamat membangkitkan kesadaranku. Setelah duduk, kulihat Cici sudah bergabung bersama teman-teman lain. Kurasa mereka sudah tahu kronologi ceritanya. Bahkan mereka sedang bergantian bercerita dan pemuda karang taruna juga berkata di rumah ini memang sering ada penampakan, khususnya di depan sana. Meski sebenarnya takut, aku cukup merasa bersyukur tidak semua kami mahasiswa KKN mengalami kejadian aneh ini, hanya beberapa orang saja.Â