Analisis Good Company -- Bad Stock: PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN)
PT Media Nusantara Citra Tbk, atau lebih dikenal dengan sebutan MNC merupakan sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang media dan telekomunikasi. MNC didirikan pada tanggal 17 Juni 1997, dan kemudian melakukan pencatatan saham pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 Juni 2007, dengan kode emiten 'MNCN'. MNC merupakan sebuah perusahaan yang mengoperasikan 4 dari 11 stasiun televisi di Indonesia, yaitu stasiun televisi RCTI, MNCTV, GTV, dan iNewsTV. Selain itu, MNC juga mengoperasikan 22 channel pada televisi berlangganan yang dimiliki oleh MNC, yaitu MNC Channel. Selain televisi, MNC juga memiliki sarana media lain yaitu radio, media cetak, talent management, serta perusahaan produksi televisi yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan inti usaha dari MNC.
Pemilihan MNC sebagai perusahaan dengan kategori good company-bad stock dikarenakan perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik, namun diikuti dengan harga atau reputasi saham perusahaan yang menurun atau dapat dikatakan saham tersebut memiliki saham yang undervalue. Untuk mengetahui bahwa perusahaan MNC merupakan sebuah perusahaan yang termasuk ke dalam good company-bad stock, maka akan dilakukan beberapa analisis, yang dimulai dari analisis makro ekonomi, analisis industri, hingga analisis mikro perusahaan atau analisis langsung mengenai kinerja keuangan dan kinerja saham perusahaan.
- Analisis Makro Ekonomi
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada kuartal ketiga tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tingkat 5.06%, dimana mengalami peningkatan dibandingkan dengan kuartal pertama dan kedua tahun 2017 yang meningkat sebesar 5.01%. Walaupun pertumbuhan perekonomian pada kuartal ketiga tersebut masih berada di bawah proyeksi pemerintah dan Bank Indonesia, yang sebelumnya memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 5.2% sampai 5.4% pada kuartal ketiga di tahun 2017 ini.
Pertumbuhan ekonomi nasional ini didukung dengan adanya beberapa faktor, seperti harga dari komoditas non-migas, dan migas mengalami kenaikan harga. Ekspor yang dilakukan Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 10.44% jika dibandingkan dengan tahun 2016. Hal tersebut juga diikuti dengan adanya realisasi belanja pemerintah yang meningkat sebesar Rp 2,133 triliun, meningkat sebesar 50.1 triliun jika dibandingkan dengan realisasi belanja pemerintah pada tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi nasional ini juga diikuti dengan adanya pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 5% (YoY), yang kemudian pada kuartal ketiga di tahun 2017 meningkat menjadi sebesar 5.1% (YoY) dikarenakan alasan yang sama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu adanya pertumbuhan ekspor serta kenaikan investasi yang semakin baik.
Selain faktor dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi nasional juga tidak lepas dengan adanya pertumbuhan perbaikan ekonomi negara lain pada kuartal ketiga tahun 2017 yang menjadi mitra dagang utama Indonesia, seperti negara China yang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6.8%, dan Singapore sebesar 4.6%. Tingkat pertumbuhan PDB riil diharapkan meningkat hingga 5.3% di tahun 2018 dikarenakan adanya dukungan dari perekonomian global dan juga kondisi perekonomian domestik karena dianggap sebagai reformasi perekonomian yang berlanjut diharapkan masih terus memberikan dampak terhadap perekonomian. Tingkat perekonomian nasional juga diharapakan ikut bertambah di kuartal empat tahun 2017.
- Analisis Industri
MNC merupakan perusahaan yang berada pada sektor industri media dan telekomunikasi, dan memiliki inti bisnis yang berada pada jaringan televisi. Perkembangan zaman yang akan selalu diikuti oleh perkembangan teknologi akan memiliki dampak terhadap sektor industri media dan telekomunikasi. Menurut PwC Indonesia, pendapatan yang diberikan dari industri media dan hiburan di Indonesia dapat mencapai US$8.17 miliar di tahun 2017, dengan dominasi dari media televisi adalah sebanyak 53.8%. Keyakinan tersebut didasari oleh adanya keyakinan bahwa televisi merupakan tempat dilakukannya penayangan iklan nomor satu. Pada pertemuan yang dilakukan antara Global Entertainment dan Media Outlook 2012 -- 2021, disebutkan bahwa industri media dan hiburan di Indonesia di tahun 2021 akan memiliki pendapatan yang besar sebanyak 61% yang diperoleh dari iklan, dan sisanya berasal dari akses dan juga konsumen.
Peran televisi dalam periklanan Indonesia akan memiliki peningkatan yang signifikan dalam waktu lima tahun mendatang. Hal tersebut juga dipercaya karena masih terdapat para penonton televisi yang merupakan masyarakat yang berada di kelas menengah dan bawah, sehingga strategi iklan yang dilakukan pada media televisi dapat digunakan produk untuk menjangkau seluruh bagian masyarakat. Sedangkan industri media cetak yang memiliki kontribusi sebesar 28.4% pada pendapatan Indonesia di tahun 2016, diprediksi pada 2021 akan memiliki kontribusi yang menurun menjadi 20.4%. Tetapi, penurunan kontribusi pendapatan pada industri media cetak diharapkan tidak memiliki dampak apapun terhadap perusahaan dikarenakan perusahaan yang berada pada industri tersebut, perusahaan sudah dilengkapi dengan media online.
- Analisis Mikro Perusahaan (Laporan Keuangan)
Untuk melakukan analisis pada mikro perusahaan dapat dilakukan dengan cara melihat beberapa rasio keuangan yang tertera pada laporan tahunan atau laporan keuangan masing-masing perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis mikro perusahaan adalah Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Asset (ROA),dan Return on Equity (ROE). Sebelum menganalisis rasio keuangan tersebut, sebuah emiten dapat dilihat mengalami undervalue apabila harga saham pada hari tersebut berada di bawah nilai wajar, yang selanjutnya untuk emiten MNC mengalami undervalue akan dibahas pada tabel di bawah ini:
Dari seluruh perusahaan yang berada pada sub sektor advertising, printing, dan media terdapat 9 perusahaan yang memiliki harga saham undervalue,termasuk harga saham dari perusahaan MNC dimana harga saham MNC per 18 Desember 2017 berada di level Rp 1,255 di bawah nilai wajar sebesar Rp 1,483. Selain itu, PBV perusahaan MNC juga berada di bawah PBV sub sektor industrinya. Dari kedua hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa saham mengalami undervalue atau bad stock. Pemilihan perusahaan MNC yang dinilai sebagai good company juga dapat dilihat dari rasio keuangannya yang berupa DAR, DER, ROA, dan ROE.
Berikut adalah penjelasan mengenai kinerja keuangan berdasarkan rasio yang berada pada laporan keuangan di akhir tahun 2016:
- Debt to Asset Ratio (DAR)
Debt to Asset Ratio (DAR) merupakan rasio yang digunakan untuk melihat seberapa banyak jumlah asset yang dapat dibiayai oleh utang. Semakin kecil nilai rasio DAR, maka dapat dikatakan bahwa solvabilitas perusahaan semakin baik. Perusahaan MNC memiliki nilai DAR sebesar 0.33 atau 33% lebih besar daripada DAR sub-sektor sebesar 0.29 atau 29%. Hal tersebut memiliki arti bahwa sebesar 67% asset perusahaan dibiayai oleh modal perusahaan itu sendiri.
- Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang dapat menyatakan bahwa apabila rasio semakin tinggi maka dapat dikatakan bahwa ekuitas yang dimiliki perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan utang yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan MNC memiliki nilai DER sebesar 0.40 atau 40%. Angka tersebut berada jauh di bawah DER sub-sektor sebesar 0.70 atau 70%. Hal tersebut memiliki arti bahwa perusahaan mampu membayar hutang yang dimilikinya dengan baik.
- Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) menggambarkan rasio mengenai seberapa besar kemampuan asset yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba. Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan MNC memiliki nilai ROA sebesar 10%, dimana angka tersebut berada jauh di atas rata-rata sub sektor perusahaan.
- Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan ekuitas yang dimiliki perusahaan untuk dapat menghasilkan laba. Perusahaan MNC memiliki rasio ROE sebesar 41%, dimana rasio tersebut berada jauh di atas rata-rata ROE sub-sektor perusahaan.
- Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan laba yang dapat dihasilkan dari setiap lembar saham yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga laba tersebut dapat dinikmati oleh para investor perusahaan tersebut. Perusahaan MNC memiliki EPS sebesar 98.88, dan berada di atas rata-rata EPS sub-sektor perusahaan sebesar 7.
- Valuasi Perusahaan
1. Proyeksi EPS
Pertumbuhan EPS untuk lima tahun ke depan yang digunakan adalah sebesar 8%. Hal tersebut berdasarkan tingkat pertumbuhan EPS MNC selama lima tahun terakhir adalah sebesar 8%. Sedangkan PER perusahaan pada adalah 15.4 yang apabila sebuah PER prusahaan kurang dari 20, maka proyeksi data dilakukan sebesar 12 kali.
2. Harga saham tahun ke-5
  Harga saham tahun ke-5 dapat dihitung dengan menggunakan proyeksi EPS pada tahun 2021, kemudian dikali dengan proyeksi PER sebesar 12 kali.
  Maka dapat diperkirakan bahwa harga saham pada tahun 2021 adalah sebesar Rp 2,386.56
3. Proyeksi Dividen
   Maka dapat diperkirakan bahwa proyeksi dividen pada tahun 2021 adalah sebesar 76.66
4. Menghitung total harga saham
   Maka dapat diperkirakan bahwa proyeksi dividen pada tahun 2021 adalah sebesar  2,463.22
5. Harga wajar saham
Untuk mencari nilai harga wajar saham saat ini dilakukan dengan cara total harga saham dibagi dengan nilai risk premium (risk premium Indonesia + risk premium Amerika + suku bunga Indonesia). Risk premium Indonesia pada bulan Oktober 2017 adalah 2.43%, risk premium Amerika adalah 3.51%, dan suku bunga Indonesia sebesar 4.25%. Sehingga total dari risk premium yang digunakan adalah sebesar 10.19%.
Harga saham MNCN pada tahun 2017 seharusnya berada pada angka Rp 13,391 per lembar saham. Dari harga penutupan di tahun 2016, maka terdapat perbedaan yang cukup jauh dengan harga wajar yang seharusnya terjadi pada tahun 2017. Tetapi, perusahaan tetap bisa meningkatkan kinerja perusahaan agar harga saham dapat mencapai harga wajar sebesar Rp 13,391.
- Analisis Laporan Keuangan
- Rekomendasi untuk investor
Setelah dilakukannya analisis ini, maka rekomendasi yang diberikan kepada investor untuk melakukan investasi pada emiten MNCN. Hal ini dikarenakan MNCN merupakan sebuah perusahaan yang good company sehingga kinerja keuangan perusahaan apabila dapat terus ditingkatkan diharapkan dapat meningkatkan kinerja harga saham itu sendiri. Kinerja keuangan perusahaan ini di antara perusahaan lainnya yang berada di sub-sektor advertising, printing, dan media memiliki kinerja yang cukup baik yang dapat dilihat dari rasio keuangan yang sudah ditampilkan pada analisis sebelumnya. Â Sehingga penulis merekomendasikan untuk melakukan buy and hold saham perusahaan ini.
Walaupun mungkin pada akhir-akhir ini terjadi pembahasan mengenai revisi Undang Undang penyiaran nomor 32 tahun 2012 yang membahas untuk menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara infrastruktur multiplexing digital atau single mux operator. Dikarenakan dengan adanya infrastruktur tersebut diperkirakan akan terjadi sebuah monopoli dalam sektor ini. Hal ini akan membuat Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) tidak memiliki kemerdekaan pada publikasi konten karena adanya kekuasaan dari mux operator yang tidak dijamin dengan adanya service level agreement yang baik terhadap penggunaan infrastruktur multiplexing yang dikelola operator tunggal.
Nama: Fatri Fathiyyah Fadilah (1406621525)
*Artikel ini dibuat  untuk Ujian Akhir Semester Ganjil 7 Mata Kuliah  Manajemen Investasi dan Portofolio, Ilmu Administrasi Niaga, Universitas  Indonesia, Depok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H