Mohon tunggu...
Fatria MeilaniS
Fatria MeilaniS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Unknow

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030004

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kampung Naga dan Kearifan Lokal di dalamnya

25 Juni 2021   19:13 Diperbarui: 25 Juni 2021   19:25 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
disparpora.tasikmalayakab.go.id

Kampung Naga adalah kampung dari sekian banyak kampung-kampung adat yang ada di Jawa Barat dan masih setia menjaga tradisi nenek moyang. Penduduk Kampung Naga hingga saat ini tetap konsisten dengan pola hidup Sunda Buhun.

Secara administratif, Kampung Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan wilayah Garut dengan Tasikmalaya. Kampung ini, terletak disebuah sungai bernama Sungai Ciwulan yang mata airnya terletak di Gunung Cikuray di daerah Garut. Untuk sampai ke Kampung tersebut, harus menuruni sekitar 335 anak tangga dari batu yang dilapisi semen menuju Sungai Ciwulan.

Menurut sejarah, Naga berasal dari kata “Nagawir” yang dalam bahasa Sunda berarti tebing curam, yang secara tidak langsung membuat orang memahami lingkungan hidupnya. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, hanya saja mereka masih memegang teguh adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyang mereka.

Di Kampung Naga terdiri dari 103 rumah dan jumlahnya tidak bisa ditambah atau dikurangi karena keterbatasan wilayah. Tetapi banyak masyarakat yang menganut adat Sa-Naga meskipun tinggal di luar Kampung Naga atau di luar Kampung Neglasari. Beberapa dari mereka bahkan bertempat tinggal di Garut, Tasikmalaya, Bandung dan Cirebon. Mereka juga masih mengikuti adat yang diwarisi dari nenek moyang yang berpusat di Kampung Naga ini.

Disebelah barat Kampung Naga, terdapat hutan yang disebut Leweung Biuk dengan luasnya sekitar 1,5 hektar dan didalamnya  ada sebuah makam kramat yaitu makam Mbah Dalem Singaparna yang merupakan  nenek moyang yang menurunkan keturunan dan adat istiadat Naga di kampung tersebut.

Makam Mbah Dalem Singaparna dianggap sebagai makam kramat karena selalu diziarahi oleh warga masyarakat Kampung Naga yang bertempat tinggal disana ataupun oleh orang yang termasuk keturunan dalam adat Sa-Naga pada saat diselenggarakannya upacara-upacara adat atau kegiatan lainnya.

Ciri khas dari kampung Adat Naga lainnya juga yaitu memiliki arsitektur bangunan yang berbeda dengan bangunan pada umumnya. Mulai dari letak, bentuk, arah rumah, bahan bangunan, pola kampung, hingga perilaku kehidupan sehari hari pun semuanya mengikuti aturan dari nenek moyang. Adapun pelanggaran bagi yang melanggar aturan tersebut dianggap sebagai pelanggaran adat yang tidak hanya akan membahayakan si pelanggar tetapi juga seluruh isi kampung Naga dan Masyarakat Sa-Naga.

Di pinggiran kampung yang dikelilingi oleh kolam ikan terdapat masjid, balai kampung dan bangunan utama yang disebut Bumi Ageung. Ketiga bangunan ini menjadi pusat formasi bagi rumah-rumah disana. Tempat tersebut biasanya ramai saat upacara diadakan pada bulan-bulan sakral dan warga Naga pun diwajibkan untuk memakai pakaian adat serta mandi di sungai.

Bumi Ageung tersebut tidak boleh digunakan sebagai objek fotografi, karena bangunan yang berukuran sekitar 3x6 meter, dengan atap ijuk dan dinding anyaman bambu ini merupakan bangunan sakral, pagar bambu yang mengelilinginya pun menjadi ciri khas bahwa itu merupakan bangunan keramat,  konon Bumi Ageung merupakan tempat penyimpanan senjata pusaka berupa tombak dan keris.

Kemudian Kampung Naga berpola mengelompok dengan tanah kosong dibagian tengah dan kolam berada disebelah kampung. Rumah-rumah dan bangunan beratap memanjang ke arah timur dan barat. Pola perkampungan seperti Kampung Naga merupakan dasar dari pola masyarakat sunda, meskipun ada perubahan dari waktu ke waktu, adanya Balong (Kolam), Leuit, Pancuran, Saung Lisung, Rumah Kuncen (kepala adat), Mushola, Lapangan, Rumah suci tempat penyimpanan benda-benda pusaka, ini menunjukan pola perkampungan masyarakat Sunda. Disamping itu juga ada peraturan lain bahwa rumah-rumah atau bangungan di kampung tersebut pamali untuk di cat.

Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, dan bahan rumah terbuat dari bambu dan kayu. Atap rumah pun harus terbuat dari daun nipah, ijuk atau alang-alang, dan lantai rumah harus terbuat dari bambu atau kayu. Dinding rumah terbuat dari bilik atau anyaman bambu dan anyaman sasag. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, sekalipun mampu untuk membangun rumah tembok atau gedung.

Jauh dari hiruk pikuk ibu kota, kearifan lokal yang ada di Kampung Naga tetap terjaga. Salah satunya yaitu memilih untuk tidak menyentuh teknologi dan listrik, padahal pemerintah sempat mengupayakan akses listrik tetapi ditolak. Masyrakat Kampung Naga ingin menjaga keaslian budayanya tanpa terpengaruh oleh kemajuan teknologi dan informasi di era saat ini. Hal utama yang menjadi prioritas adalah hidup dengan melestarikan adat nenek moyang. Masyarakat di Kampung Naga tidak tertarik sama sekali dengan beradaban modern.

Makna kesederhanaan telah melekat pada masyarakat Kampung Naga sebagai pedoman hidup, memilih hidup berdampingan dengan kesederhanaan adalah cara mereka. Menurut warga Kampung Naga, manusia akan menyadari bahwa dengan hidup secara beriringan bisa dapat mencegah manusia dari timbulnya kerusakan yang bisa berpotensi merugikan.

Dulu, masyarakat Kampung Naga sempat menutup diri dari kehidupan luar, tetapi kini mereka lebih terbuka terhadap kondisi luar dan mulai menerima wisatawan yang berkunjung ke Kampung Naga.

Penyebaran nilai-nilai budaya global berdampak besar pada tatanan budaya lokal. Tanpa disadari, Jawa Barat berpeluang menjaga, memperkenalkan, dan memanfaatkan aset atau warisan budaya bagi seluruh masyarakat.  Gaya hidup yang non-kompetitif sangat terlihat secara fisik. Rumah panggung yang dibangun sesuai dengan kontur tanah, dan ditopang oleh kerangka utama dari tiang-tiang kayu.

Bagi kalian yang membutuhkan tempat untuk menyepi, berkunjung ke kampung ini sepertinya tepat. Suasana kawasan yang eksotis, serta kekayaan adat budaya yang kaya dan beragam menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung. Kampung Naga juga merupakan salah satu keunikan yang dimiliki Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun