Dalam dunia sastra, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan kritik sastra. Tapi sebelum itu, tahukah kamu apa itu kritik sastra? Suratno dkk (2010 : 15) mengatakan bahwa kritik sastra adalah studi tentang keilmuan yang berupaya menentukan nilai hakiki suatu karya sastra dalam bentuk memberi pujian, menyatakan kesalahan, memberikan pertimbangan pemahaman deskriftif, pendefinisian, penggolongan, penguaraian atau analisis penafsiaran, dan penilain sastra secara sistematis dan terpola dengan metode tertentu. Pradopo (1994) juga mengatakan bahwa kritik sastra adalah ilmu sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberikan penilaian, dan memberikan keputusan bermutu atau tidak suatu karya sastra yang sedang dihadapi kritikus. Selain itu, Pradotokusumo (2005) menjelaskan bahwa kritik sastra dapat didefinisikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang sastra) yang menganalisis, menafsirkan, dan mengevaluasi teks isi sastra sebagai karya seni. Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kritik sastra adalah studi tentang keilmuan yang berupaya menentukan nilai hakiki suatu karya sastra dalam bentuk evaluasi seperti memberi pujian dan menyatakan kesalahan.
Seperti namanya, kritik sastra merupakan ilmu yang digunakan untuk menentukan nilai suatu karya sastra. Salah satu karya sastra yang dapat dikritik adalah puisi. Puisi adalah karya sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima serta penyusunan larik dan bait. Di Indonesia, puisi sudah berkembang pesat dan nukan merupakan karya sastra yang asing di masyarakat. Puisi-puisi tersebut dibuat memiliki makna dan pesan yang akan disampaikan kepada pembacanya. Salah satu puisi karya sastrawan Indonesia yang dapat dikritik sastra adalah puisi milik Chairil Anwar yang berjudul “Huesca”. Puisi ini merupakan puisi saduran dari puisi milik John Cornford dengan judul “To Margot Heinemann”. Puisi saduran adalah puisi hasil gubahan dari puisi aslinya yang disesuaikan dengan maksud pihak penggubahnya. Puisi ini mengganti nama pelaku, tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita atau mengubah bentuk penyajian.
Tahapan dan hasil kritik sastra terhadap puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Huesca”
Tahap Deskripsi
Pada tahap deskripsi, kritikus melakukan kegaiatan memaparkan data apa adanya. Kegiatan deskripsi data ini dilakukan dari proses membaca yang intensif dan mengungkapkan data temuannya tanpa dibumbui penyedap sajian, tanpa penafsiran dan analisis. Tahap ini harus dipahami lebih lanjut sebagai bahan kajian karya sastra pada tahap penafsiran dan analisis yang akan dilakukan berikutnya.
Pada tahap ini, penulis memilih puisi berjudul “Huesca” karya Chairil Anwar. Chairil Anwar merupakan sastrawan terkenal angkatan’45 yang dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang”. Chairil Anwar lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan dan wafat pada 28 April 1949 di Jakarta. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi, salah satunya adalah puisi “Huesca” yang dibuat pada tahun 1948. Puisi “Huesca” ini merupakan puisi saduran dari puisi milik John Cornford dengan judul “To Margot Heinemann”. Puisi saduran adalah puisi hasil gubahan dari puisi aslinya yang disesuaikan dengan maksud pihak penggubahnya. Puisi ini mengganti nama pelaku, tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita atau mengubah bentuk penyajian. Namun hingga saat ini, puisi “ Huesca” ini masih menjadi perdebatan apakah itu saduran atausudah termasuk dalam ranah tindak plagiarisme.
Puisi “To Margot Heinemann” yang menjadi patokan Chairil Anwar ini ditulis John Cornford ketika tergabung dengan Brigade Internasional, dalam perang saudara di Spanyol yang ditujukan kepada kekasihnya. Berikut puisi “Huesca” karya Chairil Anwar.
"HUESCA"
Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku
Bayangan yang bikin tinjauan beku
Angin yang bangkit ketika senja
Mengingatkan ku musim gugur akan tiba
Aku cemas akan kehilangan kau..
Aku cemas pada kecemasanku
Di batu penghabisan ke Huesca
Di batas terakhir dari kebanggaan kita
Kenanglah sayang, dengan mesra
Kau kubayangkan di sisiku ada
Dan jika untung malang menghamparkan
Aku dalam kuburan dangkal
Ingatlah sebisamu segala yang indah
Dan cintaku yang kekal.
Tahap Interpretasi
Tahap Interpretasi merupakan tahapan kritik sastra yang berisi kegiatan penjelasan atau penerangan/ pembentangan apa yang terdapat dalam karya sastra. Penjelasan karya sastra berarti menangkap maknanya, tidak sekadar menerangkan apa yang tersurat saja, tetapi menerangkan juga apa yang tersirat dengan mengemukakan pendapat sendiri.
Puisi “Huesca” karya Chairil Anwar pada hakikatnya merupakan sebuah puisi yang ekspresif yang mana mampu mengungkapkan suasana hati penulis yang masih muda, penuh dengan gejolak jiwa muda yang terpaksa arus meninggalkan kekasih yang sangat dicintainya untuk bergabung dengan para pejuang. Sewaktu membaca puisi ini penikmat puisi seolah-olah dihadapkan pada sebuah situasi yang berat, perang merupakan pilihan yang tidak dapat ditolak dalam situasi revolusi. Pada bait-bait puisi, penyair dihadapkan pada pilihan yang serba sulit, meninggalkan kekasihnya dan bergabung dalam front sosialis International Brigade. Puisi Huesca lebih menekankan pada sifat manusia yang kehilangan jiwa, tidak mempunyai rasa kemanusiaan lagi sehingga tegasaling membunuh, bahkan dengan saudaranya sendiri. Dilihat dari diksi yang digunakan, jelaslah bahwa puisi ini juga mengungkapkan suasana hati penyair yang masih muda, sedang jatuh cinta tetapi cemas karena terpaksa harus pergi meninggalkannya. Hal tersebut tampak pada baris ketiga dan keempat bait kedua //Aku cemas akan kehilangan kau..//.
Tahap Analisis
Tahapan kritik sastra yang selanjutnya adalah tahap analisis. Tahap ini berisi kegiatan menguraikan data, dimana kritikus dapat mencari makna, membanding-bandingkan dengan karya sastra lain yang sejenis dan setema, membandingkannya dengan sejarah atau kenyataan sebenarnya yang ada di masyarakat. Pada dasarnya, antara tahap interpretasi dengan analisis tidak dapat dipisahkan secara mutlak.
Puisi “Huesca” karya Chairil Anwar merupakan puisi saduran dari puisi milik John Cornford dengan judul “To Margot Heinemann”. Puisi saduran adalah puisi hasil gubahan dari puisi aslinya yang disesuaikan dengan maksud pihak penggubahnya. Puisi ini mengganti nama pelaku, tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita atau mengubah bentuk penyajian. Namun hingga saat ini, puisi “Huesca” ini masih menjadi perdebatan apakah itu saduran atau sudah termasuk dalam ranah tindak plagiarisme.
Sejak tahun 1948, puisi “Huesca” karya Chairil Anwar telah menggemparkan Indonesia. Puisi ini dikenal hingga tahun 60-70an. Selain memiliki makna yang indah, berupa pengungkapan suasana hati penulis yang masih muda, penuh dengan gejolak jiwa muda yang terpaksa harus meninggalkan kekasih yang sangat dicintainya untuk bergabung dengan para pejuang, puisi ini memiliki maksud dan kisah disebaliknya. Pada bait pertama, Chairil Anwar telah menunjukkan, menerjemahkan, khususnya puisi, bukanlah mengikuti sesuatu yang sudah ada, melainkan mencipta. Ia melintasi asal-usul. Dalam bentuk aslinya, "Huesca" adalah empat bait yang akrab dengan hidup seorang John Cornford. Penyair Inggris itu menulis puisinya sebelum ia tewas dalam Perang Saudara Spanyol pada hari ulang tahunnya, 27 Desember 1936. waktu itu, umurnya baru 21 tahun. Sebelumnya, dalam pertempuran di Madrid melawan pasukan Fasis, ia terluka di kepala. Puisi itu lahir ketika ia dirawat: sebuah sajak cinta yang murung, di saat hidup akrab dengan kematian.
Jiwa di dunia yang hilang jiwa
Jiwa sayang, kenangan padamu
Adalah derita di sisiku
Bayangan yang bikin tinjauan beku
Di sini Chairil Anwar tak mengungkapkan apa yang tersirat dalam sajak penyair Inggris itu. //Jiwa di dunia yang hilang jiwa berbeda dengan kalimat //the heart of the heartless wordl//. Kata "heartless" sama dengan "tak berperasaan" atau "bengis". Kata "hilang jiwa" bisa berarti "mati".
Tahap Evaluasi
Tahapan terakhir dalam kritik sastra adalah tahap evaluasi. Pada tahap ini kritikus dapat melakukan pujian dan cibiran. Pengimplementasian tahapan evaluasi pada puisi “Huesca” Karya Chairil Anwar adalah terdapat penerjamahan dari puisi aslinya yang sangat baik. Chairil Anwar mampu menerjemahkan untaian puisi yang singkat menjadi puisi terjemahan yang singkat pula. Terlepas dari itu, Chairil Anwar juga menggunakan diksi yang elok nan apik dan dapat dipahami maknanya sesuai dengan makna yang ingin disampaikan oleh penulis aslinya. Terlepas dari sisi positifnya, ternyata juga ada sisi negatifnya, yakni Chairil Anwar tidak mencantumkan sumbernya saat menerjemahkan puisi tersebut. Seharusnya beliau mencantumkan sumbernya agar tidak tertuduh Tindakan plagiasi.
Itu tadi mengenai kritik sastra terhadap puisi milik Chairil Anwar yang berjudul “Huesca”. Hingga saat ini, puisi “Huesca” ini masih menjadi perdebatan apakah itu saduran atau sudah termasuk dalam ranah tindak plagiarisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H