Aku dilahirkan dari tinta dan kertas,
menyimpan mimpi dalam barisan kata yang jelas.
Namun kini, aku terkunci rapat,
di balik sampul yang tak pernah disambut hangat.
Setiap halaman memuat harapan,
 cerita tentang dunia, cinta, dan keberanian.
Tapi tak satu pun tangan menyentuhku,
aku hanya berdiam, merindu waktu.
Mimpi-mimpi ini mulai memudar,
seperti senja yang ditelan gelap sebentar.
Aku bertanya pada angin yang lewat,
 akankah ada yang membukaku, meski terlambat?
Aku bukan sekadar benda tak bernyawa,
aku adalah jendela, pelita, surga kata.
Namun jika tak pernah dibuka,
aku hanyalah mimpi yang mati tanpa suara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H