Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan, "Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kiai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami."
Melalui terjemahan Kiai Sholeh Darat itulah Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu sebuah ayat yang berarti, "Allah adalah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). (QS Albaqoroh: 257)
Dalam banyak suratnya kepada Abendanon, Kartini banyak mengulang-ulang kalimat "dari gelap menuju cahaya" yang ditulisnya dalam bahasa Belanda:Â "Door Duisternis Toot Licht." Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang", yang kemudian menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya.
Kiai Sholeh Darat membawa Kartini dalam perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) mulai berubah.
Perhatikan surat Kartini bertanggal 27 Oktober 1902 kepada Ny Abendanon.
"Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban. Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan."
Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis;
"Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai."
Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis;
"Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah."
Kartini meninggal pada usia muda, 25 tahun. Ia lahir tanggal 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904, empat hari setelah anak pertamanya lahir pada 13 September 1904.
Kemunculan Kartini sebagai perempuan priyayi yang terdidik, dianggap pembuktian kepada masyarakat Eropa bahwa Belanda "berhasil" mendidik negeri jajahannya. Karena Kartini sendiri mulai dikenal di Belanda sekitar 7 tahun setelah meninggal, tepatnya tahun 1911. Tahun di mana buku yang memuat surat-suratnya kepada para sahabat penanya di Belanda, Door Duisternis Tot Licht atau "Habis Gelap Terbitlah Terang" diterbitkan dan disunting oleh tokoh Politik Etis, HJ Abendanon.
Memaknai Perjuangan Kartini
Banyak perempuan yang salah memaknai perjuangan Raden Ajeng Kartini. Yakni dengan menganggap perjuangan Kartini adalah emansipasi menuju peradaban perempuan Barat yang diwarnai gaya hidup hedonis, materialistis dan serba mewah.