Mohon tunggu...
fatmasari titien
fatmasari titien Mohon Tunggu... Penulis - abadikan jejak kebaikan, jadikan hidup penuh manfaat

ibu profesional, pembelajar dan pegiat sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Menjadi Generasi Sandwich (Bagian 2)

6 Desember 2020   17:09 Diperbarui: 6 Desember 2020   17:32 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai... jumpa lagi dalam bahasan 'Bahagia Menjadi Generasi Sandwich." Emang generasi sandwich bukan beban? 

Udah baca "Bahagia Menjadi Generasi Sandwich (Bagian 1)"? Sudah dong ya...

Memang, menjadi generasi sandwich berarti ada tanggung jawab ganda yang harus dipikul, tapi juga ada lebih banyak hadiah yang dapat didulang. Kok bisa? Bisa dong, orang tua Chibi Maruko Chan saja bisa membawa kebahagiaan dalam keluarga besarnya kok, kami dan kalian pasti juga bisa. 

Sebenarnya, apa sih yang dirasa memberatkan bagi  generasi sandwich?

1. Susahnya memahami orang tua

Ada banyak individu yang mengeluhkan susahnya menghadapi orang tua mereka. Apalagi bila orang tua sudah mengalami penurunan panca indra, kita ngomong pelan mereka enggak dengar, kita ngomong keras mereka ngerasa dibentak. Ditanya soal A jawabnya soal B, enggak nyambung. Tapi kalau mereka cerita terus kita diam, dikira enggak perhatian, enggak mendengarkan. Sebagian orang tua juga mengalami penurunan proses berpikir dan kembali berperilaku seperti anak-anak, mudah nangis, mudah marah, tiba-tiba merajuk, dll.

Ada banyak individu yang merasa jengah ketika orang tua mereka jadi sering mengulang-ulang cerita yang sama. Juga merasa jemu bila orang tua mulai banyak bertanya hal-hal yang terdengar sepele dan tidak penting. Agaknya mereka sudah melupakan masa kanak-kanaknya yang cerewet dan orang tua mereka di masa itu begitu sabar menghadapinya.

Beberapa orang tua mungkin memiliki jiwa petualang di masa mudanya. Hal ini mengakibatkan mereka merasa bete bila berdiam di rumah tanpa mengerjakan apa-apa. Sebagian dari mereka yang masih merasa sehat dan bugar acapkali pergi keluar rumah untuk menemui teman-teman masa mudanya. Sayangnya, terkadang mereka lupa jalan pulang karena peta jalan sudah berbeda dari masa dahulu. Dan ini menjadi tugas tambahan bagi generasi sandwich untuk menemukan kembali orang tua mereka dan membawanya pulang.

2. Pola pengasuhan terhadap anak yang berbeda antara generasi sandwich dengan orang tuanya

Memahami anak-anak pun tidak kalah sulitnya. Di usia balita, mereka belum pandai merangkai kata, belum bisa menyampaikan apa yang dia rasakan. Ketika mereka merasa ayah-ibunya tidak tanggap, tak jarang perilaku tantrumnya muncul. 

Pada masa-masa tantrum begini, tak jarang memicu pertengkaran antara generasi sandwich dengan orang tuanya. Mereka maunya memberi pelajaran pada anak-anaknya dan mengabaikan tantrumnya. Orang tuanya ikut marah-marah, merasa ayah-ibunya si anak enggak peduli anaknya dibiarkan tantrum. 

Tak hanya usia balita, anak-anak usia sekolah dan remaja pun tak jarang menimbulkan konflik antara generasi sandwich dengan orang tuanya. Masalahnya, cara mengasuhnya tak jarang berbeda. Kakek-nenek biasanya cenderung lebih memanjakan cucu mereka ketimbang ayah-bundanya. Al Bila ayah-bunda melarang, kakek-neneknya membolehkan. 

Bila ayah-bunda menghukum demi kebaikan si anak, kakek-neneknya menjadi pihak yang meringankan atau bahkan membebaskan cucunya yanpa sepengetahuan ayah-bundanya. Beberapa generasi sandwich merasa kehadiran orang tua (kakek-nenek) di rumah mereka hanya akan membuat anak-anaknya jadi susah diatur, sehingga mereka lebih memilih tinggal terpisah dengan orang tua.

3. Merasa saudara yang lain lebih mampu secara ekonomi untuk merawat orang tua mereka

Tak bisa dipungkiri, merawat orang tua juga membutuhkan biaya, apalagi bila mereka memiliki masalah kesehatan yang serius. Sementara itu, mengasuh dan membesarkan anak-anak pun sudah banyak menguras biaya. Kebutuhan makan-minumnya, pakaiannya, sekolahnya,belum kebutuhan lainnya. Bagi generasi sandwich yang bukan anak tunggal, terbuka peluang untuk berbagi kewajiban bersama saudara-saudaranya. Sebagian dari mereka menolak tugas ini karena merasa ada yang lebih mampu secara ekonomi ketimbang mereka. 

Adanya mindset seperti di atas, menjadi sebab bagi sebagian individu enggan memikul tugas sebagai generasi sandwich.  Sebagian bahkan menyerahkan orang tuanya ke panti jompo. Sebagian lagi pura-pura lupa bila masih punya orang tua dan memilih tinggal di kota yang berbeda. Bener-bener memutus hubungan dengan orang tua mereka. Tega nian....

Lalu bagaimana caranya agar bahagia menjadi generasi sandwich? Anda harus merubah mindset  seperti di atas dulu.

1. Mengingat perjuangan dan pengorbanan orang tua

Setiap orang tak pernah terlahir langsung menjadi tua. Dia pasti melewati masa menjadi seorang bayi, anak-anak, dan remaja sebelum beranjak dewasa serta menikah dan punya anak. Dan setiap orang tidak akan bisa melewati semua fase itu tanpa merepotkan orang tua. Bagaimana ibunya dulu mengandungnya dengan susah payah, menyusuinya, merawatnya ketika sakit. Bagaimana ayahnya dahulu bekerja keras siang dan malam untuk mencukupi kebutuhannya. Doa dan restu mereka yang mengiringi langkah-langkah kita hingga mencapai kesuksesan dan kemapanan. 

Kita tidak akan bisa menghitung perjuangan dan pengorbanan mereka, bahkan bila segala sesuatu yang kita miliki  pun tak akan memadai untuk membayarnya.

2. Berbesar hati atas perhatian dan kasih sayangnya pada anak-anak kita

Mengasuh dan membesarkan anak-anak sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi apabila ayah dan bundanya sama-sama bekerja. Kehadiran kakek dan nenek akan mengisi ruang-ruang dan waktu yang tidak bisa dipenuhi ayah-bunda. Memang, secara materi mungkin apa yang diberikan ayah-bunda bisa saja lebih dari cukup untuk anak-anak. Namun ingat, mereka punya mulut yang ingin didengar celotehannya, ceritanya, curhatannya. Mereka juga punya telinga yang ingin lebih banyak mendengar segala sesuatu yang ingin ditanyakan pada ayah-bundanya. 

Ayah-bunda yang sibuk bekerja tentunya tak punya banyak waktu untuk itu. Ayah-bunda sudah membawa teramat banyak lelah saat pulang, dan biasanya lebih suka mengurung diri di kamar untuk istirahat atau memanjakan diri mereka sendiri. Kehadiran kakek-nenek di rumah, bisa menjadi tempat bertanya dan berbagi cerita bagi anak-anak. Meski terkadang terjadi kesalahpahaman dan perbedaan pengasuhan, tetaplah beryukur karena  orang tua telah ikut membantu sebagian tugas kita dengan memberi perhatian dan kasih sayang untuk anak-anak.

Pun terkadang orang tua juga bisa menjadi tempat curhat dan berbagi cerita ayah-bunda setelah seharian berlelah-lelah dalam pekerjaan. Juga saat ada masalah dengan pasangan, tak jarang kehadiran orang tua dapat memberikan solusi dan menjadi mediator terbaik bagi ayah-bunda.

3. Meyakini besarnya pahala yang dijanjikan Allah

Agama mengajarkan agar seorang anak selalu berusaha untuk patuh dan berbuat baik kepada orang tuanya. Bilang 'ah' saja tidak boleh, apalagi bicara kasar. Perjuangan, pengorbanan, doa dan restu merekalah yang menjadikan Allah ridho kepada kita sehingga bisa meraih kesuksesan dan kemapanan. Bahkan meski orang tua berbeda keyakinan, kewajiban berbuat baik dan menyayanginya tetap ada.  

Orang beriman tidak akan jatuh miskin karena merawat orang tuanya. Setiap apa yang kita keluarkan untuk merawat dan menyayangi orang tua, akan diganti Allah dengan rejeki yang berlimpah dan penuh berkah. Itu yang harus diyakini generasi sandwich.

Selain itu, adanya pahala surga yang merupakan puncak kenikmatan yang tak ada bandingannya dengan sesuatu apapun di dunia. Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Bahkan ada ungkapan bahwa surga terletak di bawah kaki seorang ibu. Maka rugilah seorang anak yang mendapati masa tua kedua orang tuanya tetapi tidak bisa masuk surga, karena menyia-nyiakan mereka. 

Lalu, bagaimana dengan anak-anak generasi sandwich di masa depan? Akankah mereka juga menjadi generasi sandwich di masanya?

Yang harus dilakukan generasi sandwich di masa sekarang adalah:

1. Menunaikan tugas generasi sandwich dengan sebaik-baiknya: hadapi, jalani dan nikmati. Buat orang tua dan anak-anak kalian merasa beruntung dan berbahagia karena memiliki kalian. Kebahagiaan mereka akan berbuah bahagia pula untuk kalian.

2. Perbanyak menabung dan sedekah untuk hari tua agar dapat membantu meringankan tugas anak-anak kalian dalam mengemban tugas menjadi generasi sandwich.

3. Jadikan diri ayah-bunda sebagai teladan terbaik bagi anak-anak. Bagaimana ayah-bunda memperlakukan orang tua di masa sekarang, maka demikian pulalah anak-anak akan memperlakukan ayah-bunda di masa yang akan datang. 

Pepatah Jawa mengatakan,' sopo wonge nandur, bakal ngunduh.' Barang siapa menanam maka dia akan memanen. Menanam padi tentu tumbuh padi, menanam jagung tentu tumbuh jagung. Maka tanamlah kebaikan sehingga yang dipanen kebaikan.

Yuk, bahagia menjadi generasi sandwich....

#Demak,06122020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun