Mohon tunggu...
fatmasari titien
fatmasari titien Mohon Tunggu... Penulis - abadikan jejak kebaikan, jadikan hidup penuh manfaat

ibu profesional, pembelajar dan pegiat sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Menjadi Generasi Sandwich (Bagian 1)

5 Desember 2020   23:21 Diperbarui: 5 Desember 2020   23:25 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat gambaran tersebut di atas, sebenarnya menjadi generasi sandwich merupakan perpaduan antara beban dan kebutuhan. Bahagia atau tidaknya generasi sandwich, semua tergantung pada penerimaan pribadi mereka masing-masing. Bila dianggap sebagai beban memang akan terasa memberatkan. Namanya saja beban, tentu saja ada beratnya. 

Ilustrasinya begini,  merawat dan mendidik anak-anak saja sudah menguras tenaga, waktu, pikiran dan materi. Kebutuhan makan minumnya, sekolahnya, belum kalau sakit, dsb,  apalagi ditambah dengan orang tua .  

Apalagi bila orang tua mengalami sesuatu yang membuatnya kehilangan disabilitas anggota geraknya. Apalagi apabila orang tua sudah memasuki masa lansia, di mana mulai muncul kerewelan-kerewelan dan kemunduran proses berpikir dan daya indra. 

Maka ada kisah seorang anak atau menantu yang membentak orang tuanya ketika berkali-kali menjatuhkan piring dan gelas karena tangan mereka selalu gemetar saat memegang sesuatu. 

Maka ada kisah seorang anak atau menantu yang memarahi orang tuanya ketika mereka kesulitan menahan buang air.  Maka ada kisah seorang anak yang mengurung orang tuanya di gudang atau kamar sempit agar mereka tak mengotori lantai rumah dengan air seni maupun kotorannya. 

Sebagian orang menganggap merawat dan mengasuh anak-anak adalah kewajiban orang tua yang tak bisa digantikan. Dan menganggap  merawat dan mengasuh orang tua bukan kewajiban satu anak saja, tetapi harus ditanggung dan dibagi rata bersama saudaranya yang lain (kecuali bagi anak tunggal). 

Karenanya, sebagian orang lebih mengutamakan anak-anak mereka dan abai dengan orang tua mereka. Sebagian lagi lebih memilih mempekerjakan orang untuk melayani orang tua yang sudah tak berdaya, atau mengirim orang tua mereka ke panti-panti jompo.

 Apakah mereka bahagia? wallahu a'lam. Yang jelas itu mencerminkan tidak adanya penghargaan mereka atas pengorbanan yang sudah dilakukan orang tuanya dahulu. Dan, bisa jadi perbuatan mereka dilihat dan ditiru oleh anak-anak mereka kelak. 

Beda lagi dengan generasi sandwich yang menganggap bahwa orang tua dan anak adalah sarana mereka untuk meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Generasi ini akan selalu mengingat betapa besarnya pengorbanan ayah-bundanya dahulu.

Kemudian akan berusaha sebaik mungkin merawat dan memperlakukannya, berusaha membahagiakannya dan selalu meminta doa restunya. Karena mereka berharap ridho Allah turun tersebab keridhoan orang tuanya. Dan bila Allah ridho, maka Dia  akan menurunkan keberkahan dan rahmat-Nya yang tentu jauh lebih berharga daripada harta yang dimiliki.

Generasi ini juga akan mempersiapkan anak-anaknya dengan cinta dan kasih sayang. Mengajarkan kepada mereka cara menyayangi yang muda dan menghormati yang tua. Memenuhi kebutuhannya dan membekali mereka dengan ilmu yang bermanfaat. Karena mereka berharap kelak doa anak-anaknya dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah dan mengantarkan mereka ke dalam surga-Nya. Hal ini pun tentu jauh lebih berharga daripada semua jenis harta di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun