Mohon tunggu...
Fatmasari
Fatmasari Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pemimpi dari Kampung

Instagram : @fatmafama10 . Wattpad : heningrindu . NovelMe : Hening Rindu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Semesta Mulai Bercanda (Part 5)

26 Juni 2020   13:52 Diperbarui: 26 Juni 2020   14:19 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

5

"Kamu tahu? Khawatirku, bahagiaku, sedihku, bahkan sakitku. Semua ada padamu, semua menjadi milikmu. Tidak ada yang tersisa dalam diriku selain raga yang tidak berdaya."

_Aska_

Petang itu, tepat setelah surya sempurna menggelincirkan diri, pembicaraan yang selalu dihindari Aurum terjadi juga. Satu hal yang sangat tidak disukainya harus dilakukan juga. Seperti biasa, hampir setiap petang dia duduk di tepi pantai ini untuk menemani hari bertemu dengan kesepian malam. Hari itu dia tidak sendiri seperti biasanya, Aska menemaninya. Laki-laki itu memaksa untuk diizinkan menyaksikan indahnya tarian senja membangunkan malam. Dia tidak pernah tahu jika senja begitu indah untuk dinikmati, tapi itu dulu sebelum Aurum muncul di hadapannya. Tanpa Aurum tahu, dia selalu datang menyaksikan senja yang sama dengannya di pantai ini. Semua itu dia lakukan untuk mendalami gadis itu. Dia ingin tahu semua tentang gadis itu, dia ingin mengerti bagaimana cara membuatnya bisa dimiliki. Tidak jarang dia meminta kesediaan gadis itu untuk menyambut hatinya dan yang selalu menjadi jawabannya adalah tidak. Katanya, itu adalah hal yang tidak mungkin bisa dia berikan. Setiap kali ditanya mengapa, jawabannya selalu sama, "Aku tidak ingin menyakitimu".  Dan setiap kali Aska berucap, "Aku akan terus berusaha untuk membuatmu menerima hatiku dan memberikan hatimu untukku" sikap gadis itu akan semakin dingin dan berucap dengan tegas bahwa lebih baik Aska berhenti melakukan hal bodoh itu.

Setahun lebih Aska berusaha mendapatkan hati Aurum. Hasil yang dia dapat hanya penolakan dan banyak tanda tanya untuk itu. Kenapa? Satu tahun bukan waktu yang singkat untuk dia bisa mendapat jawaban untuk semua 'kenapa' yang ada di kepalanya, tapi nyatanya dia tidak pernah bisa. Gadis itu begitu tertutup. Dia seperti tanda tanya besar yang hidup untuk membingungkan seorang Aska yang terlanjur memberikan sepenuh hatinya. Keteguhan seseorang bisa semakin goyah jika terus berada pada titik ketidakpastian, begitu juga Aska. Dia sudah kehilangan akal, tidak tahu lagi harus berbuat apa. Banyak cara sudah dia coba untuk mencari tahu apa yang membuat Aurum sesulit itu menerimanya. Berkali-kali dia memancing gadis itu supaya bercerita, tapi hasilnya sama saja, Aurum tetap bungkam.

"Aurum." Aska ingin mendapatkan jawaban yang telah lama dicarinya. Dia tidak bisa lagi menunggu.


"Apa?"


"Tidak bisakah kau membuka hati untukku?"


"Aska, harusnya kamu tidak perlu mengulang pertanyaan yang sudah kamu ketahui jawabannya dari awal."


"Ya, aku tahu. Jawabanmu adalah tidak. Aku hanya ingin tahu alasan dibalik kata 'tidak' itu, Aurum."


"Bukankah sudah berulang kali kukatakan alasannya padamu? Aku tidak ingin menyakitimu, itu alasannya."


"Apa kamu pikir selama ini kamu tidak menyakitiku dengan tidak memberiku jawaban yang kuinginkan?"


"Aku sudah memberi jawaban yang benar dari awal, Ka. Aku sudah memintamu berhenti dari awal karena aku tidak mau menyakitimu. Sekarang kamu bertanya apa aku tidak berpikir bahwa aku menyakitimu?" Nada bicara Aurum sedikit meninggi.


"Aku tahu aku membuatmu sakit, Ka. Aku pun sakit karena kamu tidak juga mau berhenti dan pergi." Air matanya sudah tidak dapat lagi disembunyikan. Aurum menangis di hadapan orang lain. Hal yang tidak pernah dia lakukan sebelum ini.


"Aku tidak akan pergi sebelum semua pertanyaanku tentang kamu terjawab. Kenapa sesulit itu kamu membuka hati? Apa itu berkaitan dengan masa lalumu? Aku hanya ingin kamu beri tahu aku tentang semua itu." Hati Aska sakit, semakin sakit melihat gadis itu mengeluarkan air mata. Hampir dua tahun mereka dekat, dua kali dia melihat gadis itu menangis. Pertama, ketika pertemuan awal mereka di sebuah emperan toko sewaktu hujan deras. Kedua, pada detik ini dan itu karena dirinya.


"Apa kamu akan pergi setelah mengetahui semuanya?"


"Mungkin," jawab Aska lemah, "karena aku tidak mungkin terus bertahan jika yang kupertahankan saja tidak menginginkannya."


"Aku pernah menjadi paling bodoh. Membiarkan seseorang masuk dengan mudah mengambil hatiku penuh seluruh. Kamu tahu alasannya? Itu semua hanya karena aku ingin merasakan apa yang teman-temanku sering katakan. Mereka bilang jatuh cinta itu menyenangkan, meskipun kadang sakit hati juga. Awalnya semua menyenangkan memang. Bahkan aku menyalahkan semua anggapan bahwa jatuh cinta itu membawa luka. Seseorang itu membuatku merasakan samua kebahagiaan yang sebelumnya tidak pernah kudapatkan. Hal itu membuatku gelap mata, membuatku tuli, dan akhirnya membuatku hancur. Dia pergi dengan membawa seluruh hatiku. Yang lebih bodohnya lagi, pada saat terhancur itu, aku membiarkan seseorang yang tulus menggenggam harapan padaku."


"Maksudmu?"


"Seseorang yang tulus itu mengatakan bahwa aku harus bisa melupakan segala yang telah terjadi dan menyembuhkan luka hatiku. Katanya, dengan menerima cinta darinya berlahan-lahan lukaku akan sembuh. Ya, aku yang memang bodoh dalam dunia percintaan, percaya begitu saja. Untungnya tidak lama setelah keputusan konyol untuk menerimanya, aku sadar yang kulakukan tidak benar. Aku tidak bisa mencintainya dan itu semakin menghancurkan batinku. Akhirnya aku pergi, menghilang dari lingkungan yang selama ini aku tinggali. Harapanku saat itu, aku bisa membuat luka-luka batinku sembuh, tapi tidak bisa. Kurasa aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri untuk semua yang terjadi saat itu." Air mata Aurum semakin deras saja. Dia benar-benar tidak lagi bisa bersembunyi.


"Sudah  berapa lama peristiwa itu terjadi?"


"Empat tahun."


"Empat tahun? Selama itu kamu tidak bisa melupakan kekasihmu? Selama itu kamu tidak bisa memaafkan dirimu karena seseorang yang tulus itu?"


"Iya," jawabnya lemah, "dan untuk itu aku mohon padamu, pergilah. Bawa seluruh hatimu, aku tidak pantas untuk mendapatkannya."


"Aku tidak akan pergi, Aurum."


"Tapi katamu kamu akan pergi setelah mengetahui semuanya! Sekarang pergilah! Berhenti menyakiti dirimu sendiri."


"Apa bisa manusia hidup hanya dengan raganya?" Tidak ada jawaban dari Aurum. Gadis itu bungkam dengan tangisnya.


"Kamu tahu? Khawatirku, bahagiaku, sedihku, bahkan sakitku. Semua ada padamu, semua menjadi milikmu. Tidak ada yang tersisa dalam diriku selain raga yang tidak berdaya---" Aska menghentikan kalimatnya, menyeka air matanya, "jika kamu memintaku pergi, itu sama artinya kamu memintaku mati meski ragaku masih hidup. Aku akan menjadi robot sebab sudah tidak lagi memiliki perasaan." Ucapan Aska membuat Aurum semakin tergugu.


Kenapa takdir harus membuat hidupnya serumit ini? Aurum hanya tidak ingin melibatkan Aska semakin jauh mendalami sakit hati. Dia hanya tidak mau menyakiti orang lain sebab sakitnya. Tidak bisakah semesta membawa pergi saja dirinya? Supaya semuanya menjadi lebih mudah. Supaya tidak lagi dia merasa sakit karena menyakiti banyak orang.


"Aurum, kamu tidak bisa terus-terusan hidup seperti ini. Kisahmu dengan kekasihmu, kisahmu dengan seseorang yang tulus itu, semua sudah jauh berlalu. Semua itu juga bukan salahmu. Berhenti merasa bersalah. Aku yang ada di kehidupanmu saat ini, lupakan mereka."


"Tidak bisa, Aska. Aku pernah mencoba dan aku gagal. Aku tidak mau mengulang kebodohan yang sama. Aku tidak bisa." Dengan tegas Aurum berucap.


"Tapi aku yakin kamu bisa. Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku, jika kamu mau memberiku kesempatan untuk itu, Aurum. Beri aku kesempatan untuk melakukannya. Tolong." Aska sudah tidak tahu lagi harus mengucapkan apa. Dia hanya ingin Aurum membiarkannya masuk dalam dunianya. Aska yakin apa yang dilakukannya selama ini pasti ada yang membekas di benak Aurum.


"Satu tahun lebih, Ka. Apa kamu tidka merasa apa yang selama ini kamu lakukan sia-sia? Aku tidak bisa jatuh cinta padamu karena semua hatiku sudah dibawa pergi oleh orang lain."


"Aku mohon, Aurum. Beri aku kesempatan untuk selalu bersamamu, ke manapun dan kapanpun. Aku janji akan pergi jika dalam masa itu aku tidak bisa juga merebut hatimu."


Harusnya petang itu Aurum tidak menyetujui penawaran konyol itu. seharusnya dia tetap teguh pada apa yang menjadi peganggannya selama ini. seharusnya dia tidak mengulangi kesalahan yang bahkan masih dia simpan sakitnya sampai saat ini. Sekali lagi, mungkin takdir ingin bercanda dengannya, dengan seluruh kecamuk dalam hati dan pikirnya, dia membuat kesepakatan bodoh itu terjadi.


"Berapa lama?" Aska melihat titik cahaya harapan timbul dari kalimat itu.


"Satu tahun." Dengan yakin Aska mengucapkannya.

bersambung ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun