Mohon tunggu...
Fatma Elly
Fatma Elly Mohon Tunggu... -

fatma elly, umur 63 th. 20-11-1947. ibu rumah tangga tapi senang juga menulis. pendidikan akademi hubungan internaional.untag. jakarta.islam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Khayal dan Realitas

11 Agustus 2010   10:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:07 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bergantung, memerlukan, membutuhkan, mendambakan perlindungan dan penjagaan sang ayah.

KEINGINAN DI ATAS CINTA, desakan-desakan, naluri hawa nafsu seksual, keinginan mendapatkan dan merealisir rasa cintanya pada sang ibu, yang tak tertahankan dan harus terpuaskan, membuatnya lalu membunuh sang ayah tersebut.

Baginya, sang ayah harus mati. Baru segala permasalahan keinginan nafsu, gejolak jiwa, cinta dan kesenangan, tidak akan mengalami rintangan lagi. Tidak akan terhalangi lagi. Karena sang penghalang..sudah mati! Dan harus mati! Seorang perkasa yang memberikan perlindungan dari segala macam mara bahaya yang menakutkan. Memberikan materi berupa rezki. Pemelihara dan penjaga di atas ketidakberdayaan seorang manusia yang lemah, di atas kekuatannya yang tak tertandingkan!

Sehingga berilusilah dia. Berimaginasi. Berkhayal dan berpengharapan di antara rasa takut dan harapnya, rasa cinta dan kagumnya, di tengah tekanan penderitaan desakan keinginan-keinginannya sendiri. Yang dirasakan dan ditahannya sedemikian rupa, dan tak dapat di realisasikan. Dan sang ayah tersebut, sang tuhan tersebut, harus mati dan dibunuh. Tidak boleh lagi diberikan hak hidup di atas realitas pengalaman cinta dan keinginan yang dimilikinya itu, yang mendapat gangguan dan terhalangi karena adanya sang ayah sebagai penghalang!! Sebagai saingan dan musuh!

TAK PELAKLAH, pada saat ilmu mulai digali dan dikembangkan, setelah fase agama di abad pertengahan yang telah membuat mereka muak dan benci, maka fase pencerahan dan seterusnya di abad 19, dimana sains/ilmu pengetahuan telah mengungkap rahasia alam semesta. Misteri terkuak dengan pemuan ilmiah. Fisika menemukan inti materi dalam atom, balok fondasi alam semesta. Biologi mengungkapkan bahwa kehidupan adalah hasil evolusi akibat pertarungan abadi untuk hidup (survival of the fittest). Kecerdasan (bahkan ruh) dijelaskan dengan hubungan saraf dan rangkaian reaksi kimia dalam sistem neural kita.

Sedang Sains kata Teilhard, telah menjadi “worship of matter”, agama materi.

Darwin, Karl Marx, Sigmund Freud membunuh tuhan, dan Nietsche dengan bangga turun dari bukit menyanyikan lagu Zarathusta: “Got is gestorben”. Tuhan sudah mati!”.

YA. DARI SANA-LAH nanti, ilusi dan delusi itu mulai dibentuk dan terbentuk. Di atas dan di dalam ketidakberdayaan sang manusia lemah terhadap segala sesuatu yang menimpa! Seperti juga ketidakberdayaan sang anak dalam usia dininya itu, yang meganggap sang ayah sebagai sesuatu yang perkasa dan maha melindungi, yang pada akhirnya nanti membentuk imajinasi sebagai sang tuhan, sosok ilahi yang memberikan kepuasan dan perlindungan, namun tetap jua harus dimatikan. Harus dibunuh! Karena Dialah penyebab penghalang terhadap keinginan-keinginan!

SEDANG sang manusia dewasa, yang melihat bencana-bencana kehidupan membawa kesengsaraan dan penderitaan, di mana akhir klimaknya terjadi kematian, renggutan jiwa atas raga sang diri secara paksa, yang lalu memandang dan menganggap bahwa hal itu sebagai suatu irasionalitas dari sebuah tragedi kehidupan! Dimana pada saat mereka belum bisa mengatasinya, maka perjuangan ke arah melepaskan diri dari keterpasungan dan keterkungkungan itu, harus tetap dilakukan!

LALU BERAMAI-RAMAILAH mereka mulai mengolah akal dan pikir. Menjungkirbalikkan semua yang mereka anggap khayal. Ilusi dan delusi tersebut. Gagasan yang dianggapnya bertentangan dengan realitas. Suatu kepercayaan yang tetap dipegang teguh, meskipun bertentangan dengan semua bukti yang ada.

Kemudian sang raja psikoanalisa, Sigmund Freud, memandang sifat kompulsif dari kepercayaan delusi, muncul dari dasar kebenaran tak sadar! Serta memandang agama tidak hanya sebagai “mass compulsive neurosis”, tapi juga “mass delusional psychosis”!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun