Hingga terjadilah pembunuhan terhadap para ilmuwan mereka. Seperti Galileo..1633, ketika ia dipaksa untuk menyerah pada inkuisisi.
Galileo menjadi korban yang paling sering diperingati dalam peperangan antara sains dan agama.
Sebaliknya dari itu, islam mengangkat tinggi-tinggi ilmu pengetahuan. Dan mereka yang memilikinya dibedakan beberapa derajat di ketinggian atas manusia lainnya. Meski tentu saja, dengan persyaratan iman sebagai barometer keselarasan, keserasian dan keharmonisasiannya.
“………………, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat……….” (QS 58:11)
SEMENTARA ITU, Einstein menyatakan; bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh. Agama tanpa ilmu pengetahuan buta!
LALU, bilamana kemudian, menurut sebahagian ahli Ilmu Psikologi Modern dikatakan bahwa orang ber-agama jiwanya mengalami gangguan dan tidak-normal, alias gila, apakah ini benar?
Bukankah malah sebaliknya, di balik analisa sadar dan bawah sadarnya itu, tidakkah kita menemukan orang-orang yang menjadi terganggu jiwanya?
Bahkan, pada bulan Mei 1975, seorang psikolog Amerika yang bernama Gicub Morino melakukan bunuh diri pada usia 70 tahun.
Kenapa beberapa psikolog di Barat melakukan bunuh diri, padahal mereka mengklaim sebagai orang-orang yang paling memahami jiwa manusia? mampu menerapi dan memperbaikinya?
KELEMAHAN KEIMANAN dan ketidak-pengetahuan mereka tentang Allah Subhanahu wata’ala, barangkali adalah penyebab hilangnya kepercayaan psikiater tersebut terhadap dirinya sendiri. Ditandai dengan hancurnya nilai-nilai akhlak dan sifat luhur di kalangan mereka!
Sementara Islam dengan makna akhlak yang baik, mencerminkan dan memperlihatkan perilaku bertanggung-jawab di dalam peri kehidupan yang ditempuh dan dijalaninya. Di atas konsekuensi iman dari agama yang diyakini dan dianutnya itu.