Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akibat Menonton Film Tidak Sesuai Umur

28 Juni 2022   13:47 Diperbarui: 28 Juni 2022   15:26 1786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kamu pernah menonton film yang tidak sesuai umurmu?

Saya pernah.

Bahasan kali ini  lebih ke genre-genre berbahaya, rating dewasa yang tidak boleh ditonton anak dibawah umur. Seperti contoh pembunuhan sadis, pelecehan seksual, sekte sesat seperti penumbalan dan kanibalisme, serta film-film thriller yang bermuatan tekanan psikologis berat. 

Menonton film semacam itu ketika belum cukup umur sangat berbahaya karena anak atau remaja yang belum mampu menyerap informasi tersebut, akan mengalami penurunan fungsi otak. 

Apapun bentuknya, bukan hanya film, bisa saja gambar langsung maupun tidak langsung. Hal itu dapat menyebabkan otak anak tidak bekerja secara normal. Mereka terlalu cepat menerima konten yang sulit dicerna.

Mudahnya seperti ini, seorang bayi berumur satu bulan harusnya minum susu, namun diberi makanan padat. Apa yang terjadi? Tentu bayi tersebut akan muntah dan sakit, meskipun tidak menimbulkan kematian namun kondisi bayi pasti kritis dan membahayakan. Sama seperti remaja, belum waktunya dicerna namun sudah mengonsumsi film dewasa. 

Tidak menimbulkan kematian, namun dapat menimbulkan kondisi abnormal psikologis, tekanan dan trauma aneh yang tak bisa dijelaskan, karena itu bukan berasal dari hal yang dialami secara langsung. Kondisi-kondisi itu cukup berbahaya untuk tumbuh kembangnya di masa depannya nanti. Kadang ada yang cuma menonton sekali dua kali, namun tetap terngiang-ngiang dan membuat ketakutan tanpa alasan. Apalagi yang kecanduan sampai berkali-kali.

Saya punya contohnya langsung, yaitu pengalaman saya sendiri. Suatu hari, saya mengikuti kegiatan PMR ketika masih duduk di kelas 8. malam harinya teman-teman memutuskan menonton film bersama atau istilahnya kalau sekarang itu nobar atau nonton bareng. Saya ingat kalau saya tidak ikut memilih film apa. Tetapi salah satu dari teman saya merekomendasikan film yang lagi booming, yaitu "Bangkit dari Lumpur".

Film ini dibintangi oleh Dewi Persik. Saya menyukai artis cantik ini karena aktingnya bagus, sayangnya setelah menonton film yang ber rating dewasa ini saya jadi tidak menyukainya lagi, padahal harusnya bukan begitu ya. Tapi tidak tahu kenapa, setiap melihat Dewi Persik di televisi pasti saya teringat film yang mengerikan ini terus. 

Ada adegan pembunuhan sadis dan menyeramkan di film ini, sayangnya saat itu teman-teman malah pada tertidur dan saya pun menontonnya sendirian. Banyak adegan yang membuat saya takut terutama hantu yang tidak wajar dan pressure dalam film itu sendiri seperti suara mencekam dan pencahayaan yang gelap. Saat itu saya sangat sangat benci film horor. Bukan takut setannya, tapi lebih ke jumpscare nya yang bikin jantungan.

Saya sebelumnya menonton Kuntilanak seri pertama yang dibintangi Julie Estelle, namun saya menonton dengan dua kakak perempuan saya. Jadi tidak takut apalagi sampai trauma. Saya malah menikmatinya dan saya kira film horor tidak seseram kata orang. Namun berubah saat menonton film horor sendirian. Setiap berada di tempat gelap saya selalu membayangkan muncul hantu terbang entah dari mana.

Ini adalah contoh nyata, bahwa saya telah mengalami trauma aneh akibat dari menonton film yang belum waktunya saya tonton. Seolah-olah saya mengalami hal itu padahal tidak. Kemudian selain film horor tersebut ada juga yang lain. Saya menontonnya ketika lulus SMA dan seharusnya sudah cukup umur, namun saya tetap tidak bisa menerima film itu dengan akal sehat. Maksudnya benar-benar tidak bisa dijelaskan bagaimana saya trauma terhadap itu.

Kepada penggemar film tersebut saya mohon maaf. Film yang saya maksud adalah 'Midsomar'. Sampai sekarang saya masih terngiang-ngiang film ini, itu adalah film horor terakhir yang saya tonton. Saya lebih suka misteri daripada horor. Midsomar benar-benar berat. saya bahkan sampai tidak bisa makan daging selama lebih dari satu bulan. padahal tidak ditunjukkan kegiatan kanibalisme secara langsung. Niat mau senang-senang menikmati film eh malah jadi traumatis.

Sejak itu saya kemudian paham,  bahwa memang tidak seharusnya anak-anak dan remaja di bawah umur, menonton konten yang tidak untuk mereka. Bukannya membatasi namun itu memang untuk kebaikan mereka sendiri. Sampai kemarin ada film "Pengabdi Setan" adik saya yang berusia 15 tahun mengatakan sangat sangat ingin menontonnya, terpaksa saya menemaninya. Dan seri keduanya sebentar lagi keluar, saya pun mewanti-wanti agar dia tidak tahu, karena saya rasa film horor Indonesia benar-benar luar biasa mencekamnya. Meskipun ya saya sendiri menunggu film tersebut hehe.

Kesimpulannya adalah cegah anak dan remaja di keluarga kamu dan di sekitarmu agar tidak memiliki trauma gara-gara film dan konsumsi konten yang tidak sesuai umur mereka. Mulai dari keluarga yang paling dekat, tanamkan pada mereka betapa berbahaya konsumsi konten yang tidak sesuai umur. Apalagi di era digital seperti sekarang. Akses mudah, mau film, drama, gambar bahkan bacaan, bisa didapatkan gratis kapanpun dan dimanapun.

Saya melakukan beberapa kebiasaan untuk adik saya yang masih remaja di rumah, anda mungkin bisa mengikutinya. Berikut beberapa tips dari saya:

1. Temani mereka jika ingin menonton film, terutama film yang memiliki adegan dewasa. Jika anda menemaninya anda bisa men-skipnya, atau memotong adegan tersebut jika tidak bisa menemani mereka nonton.

2. Memfasilitasi film pilihan untuk mereka. Ajarkan remaja untuk meminta izin jika ingin menonton film. Anda bisa mengatakan seperti ini. "Kalau mau menonton film, bilang ya nanti tak unduhkan gratis buat kamu. Jangan unduh sendiri, hemat kuota." jadi anda bisa tahu film apa yang ingin mereka tonton.

3. Telusuri riwayat pencarian mereka di situs mana saja, cek setidaknya sebulan sekali. Seperti Google pencarian, YouTube dan semua sosmed-nya. Kira-kira apa yang mereka cari. Jika itu tidak sesuai, anda bisa menegurnya dengan kata-kata halus bukan memarahinya. Karena remaja memang memiliki rasa kepo yang tinggi.

4. Beri edukasi setidaknya setiap sebulan sekali. Bukan mengontrol, tapi mengingatkan agar berhati-hati untuk tidak mengonsumsi hal-hal yang tidak kepentingannya. Misal belajar ya belajar saja, main game ya main game saja, dan beri peringatan kalau mereka melanggar. Ini mengajarkan kalau ada konsekuensi dari perbuatan mereka.

Hal-hal di atas adalah tips dari saya pribadi. Biasanya remaja yang hobi menonton film memiliki fungsi kerja otak yang baik, karena mereka menelaah, belajar dan memahami tanpa mereka sadari, jadi jangan cegah hobi mereka. 

Baru-baru ini saya menonton salah satu film netflix bersama adik saya, dan saya memang merekomendasikannya. Yaitu "Sweet Tooth", ia bahkan tidak sabar untuk menonton serinya yang kedua. Jadi sangat bagus memberi rekomendasi konten sesuai hobi mereka yang mana hal tersebut bisa dijadikan hiburan sekaligus edukasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun