Mohon tunggu...
fatma nurazhari
fatma nurazhari Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

saya suka gemar kpop

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Perkembangan Jamu Gendong di Era Milenial

30 Mei 2023   10:53 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:58 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

          Hal yang membuat menarik dari jamu gendong adalah cara membawa barang dagangannya, yaitu digendong menggunakan kain batik, jarik, dan sebagainya. Ini adalah ciri khas perempuan Jawa dari dulu, bahkan sampai saat ini. Tidak hanya jamu, dagangan lain seperti pecel, nasi liwet, dan juga aneka jajanan juga sering dijajakan dengan cara digendong. "Menggendong" memiliki arti dan makna tersendiri. Menggendong identik dengan seorang ibu yang memomong anak kecil. Jadi, perempuan Jawa menggendong barang dagangannya (rezeki) seperti membawa anak kecil yang harus dilakukan dengan lemah lembut dan telaten.

  • Sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha

        Siapa sangka jamu sudah ada sejak zaman dahulu? Terdapat banyak sekali bukti sejarah yang menyebut bahwa jamu telah ada pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Relief yang menggambarkan pembuatan atau penggunaan jamu ditemukan pada beberapa candi di Indonesia seperti Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, Sukuh, dan Tegalwangi.

         Selain dari relief candi, jamu juga ada dalam Prasasti Madhawapura peninggalan Kerajaan Majapahit. Dalam prasasti, disebutkan bahwa profesi peracik jamu yang disebut dengan acaraki. Seorang acaraki harus berdoa terlebih dulu sebelum meracik jamu. Ia juga harus bermeditasi dan berpuasa sebelum meramu jamu.

         Semua ini harus dilakukan supaya ia bisa merasakan energi positif yang bermanfaat untuk kesehatan. Ritual ini dilakukan karena masyarakat Jawa kuno percaya bahwa Tuhan adalah sang penyembuh sejati.

          Awalnya, jamu hanya diperuntukkan bagi kalangan istana kerajaan. Namun lambat-laun akhirnya jamu mulai didistribusikan untuk masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya banyak pedagang yang berjualan jamu secara berkeliling. Laki-laki membawanya dengan dipikul, perempuan membawanya dengan digendong.

          Seperti yang telah disebutkan di atas tadi, tenaga laki-laki lebih dibutuhkan di bidang pertanian. Maka dari itu penjual jamu mulai didominasi oleh kaum perempuan yang menjajakannya dengan cara digendong.

           Saat ini, jamu tradisional masih sering dijumpai. Hanya saja cara menjajakannya sudah bervariasi, ada yang menggunakan sepeda, motor, ataupun gerobak. Meski berbeda cara menjajakannya, jamu yang dijual masih sama seperti penjual jamu gendong.

  • Perkembangan Jamu Gendong Di Kalangan Milenial

       Jamu yang dijual di internet sudah tidak berbentuk tradisional lagi dari segi label maupun kemasan meskipun secara kandungan yang ada dalam racikan air jamu masih tradisional atau alami dari tumbuhan. Sama seperti yang dikemukakan oleh Hughes dan Kapoor (2008) bahwa untuk meningkatkan perekonomian suatu usaha perlu dilakukannya pengembangan terhadap usahanya. Jika melihat dari segi profesi, jamu gendong sendiri ditujukan kepada masyarakat kelas menengah kebawah. Selain itu alasan generasi milenial tidak mengonsumsi jamu gendong karena jamu gendong biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menengah kebawah. Masyarakat menengah kebawah lebih memilih meminum jamu gendong karena harganya terjangkau dan murah namun khasiatnya lebih terasa jika dibandingkan dengan obat modern.

        Menurut ungkapan Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Semarang, Safriansyah dari Redaksi suaramerdeka.com mengatakan jika ditinjau dari segi rasa generasi milenial lebih menyukai obat modern karena tidak memiliki rasa pahit seperti pada beberapa jamu gendong. Dalam pengemasan juga diperlukan label yang kekinian sebagai usaha penyesuaian selera pasar saat ini, yang kebanyakan generasi milenial. Saat ini jamu gendong sangat sulit ditemui di wilayah perkotaan. Pernyataan ini didukung juga dengan redaksi yang mengatakan bahwa pada tahun 2000an penjual jamu gendong sangat mudah untuk ditemukan di wilayah perdesaan Brebes, Jawa Tengah. Namun sekarang jumlah penjual jamu gendong semakin langka. Ini mungkin saja terjadi karena masyarakat pada zaman sekarang lebih memilih untuk memakan atau meminum minuman yang kurang sehat atau serba instan daripada meminum jamu yang sudah jelas untuk menjaga kesehatan .

          Seharusnya profesi jamu gendong jangan sampai langka, karena merupakan warisan budaya suku Jawa dan dimana seharusnya budaya itu dilestarikan. Jamu gendong dalam citranya di masyarakat khususnya pada ranah dunia maya memiliki citra negatif yang menggambarkan bahwa sang penjual tidak hanya sekedar berjualan jamu melainkan juga dapat membangkitkan gairah seksual.

          Perancangan ini penting dilakukan untuk memberikan informasi eksistensi jamu gendong pada generasi milenial. Eksistensi profesi jamu gendong saat ini masih ada hanya saja jumlahnya sudah menurun karena sudah mulai menggunakan  transportasi modern di perkotaan. Generasi milenial masih meyakini bahwa mengonsumsi jamu racikan dari penjual jamu gendong bisa menjaga kesehatan dan menambah kebugaran. Penghasilan di luar kota atau ketika penjual jamu gendong merantau ke kota-kota memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Sehingga, perekonomian profesi jamu gendong jika sedang merantau kebanyakan meningkat. Karena biasanya jika di tempat asalnya dijual dengan kisaran harga Rp.2.000,- per gelas di kota-kota bisa naik menjadi 5000-1000 untuk jamu racikan. Generasi milenial rata-rata belum mengetahui sejarah profesi jamu gendong. Profesi jamu gendong merupakan profesi yang mampu membantu perekonomian masyarakat serta mempertahankan nilai budaya Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun