Perkembangan Jamu Gendong di Era Milenial
Fatma Nur Azhari, Mia Maya Sari
- Sejarah Jamu Gendong
    Indonesia memiliki berbagai macam budaya. Budaya menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah negara. Salah satu suku di Indonesia yang terkenal dengan keberagaman budayanya yaitu suku Jawa. Warisan budaya dari para leluhur suku Jawa salah satunya yaitu jamu gendong. Dalam sejarahnya, jamu gendong sudah ada dalam ratusan tahun lalu pada masa kerajaan Hindu dan Buddha. Pada zaman kerajaan Majapahit peracik jamu disebut juga dengan acaraki atau yang sekarang disebut sebagai penjual jamu gendong. Dahulu, jamu hanya diedarkan dengan cara berkeliling desa atau wilayah tempat jualan.
     Jamu keliling dipasarkan pertama kali melalui pesuruh dari dukun herbal bagi masyarakat yang tinggal jauh dari rumah dukun tersebut. Penjualan keliling menggunakan bakul untuk menjadi wadah dari botol-botol jamu yang sudah diolah. Awal mula tradisi istribusi jamu ini dilakukan oleh para lelaki dan perempuan. Para lelaki mendistribusikan jamu dengan cara memikulnya, sedangkan perempuan mendistribusikan jamu dengan cara digendong. Tetapi dengan seiringnya waktu, tenaga laki-laki lebih dibutuhkan dalam bidang pertanian, maka perempuan yang mengganti peran laki-laki untuk menjual jamu.
    Sejak saat itu istilah "Jamu Gendong" terkenal karena banyaknya perempuan saat itu yang berjualan jamu. Perempuan yang menjadi dominan dalam berjualan jamu menyebabkan banyak pelanggan jamu tersebut adalah para laki-laki, hal ini didorong oleh ketertarikan lakilaki pada pedagang jamu yang dinilai lemah lembut dan halus. Pedagang perempuan mempunyai ciri khas dalam berjualan seperti seringnya memakai kebaya dan kain batik untuk menggendong bakul. Hal ini masih berlangsung sampai sekarang dan menjadi sebuah tradisi turun temurun dalam dunia jamu, adapun komunitas yang cukup besar antar pedagangnya. Seiring berkembangnya zaman yang semakin modern dan serba mudah, jamu gendong perlahan mengganti cara distribusinya dengan menggunakan kendaraan seperti motor. Penggunaan motor sebagai transportasi untuk mendistribusikan jamu dinilai efektif dari menghemat tenaga sampai meraup konsumen yang lebih banyak karena waktu yang digunakan untuk berkeliling akan lebih cepat.
- Jamu, minuman warisan leluhur
    Kata jamu berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu jampi atau usodo. Jampi atau usodo memiliki arti penyembuhan menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa. Istilah jampi banyak ditemukan pada naskah kuno, seperti pada naskah Gatotkacasraya yang ditulis oleh Mpu Panuluh dari Kerajaan Kediri pada masa Raja Jayabaya.
   Jamu merupakan warisan leluhur yang sangat berharga. Minuman ini telah memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kebugaran masyarakat nusantara sejak ratusan tahun silam.
   Secara sederhana, jamu dapat juga disebut sebagai obat herbal asli Indonesia yang diracik menggunakan bahan-bahan alami untuk menjaga kesehatan dan juga menyembuhkan penyakit. Bahan-bahan yang digunakan cukup mudah ditemukan di lingkungan seperti daun, rimpang, batang, buah, bunga, dan kulit batang.
    Jamu sendiri memiliki beberapa jenis, mulai dari yang berbentuk kapsul, tablet, sachet, hingga tradisional seperti jamu gendong. Dari berbagai jenis tersebut, jamu tradisional atau yang lebih dikenal dengan jamu gendong masih digemari masyarakat dari bermacam kalangan.
- Arti dari menggendong bakul jamu
     Jamu gendong adalah jamu hasil produksi rumahan (home industry). Jamu ini dijajakan dengan cara memasukkannya ke dalam botol-botol. Kemudian, botol-botol ini disusun secara rapi di dalam bakul. Setelah itu, penjual jamu akan menggendong bakul yang berisi jamu tersebut saat berjualan. Itulah sebabnya, jamu ini dikenal sebagai jamu gendong.
     Biasanya para penjual jamu gendong memasarkan dagangannya dengan cara berkeliling setiap hari. Penjual jamu gendong kebanyakan adalah kaum hawa. Hal ini karena dahulu tenaga laki-laki lebih diperlukan dalam bidang pertanian.