Mohon tunggu...
Fatkur Roji
Fatkur Roji Mohon Tunggu... profesional -

Belum begitu produktif dalam menulis, masih kalah dengan sikap konsumtif dalam melahap tulisan-tulisan di kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maaf, Aku hanya ingin pulang.

29 April 2013   01:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:27 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat tiba di kamar apartemen, Aku bergegas untuk mandi dan membersihkan semua badan agar kelelahan ini segera menghilang dan berganti dengan kesegaran yang muncul ketika air mulai membasahi tubuhku. Entah sugesti atau emang sudah ada kepastian ilmiah bahwa air bisa menetralisir dari berbagai stress dan kelelahan akibat aktifitas seharian menjadi segar bugar. Yang jelas kondisi tubuh dan fikiran sudah fresh kembali. Dan seperti biasanya, setelah kondisi tubuh fresh, saatnya menyapa para teman dan sahabat lama lewat dunia maya. Facebook, Yahoo Messanger, Gtalk dan Skype sudah online semua, di sinilah Aku bisa menikmati surganya bandwith. Negeri ini memang jagonya dalam memberikan layanan internet, kecepatanya memang tertinggi di dunia.

Tak lama kemudian muncul  "My Mom's Calling" pada aplikasi Skype. Langsung saja tekan tombol answer.

"Haloo..!!" , Ku dengar suaranya dengan jelas.

Aku pun menjawab: "Iya ma."

"Gimana kabarmu disana??" , pertanyaan yang selalu ditanyakan ketika jarak jauh telah memisahkan ibu dengan buah hatinya.

"Baik ma, seger banget, baru kelar mandi" , ucapku.

Mama tak begitu menghiraukan ucapanku dan langsung berbicara: "Kamu sudah lama tinggal di Korea, dan sudah saatnya Kamu pulang. Papamu sakit dan sudah harus digantikan tugasnya"

Dan Aku pun mengelak: "Tapi Ma.."

"Gak ada tapi, yang ada hanyalah Kamu sudah tiba di tanah air, minggu ini juga" , jawabnya tegas.

Dan tiba-tiba komunikasi putus. Padahal Aku belum menceritakan tentang senyuman manis yang akhir-akhir ini muncul di depanku. Mama memang tak pernah memberikan ruang untuk melakukan negosiasi. Setiap keputusanya tak boleh ditolak oleh anak-anaknya, layaknya sang diktator yang memimpin sebuah bangsa, rakyat harus ikut dengan petuah dan perintahnya. Walau Mama keras dan tegas tapi beliau lembut hatinya dan tahu akan kebutuhan anaknya. Pergi negeri ini juga salah satu keputusanya yang memang menyuruh Aku untuk mengambil ilmu dari para Chaebol, sebutan untuk konglomerat negeri ini. Dan benar juga, saat ini, sudah saatnya Aku kembali. Negeriku sudah menanti kiprahku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun