Mohon tunggu...
Fatkhiyatul Faizah
Fatkhiyatul Faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi

hobi membaca novel fiksi dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Terhadap Anak dan Perempuan Korban Kekerasan Seksual

19 Juni 2023   15:30 Diperbarui: 19 Juni 2023   15:33 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perlindungan Terhadap Anak dan Perempuan Korban Kekerasan Seksual

Oleh: Fatkhiyatul Faizah

PENDAHULUAN

Membicarakan mengenai tindakan kekerasan yang terjadi di Indonesia, terutama yang menimpa pada anak dan perempuan, sudah bukan lagi hal yang dianggap tabu. Kekerasan merupakan salah satu kasusus yang memiliki angka tinggi di Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Kekerasan dapat merugikan seseorang bahkan mengancam nyawanya, sehingga menjadi tindakan yang  sangat merugikan.[1]

Secara umum, kekerasan seksual merujuk pada segala bentuk perilaku seksual yang dilakukan secara paksa atau tanpa persetujuan dari pihak yang terkena dampak. Namun, arti yang lebih spesifik, kekerasan seksual merujuk pasa tindakan pemerkosaan (rape) yang melibatkan penetrasi pada penis kedalam vagina. Definisi ini mungkim berbeda, tergantung dari penetapan hukum yang berlaku disuatu negara.

Kekerasan terhadap perempuan terjadi pada perempuan disebabkan oleh sistem nilai yang menempatkan wanita sebagai makhluk yang lemah dan rendah daripada pria. Masih banyak masyarakat yang terpinggirkan, dikuasai, dieksploitasi, dan diperbudak oleh pria. Kekerasan pada dasarnya dalah sebuah fakta yang ada dalam masyarakat saat ini, yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih cukup banyak dan sering terjadi kapan saja dan di mana saja.[2]

Bebarapa tahun belakangan ini sering kali muncul berita mengenai pelecehan terhadap anak dan perempuan. Meskipun sudah ada undang-undang yang mengatur mengenai perlindungan anak, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak orang yang tega melakukan perbuatan keji tersebut. Padahal anak adalah calon penerus bangsa yang seharusnya dijaga dan dididik, tetapi mereka dirusak oleh oknum yang tidak bertanggug jawab. Terkadang pelaku kekersan dapat ditemukan diantara orang-orang terdekat atau mereka yang memmiliki jabatan yang tinggi. Tidak jarang juga terdapat individu yang di anggap sebagai pemuka agama yang melakukan tindakan kekerasan terhadap santrinya. Bahkan dalam kalangan atasan, dosen, polisi, dan kepala desa pun kerap kali ditemukan kasus serupa.

Kekerasan seksual terjadi di semua lingkungan, mulai dari pribadi, umum, hingga pemerintah. Lingkungan pribadi merujuka pada kekerasan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki hubungan keluarga (ayah, kakak, adik, paman, kakek), hubungan kekerabatan, perkawinan (suami), atau hubungan intim (pacaran ) dengan korban. Kekerasan seksual terjadi dalam lingkungan pribadi atau dilakukan oleh orang terdekat. Selanjutnya lingkungan umum, yang berarti kasus ini melibatkan korban dan pelaku yang tidak memiliki hubungan keluarga, kekerabatan, atau perkawinan. Pelaku yang termasuk dalam kategori umum adalah majikan, tetangga, guru, rekan kerja, tokoh masyarakat, atau orang yang tidak dikenal.

Salah satu insiden kekerasan terhadap perempuan yang terjadi baru-baru ini ialah seorang wanita yang bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) di sebuah showroom mobil di Cibubur, Kota Bekasi menjadi korban pemerkosaan dan perampokan. Kejadian tersebut bermula saat kedua pelaku berpura-pura ingin membeli mobil. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Titus Ully menyatakan bahwa korban tidak berani melawan karena pelaku memberikan ancaman.[3]

Dalam kasus kekerasan seksual, masih ada banyak pelaku kejahatan seksual yang bebas berkeliaran di Indonesia. Hal ini terjadi karena banyak korban yang tidak berani melapor kepada pihak yang berwenang. Banyak yang takut untuk berbicara karena mereka tidak memiliki bukti yang cukup kuat. Padahal, pengalaman yang mereka alami dapat menyebabkan trauma dimasa yang akan datang.

Ketidak sadaran dan kurangnya pendidikan dapat memicu tindakan kekerasan seksual. Orang tua memiliki tanggung jawab besar terhadap anak-anak mereka, selain itu dukungan masyarakat juga diperlukan untuk menjaga satu sama lain dan memperhatikan masalah kekersan ini guna mencegah kekersan seksual terhadap anak-anak.oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengajak orang tua agar memberikan pendidikan seksual yang tepat pada anak-anak dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi anak-anak dari kekersan seksual.[4]

 

PEMBAHASAN

Definisi Kekerasan Seksual

 Menurut WHO, kekerasan dalam hubungan pasangan merujuk pada perilaku pasangan atau mantan pasangan yang menyebabkan cedera atau luka secara fisik, seksual, atau psikologis. Sementara itu, kekerasan seksual diartikan sebagai setiap tindakan lain yang menyangkut seksualitas seseorang secara paksaoleh siapapun tanpa memperhatikanhubungannya dengan korban dalam setiap keadaan.[5]

 Pengertian dan bentuk kekerasan seksual yang berlaku di Indonesia merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya pada Bab XIV mengenai kejahatan terhadap kesusilaan. Pasal yang menjadi focus adalah pasal 285 yang menyatakan bahwa, “barang siapa yang memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, akan dihukum karena melakukan tindakan perkosaan dan dan dapat dijatuhi hukuman penjara selama duabelas tahun.”[6]

 Sementara itu, hubungan seksual dengan perempuan dibawah umur diatur dalam pasal 287 ayat 1 yang menyatakan, “Siapa pun yang melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan di luar pernikahan, padahal ia mengetahui atau seharusnya mengetahuibahwaa perempuan tersebut belum genap lima belas tahun, atau juka usianya tidak jelas, bahwa belum saatnya untuk menikah, akan dihukum dengan penjara selama sembilan tahun paling lama.” Pasal 289-294 KUHP juga mengatur tindakan cabul sebagai salah satu kejahatan terhadap moralitas. Tindakan cabul diartikan sebagai segala tindakan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan seksual dan pada saat yang sama merusak martabat dan moral. Selain diatur dalam KUHP, pasal tentang kekerasan seksual juga terdapat dalam pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta pasal 5 dan 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan.[7]

 

Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Bebrapa bentuk kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan dan anak yaitu: (1) kekersan fisik, merujuk pada tindakan yang mengakibatkan rasa sakit, cedera, atau luka yang serius. (2) kekerasan psikis, merujuk pada tindakan yang menyebabkan ketakutan, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan kemampuan bertindak, perasaan tidak berdaya, atau penderitaan psikologis yang serius pada seseorang. (3) kekerasan seksual, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang tinggal dalam lingkup rumah tangga tersebut, dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istri untuk berhubungan seksual. Dengan kekerasan atau mengancam kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan tindakan cabul. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan. Sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan cabul.[8]

 

Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual

  • Ancaman hukuman yang tidak begitu berat dan sistem penegak hukum yang kurang efektif.
  • Asupan psikologis: konten kekerasan, seks, dan pornografi melalui berbagai media telah mempengaruhi pola piker masyarakat.
  • Pendidikan kesehatan reproduksi dan perlindungan diri seringkali ditolak atau dianggap terlalu sederhana sebagai pendidikan seks, sehingga menghambat persiapan perlindungan anak.
  • Sistem sosial yang masih mengandung kekerasan gender atau tokoh otoritas seringkali memicu meningkatnya praktik kekerasan seksual karena pelaku nkekerasan seksual seringkali dianggap tidak bersalah dan korban dianggap sebagai penyebabnya. 
  • Persepsi sosial yang berkembang dimasyarakat membuat koraban tidak berani melapor karena predator seringkali luput dari hukuman, sehingga mengakibatkan kekerasan baru naik.[9]

 

Dampak kekerasan seksual

Dampak psikologis

  • Trauma seksual, pada  perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual.
  • Merasa tidak berdaya, korban mengalami rasa takut, mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai rasa sakit.
  • Stigmatisasi, korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, dan memiliki gambarang diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidak berdayaan dan merasa bahwa merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol diri.

 Akibat dari kekerasan seksual yang dialami ada koraban yang menggunakan obat-obatan dan minuman alcohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut.

 

Dampak fisik

  • Gangguan makan
  • Terdapat tiga gangguan makan, yakni: anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating. Dalam Daily, bulimia dan anoreksia lazim dijumpai pada permpuan dewasa yang mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanak.
  • Gangguan hasrat seksual yang rendah
  • Gangguan hasrat seksual yang rendah yaitu kondisi medis yang mengindikasikan keinginan seksual yang rendah. Kondisi ini juga sering juga disebut apatisme seksual atau ketidak inginan seksual.
  • Nyeri saat berhubungan seksual
  • Dyspareunia adalah rasa sakit yang terjadi selama atau setelah berhubungan seksual. Kondisi ini bisa menyerang pria, tetapi lebih sering terjadi pada perempuan.[10]

 

Pencegahan Kekerasan Seksual

Upaya pencegahan kekerasan seksual:

Pertama, tujuan utamanya adalah untuk menghindari terjadinya tindakan kekerasan. Tindakan pencegahan ini dapat dijalankan dengan cara menyebarkan informasi mengenai Undang-Undang perlindungan anak dan perempuan, hak hak, serta dampak negatif kekerasan terhadap kesehatan dan kepribadian seseorang.

Selanjutnya, tujuan kedua adalah untuk mencegah penyebaran dan perluasan masalah kekerasan terhadap anak dimasyarakat. Kegiatan yang dilakukan harus berfokus pada permaslahan sosial yang ada agar tidak semakin meluas. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan misalnya, melarang tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan atau Undang-Undang. Menyebarkan melalui media elektronik dan cetak, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan.

Terakhir, tujuan ketiga adalah untuk mencegah terjadinya atau kambuhnya kembali tindakan kekerasan terhadap anak. olehnkarena itu, perlu dilakukan pembinaan dan pemantauan secara berkesinambungan seperti home visit, pembinaa, dan penyuluhan rutin.[11]

 

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan masih tinggi. Kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Pelaku kekersan seksual dari berbagai kalangan, dari orang terdekat yang memiliki hubungan darah hingga orang yang tidak dikenal.

Kekerasan seksual memberikan dampak yang besar bagi para koraban, mulai dari gangguan psikologis hingga fisik. Banyak korban kekerasan seksual yang takut untuk melapor karena stigma masyarat. Seringkali korban disalahkan karena dianggap memancing.

Upaya pencegahan kekerasan seksual bisa dengan menyebarkan informasi mengenai dampak negatif kekerasan seksual, sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat. Memberikan pendidikan sejak dini. Selain itu, juga bisa dengan menyebar luaskan undang-undang mengenai kekerasan terhadap anak dan perempuan.

 

Saran

Kekerasan seksual terhadap  anak dan perempuan merupakan isu yang sangat serius dan membutuhkan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya dari berbagai sector. Pertama-tama, fokus utama harus diberikan pada pendidikan untuk mengubah pola piker dan perilaku yang memicu kekerasan seksual. Pendidikan seksual yang berbasis kesetaraan gender harus diberikan sejak deni, dengan menekankan pentingnya menghargai hak individu dan menolak segala bentuk pelecehan. Selain itu, kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan tentang dampak negatif dari kekerasan seksual dan pentingnya melaporkan kasus-kasus tersebut. Tindakan pencegahan juga harus kuat, terutama penegakan hukum yang harus tegas terhadap pelaku.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Erwandi, Antonius, ‘Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak (Kajian Pendekatan Sosiologi)’, Perahu (Penerangan Hukum) : Jurnal Ilmu Hukum, 2.1 (2020), 279–96

Forum Perlindungan Korban Kekerasan ( FPKK) DIY, Rifka Annisa WCC, Panduan Pelayanan Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan Di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2021

Kurniasari, Alit, ‘Dampak Kekerasan Pada Kepribadian Anak’, Sosio Informa, 5.1 (2019), 15–24

Neherta, Meri, and Yonrizal Nurdin, Optimalisasi Peran Ibu Sebagai Pencegahan Primer Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, 2017)

Noviani P, Utami Zahirah; Arifah K, Rifdah; , Cecep; Humaedi, Sahadi;, ‘Mengatasi Dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dengan Pelatihan Asertif’, Jurnal Penelitian & PPM, 5 (2018)

Ratna Dewi P, M. Galih I, Ryan Falamy, and Nora Ramkita, Pemeriksaan Fisik Dan Aspek Medikolegal Kekerasan Seksual Pada Anak Dan Remaja, Journal of Chemical Information and Modeling, 2017, liii

Setyaningrum, Ayu, and Ridwan Arifin, ‘Analisis Upaya Perlindungan Dan Pemulihan Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Khususnya Anak-Anak Dan Perempuan’, JURNAL MUQODDIMAH : Jurnal Ilmu Sosial, Politik Dan Hummaniora, 3.1 (2019), 9

‘SPG Di Bekasi Jadi Korban Pemerkosaan, Modus Pelaku Beli Mobil’, CNN Indonesia, 2023

Tematik, Statistik Gender, and Kekerasan, ‘STATISTIK GENDER TEMATIK Mengakhiri Perempuan, Terhadap Anak, Dan Di Indonesia’, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, 2017, 1–123

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun