Mungkin setelah membaca judul diatas akan ada yang menimpali lucu.Â
"Aku nggak nanya tuh!" Â
Namun, disinilah aku sekarang. Meskipun kamu nggak nanya sekalipun, akan kuterjang itu dan terus menulis. Hihihi
Mengapa menjadi penulis?
Jawabannya mungkin bisa panjang dan terkesan omong kosong. Bahkan bisa pula begitu pendek.
Ya,suka saja. Aku tidak bisa memberikan alasan lebih mengapa menulis menjadi hobi dan kesukaanku. Ia datang tiba-tiba, seperti rasa cinta yang tidak kamu tahu bagaimana asalnya. Namun, bukanlah itu alasan paling tulus yang bisa hadir? Cinta karena cinta, uhuuk
Menulis adalah hal sederhana yang mampu menjadi obat. Apalagi bagi seseorang yang sulit membagikan perasaan dan pikirannya kepada orang lain. Ya, meskipun aku tidak se-introvert itu, tapi untuk mendapatkan seseorang yang bisa dijadikan teman berbagi itu bukanlah perkara mudah. Sedangkan untuk menulis, di depannya aku bisa menjadi versi diriku sendiri.
Meskipun begitu, menulis untuk diri sendiri amatlah berbeda dengan menulis untuk orang lain, menulis yang kelak dibaca oleh orang lain. Segala sesuatunya ada adab. Makanya, istilah mulutku harimauku sekarang bisa bermakna ketikanmu harimaumu. Bukan tanpa alasan, meskipun tulisan yang diketik masih bisa diedit, dalam kenyataanya ketikan yang hadir di jejaring sosial lebih banyak yang tidak tersaring dengan baik. Dimulai dari bahasa yang kasar hingga cemoohan yang bertebaran, meskipun mungkin komentar yang diberikan awalnya dengan niat positif, tapi percayalah teman yang baik tidak akan mengoreksi dirimu di tempat umum. Karena itu sama dengan mempermalukan.
Memberikan opini secara pendek di jejaring sosial tentu saja berbeda dengan menulis sebuah artikel. Meskipun sama-sama lahir dari olah pikir. Namun, artikel masih bisa dipertanggungjawabkan dibandingkan komentar yang bertebaran.Â
Jujur, untuk mulai menulis lebih banyak dan akan disebarkan luaskan membuatku maju mundur tak tentu. Ketakutan nantinya tulisanku akan berdampak buruk bagi orang lain juga membuatku khawatir. Namun, hati kecilku yang lain memintaku sekedar untuk mencoba siapa tahu lewat tulisan remeh milikku mampu menjadi teman orang diluar sana yang senasib. Seperti aku yang menemukan kedamaian dengan menulis, mungkin saja diluar sana ada seseorang yang ditakdirkan berjodoh dengan menulis sebagai obatnya.Â
Menjadi penulis untuk pengobatan. Ketika kamu overthinking dan mengalami kebuntuan. Daripada cuma dipikir, coba dituangkan. Pikirku saat pertama kali memilih menulis sebagai media healing. Tidak mudah memang, mengurai benang kusut di otak menjadi tulisan. Bahkan, kadang kala tulisan yang tertuang sama kusutnya. Kadang kala mampu menjadi solusi dengan memberikan jalan keluar. Kadang kala cuma menjadi sampah diatas kertas. Namun, percayalah itu memiliki kadar penyembuhannya masing-masing.Â
Satu lagi sebenarnya alasanku untuk tetap menulis. Dikala zaman telah menghadirkan bentuk retorika yang lebih modern dan apik seperti video. Menulis dapat menembus ruang dan waktu. Menembus zaman yang telah berlalu sejak lama. Setua apapun tulisannya ketika melewati sebuah zaman demi zaman itu akan menjadi manuskrip yang berharga di masa depan. Meskipun terasa remeh, mengapa tidak mulai menulis? Batinku. Apalagi dengan latar belakang yang tidak wah, menulis menjadi penghiburanku untuk sekedar berharap mampu memperpanjang usia. Â
Tetap disini, di bumi pradah
3 Mei 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI