Suatu hari cerah terdengar suara ketukan pintu.
'tok tok tok'
Terdapat seorang anak muda yang sedang berdiri di depan pintu.
Anak muda itu sedang berkunjung pada seorang yang dikenal bijak, yang sudah terkenal dimana-mana. Maka, meskipun harus jauh-jauh datang kesini, dia sama sekali tidak masalah.
"Apa yang bisa kubantu anak muda?"
Seorang laki-laki yang tidak terlalu tua membukaan pintu. Anak muda itu terkejut. Bukankah laki-laki itu terlalu muda untuk disebut sebagai seorang yang bijak?
Namun, karena keresahan hatinya yang sudah amat dalam. Berbicaralah dia.
"Begini Si Bijak,"
"Aku memiliki banyak beban di punggungku dan itu sangat memberatkanku."
Laki-laki bijak itu mendengarkan keluhan anak muda itu dengan seksama.
"Harapan orang-orang disekitarku sangatlah besar, tapi aku juga punya cita-cita yang sangat ingin kucapai."
"Aku sangat tertekan bijak." Keluh anak muda itu dengan sendu.
"Kemarilah!" Kata laki-laki bijak itu. Mengajak anak muda untuk mendekat. Ditangan kanannya terdapat segenggam butiran putih. Sedangkan tangan kirinya memegang segelas air putih.
"Kamu tahu apa ini?" Si Bijak bertanya pada anak muda itu. Lalu, dengan pelan anak muda itu mengambil sejumput butiran putih ditangan Si Bijak.
"Garam." Jawabnya singkat. Si Bijak manggut-manggut bangga.
"Anggap ini masalahmu, sebuah beban yang sedang kamu hadapi. Lalu, segelas air ini adalah dirimu." Kata Si Bijak.
Lalu, dengan cepat Si Bijak memasukkan segenggam garam itu ke dalam gelas. Mengaduknya dengan sendok.
"Rasakan!" Perintah Si Bijak kepada anak muda itu. Anak muda itu kebingungan. Namun, tetap saja perintah Si Bijak dia turuti.
"Pahit!" Teriak anak muda itu sambil melepehkan air yang dia teguk. Si Bijak tersenyum, hal itu membuat Si Muda marah.
"Aku kesini untuk mendapatkan solusi untuk masalahku. Bukannya untuk main-main!" Ucapnya semakin keras.Â
"Kita sudah setengah jalan untuk mendapatkan jawaban itu."
Lalu, diajaknya Anak Muda itu ke belakang rumah. Disana ada danau yang sangat jernih airnya. Bahkan, kamu bisa melihat bebatuan didasarnya. Meskipun terdapat beberapa ekor ikan. Air itu tidak terlihat keruh.
Laki-laki bijak itu kembali memasukkan segenggam garam kedalam danau. Lalu, dengan tangannya dia mengaduk air itu. Mengambilnya dengan gelas.
"Rasakan!" Perintahnya.
Anak Muda itupun meminum air yang disodorkan laki-laki bijak.
"Segar" Ucap anak itu takjub.
Lelaki Bijak itu tersenyum puas.
"Begitulah jawabannya anak muda," Ucapnya dengan senyum.
"Masalah yang kamu hadapi itu seperti garam yang ada dalam genggaman tangganku. Sedangkan dirimu adalah air,"
"Jika wadahmu hanya sebesar gelas ini. Maka, rasa yang akan kamu rasakan itu pahit. Sedangkan jika wadah yang kamu miliki seluas danau ini. Maka, rasa segar yang kamu rasakan." Ucap lelaki bijak itu dengan mata yang teduh.
"Lihatlah juga di dalam kolam ini, tidak hanya segenggam garam yang mampu merubahnya. Bahkan ikan, bebatuan, dan rumput tidak mampu membuatnya keruh."
"Kamu tidak bisa menghalangi masalah yang datang padamu, tapi kamu bisa memutuskan untuk menjadi air yang ada dalam gelas atau air danau itu." Ucap lelaki bijak mengakhiri penjelasannya.
Si Anak Muda pun tersenyum girang. Pertanyaan yang membuatnya jauh-jauh kesini telah menemukan jawaban.
"Terima kasih Bijak." Haturnya dengan gembira. Lalu, bergegas pulang.
Lelaki bijak itu tersenyum puas. Lalu, mengambil air danau itu dengan gelas. Untuk menjadi jawaban lain untuk anak muda yang lainnya.
it_s timatime
16 September 2022
Disarikan dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H