Mohon tunggu...
Fatima Nadine
Fatima Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 28 JAKARTA

XI MIPA 1 (15)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel "Bumi Manusia"

3 Maret 2021   12:27 Diperbarui: 3 Maret 2021   12:46 13124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Identitas buku

Judul buku : Bumi Manusia

Penulis : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Lentera Dipantara

Tahun terbit : 2018 (cetakan ke-27) 1980 (terbitan ke-1)

Jumlah Halaman: 532 halaman

2. Ringkasan isi buku

Novel Bumi Manusia mengisahkan awal pada abad ke-20, di mana Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Novel ini mengisahkan tentang dua manusia yang meramu cinta. Namun mereka harus menghadapi tatanan sosial yang berlaku di masa itu. Tatanan sosial berdasarkan golongan, di mana para penjajah dapat menempati kelas sosial yang paling tinggi sedangkan warga pribumi hanya dipandang sebagai kelas rendahan. Minke adalah pemuda pribumi yang diperbolehkan bersekolah di HBS. HBS merupakan sekolah untuk orang-orang Eropa, khususnya Belanda. Orang-orang Indonesia yang boleh bersekolah di HBS hanyalah mereka yang berasal dari kalangan ningrat atau pejabat.  Minke sangat pandai menulis. Tulisannya bisa membuat orang sampai terkagum-kagum dan dimuat di berbagai Koran Belanda pada saat itu. Sebagai seorang pribumi, ia kurang disukai oleh siswa-siswi Eropa lainnya. Minke digambarkan sebagai seorang revolusioner di buku ini. Ia berani melawan ketidakadilan yang terjadi pada bangsanya. Ia juga berani memberontak terhadap kebudayaan Jawa, yang membuatnya selalu di bawah

 

Sifat Minke yang mudah jatuh hati pada wanita ini diketahui teman-temannya, tak terkecuali Suurof. Suatu hari, ia ditantang Suurof menaklukkan hati wanita yang konon lebih cantik dari Sri Ratu Belanda. Tantangan pun bersambut. Minke mau diajak ke rumah seorang pribumi simpanan Belanda bernama Nyai Ontosoroh. Di rumah tersebutlah Minke bertemu dengan wanita yang konon luar biasa cantiknya bernama Annelies, bungsu dari Nyai Ontosoroh dan adik dari Robert Mellema.

 

Minke sangat terperdaya oleh kecantikan Annelies, tetapi messki luar biasa cantik, ia tak punya teman Indo dan totok karena berhenti sekolah. Mentalnya pun seperti bocah karena sejak kecil harus membantu ibunya di perusahaan tanpa pergaulan dengan kawan-kawan seumurnya.

 

         Seiring berjalannya waktu, Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Tapi Minke tak menyangka bahwa Annelies menjadi sangat bergantung padanya. Ia terus disurati agar kembali ke rumah Nyai untuk tinggal bersama. Pernah juga Annelies sakit parah setelah lama tak melihat Minke yang dipaksa berkunjung ke rumah orangtuanya. Minke mau saja sebetulnya tinggal bersama Annelies.  Tapi tinggal di rumah seorang Nyai membuatnya kena stigma buruk di masyarakat. Seorang Nyai atau simpanan Belanda dianggap rendah. Minke pun pernah berpandangan demikian. Untungnya ia ditegur oleh sahabatnya, Jean Marais. Berlakulah adil sejak dalam pikiran! Begitu pesan Jean pada Minke. Jangan menghakimi Nyai Ontosoroh sebagai tuna susila seperti yang dilakukan orang lain.

 

Minke pun kembali menginap di Wonokromo (rumah Annelies) sambil terus bersekolah di H.B.S. Ia sendiri sudah mulai menulis untuk koran-koran. Sebagai pribumi, Minke banyak dipuji karena mampu menulis belanda dengan sangat baik. Tapi sayangnya, banyak temannya yang berdarah Eropa sinis padanya. Mereka merasa keeropaan mereka tersaingi karena ada pribumi yang prestasinya lebih baik. 

 

         Dari Wonokromo, sebuah kabar mengejutkan tiba-tiba terdengar. Tuan Herman Mellema (ayah Annelies) meninggal dunia. Selepas itu, datang lagi sebuah kabar menggemparkan. Nyai mendapat surat dari anak kandung Mellema di Belanda bernama Ir. Maurits Mellema. Maurits adalah anak sah Herman Mellema dengan Amelia Mellema-Hammers. Maurits menuntut seluruh kekayaan perusahaan yang dimiliki Herman Mellema yang selama ini dibesarkan Nyai Ontosoroh. Bukan itu saja, ia minta hak asuh atas Annelies untuk dibawa ke Belanda. 

 

         Tuntutan Maurits diajukan ke pengadilan. Nyai bersikeras melawan meski mereka tahu bahwa ia akan kalah. Pasalnya sederhana, tak ada pribumi yang bisa melawan Belanda, apalagi yang totok. Meski perusahaan Mellema tersebut dibesarkan oleh Nyai Ontosoroh, tapi akhirnya pengadilan memutuskan untuk menyerahkannya pada Maurits. Annelies dan Robert (Kakak Annelies) diberi bagian. Tapi Robert telah pergi dan hak asuh Annelies diminta Maurits. Alasannya supaya seluruh harta Herman Mellema jatuh ke tangan Maurits. 

 

Di tengah kasus ini, Minke dengan setia berada dan membantu Nyai maupun Annelies. Ia pun banyak diterpa gossip memalukan. Misalnya, ia mendapat stigma buruk akibat serumah dengan simpanan Belanda. Ia pun rajin membalas dengan artikel-artikel buatan sendiri yang dikirim ke surat kabar langganannya. 

Tapi akhirnya ia dikeluarkan dari sekolah atas tuduhan membahayakan gadis-gadis sekolah (sebab Minke dianggap mesum dengan Nyai Ontosoroh). Temannya, Robert Suurof adalah salah satu orang dibalik gossip ini.

 

         Meski gejolak demi gejolak dialami, Minke akhirnya memutuskan menikah dengan Annelies. Ia ingin membuktikan bahwa stigma yang menempel padanya tidak benar. Ia juga ingin menahan Annelies supaya tidak dibawa ke Belanda dengan menikahinya. 

 

Sayangnya, Minke harus kembali menelan pil pahit. Pengadilan bersikeras segera membawa Annelies ke Belanda. Nyai Ontosoroh dan Minke mencari berbagai cara untuk mencegah hal ini. Bahkan teman-teman Darsam sudah berjaga-jaga di depan rumah Nyai dengan membawa celurit. Tapi aparat kolonial tetap memaksa membawa Annelies. Kerusuhan pun pecah dengan iringan takbir dari pasukan Madura. Pihak Belanda memenangkan kerusuhan dan Annelies pun dipaksa pergi dari rumahnya. Mereka kalah. Tak bisa dipungkiri bahwa Nyai maupun Minke kalah. Tapi Nyai menghibur Minke bahwa mereka sudah mencoba melawan.

 

3. Kelebihan 

Novel ini banyak memberi beberapa gambaran yang sangat jelas tentang masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan manusia di jaman kolonialisme. Alur ceritanya sangat menarik , permasalahan ditulis jelas, hampir tidak ada celah. begitu pula dengan gambaran keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Hindia Belanda, digambarkan dengan jelas.Penulis juga menekankan arti penting belajar dan memberikan pesan-pesan yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat.

4. Kekurangan

Beberapa bahasa yang dipakai terlalu puitis sehingga agak sulit untuk dimengerti. Yang membuatnya kurang digemari oleh kaum remaja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun