Kebanyakan orang bilang masa kecil adalah masa membentuk karakter dan menghasilkan kenangan berharga. Yaaa itu benar!!!
Aku Nara, gadis kecil yang tumbuh dengan keceriaan. Hidup ditengah keluarga yang lengkap dan hangat namun penuh dengan kedisiplinan. Ayahku memang bukan seorang pekerja yang memiliki pangkat namun ayah selalu menjadi penjaga didalam hidupku. Sejak kecil aku memang sering dipuji dengan kalimat - kalimat positif. Nara yang cantik, Nara yang menggemaskan, Nara Yang cerewet dan masih banyak lagi.Â
Kehidupanku tumbuh begitu menyenangkan, apalagi hidup di kampung yang jaraknya sangat dekat dengan pesisir pantai, membuat aku selalu ingin menjadi bocah petualang. Menelusuri lebatnya hutan dan menyelami dalamnya lautan.Â
Semua begitu indah hingga saat itu tiba. Hidupku hancur tak berarah, entah jalan mana yang harus aku pilih.Â
Semua berawal sejak ibuku mengajak keponakannya untuk tinggal dirumah ku. Sembari membantu ibuku yang memiliki beberapa bisnis dirumah. Tenaganya memang bisa dibilang lumayan namun entah mengapa hari itu adalah hari terburuk di hidupku.
Singkat cerita, DIA (keponakan ibuku) telah tinggal bersama dirumah ku kurang lebih satu tahun. Aku yang lumayan risih dengan sosok baru di hidupku apalagi DIA adalah seorang laki-laki. Tetapi apalah daya Ku, hanya gadis kecil yang mungkin ocehannya tidak akan pernah didengar.Â
Saat aku duduk dikelas 6 SD, aku mulai terbatas untuk bermain diluar rumah karna faktor akan menghadapi ujian sekolah. Yaaa itu adalah hal paling membosankan! Hari - hariku 24 jam dirumah, hingga suatu hari semua keluarga Ku pergi untuk mendatangi suatu acara formal sedangkan anak kecil sepertiku tidak diperbolehkan ikut. Rasa kesal menguasai diriku, membuat aku mengurung diri dikamar saat itu. Nahh, saat inilah DIA datang untuk membujuk ku mungkin? Aku tak tahu tujuannya apa?
DIA datang dan sedikit berbincang - bincang dengan ku. Singkatnya aku mendapatkan beberapa pelecehan dari sosok DIA ini. Hari itu selalu diulangnya kembali saat tidak ada orang lain dirumah ku. Entah mengapa, rasanya mulut ini tak mampu untuk membuka cerita itu, tak mampu untuk sekedar mengadu. Aku mengalami hal itu kurang lebih satu tahun lamanya. Ku simpan cerita busuk itu tanpa ada satupun orng yang mengetahui.Â
Aku baru mengerti bahwa pentingnya edukasi tentang  hal - hal negatif seperti itu sejak memasuki kelas 2 SMP. Apalagi untuk aku sebagai anak gadis yang masih terbilang lugu.Â
Sejak SMP aku selalu menyibukkan diriku diluar rumah, rasanya rumah adalah tempat yang selalu mengingatkan ku tentang hari itu.Â
Aku kesal, aku marah dan mungkin aku membenci diriku sendiri. Hingga membuat aku trauma dengan sosok laki - laki. Aku bida terbilang sensitif jika ada laki - laki yang mencoba mendekati, bagiku itu hanyalah sebuah nafsu yang ingin dituangkan di diriku. Aku takut dengan kekerasan, aku takut dengan bentakan hingga semuanya aku akhiri.
Semakin berjalannya waktu, aku semakin tumbuh dewasa menjadi gadis yang cantik dan manja. Hingga aku bertemu dengan seseorang yang mengubah semua pemikiranku. Dia yang membuat aku berani, membuat aku tangguh, membuat aku tahan akan semua badai yang menerpa. Aku temukan dia saat aku berusaha mendewasakan diriku sendiri.
Aku tak menyalahkan keluarga atau orang - orang yang berada di sekitarku. Aku sudah berdamai dengan hari itu. Walaupun lukanya masih membekas di diriku. Aku maafkan....
Terima kasih Nara, kamu harus tumbuh dan belajar dari masa kecil yang penuh dengan luka namun kamu juga harus bangga kemampuanku untuk bisa menjelajahi hidup yang curam ini....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H