Mohon tunggu...
Fatimah Purwoko
Fatimah Purwoko Mohon Tunggu... Freelancer - Perempuan biasa

jika memang ingin sedikit saja merasakan bagaimana menjadi Tuhan, berkaryalah.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kelestarian Penyu Terancam

27 Maret 2022   00:00 Diperbarui: 27 Maret 2022   00:06 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tahukah kamu, kalau Pantai Selatan (Pensela) merupakan salah satu habitat penyu untuk bertelur? Sayangnya, eksositem laut mulai mengalami kerusakan. Akibatnya, kelestarian penyu jadi terancam.

Salah satu komunitas yang aktif menyuarakan pentingnya kelestarian ekosistem laut bagi penyu adalah Aksi Konservasi Jogja. Dalam menyambut Hari Hutan Sedunia, komunitas yang berdiri sejak tahun 2020 ini pun mengajak berbagai komunitas untuk ikut ambil bagian. Saya turut bergabung. Kegiatan kali ini kami isi dengan menanam pandan laut di Pantai Pelangi, Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Peserta aksi berkumpul untuk menerima pengarahan sebelum penanaman bibit pandan laut./Dokumentasi pribadi
Peserta aksi berkumpul untuk menerima pengarahan sebelum penanaman bibit pandan laut./Dokumentasi pribadi

Founder Aksi Konservasi Jogja, Daru Aji Saputro menjelaskan, pandan laut merupakan tanaman yang sangat sesuai dengan ekologi Pansela, termasuk Pantai Pelangi. Sebab pandan laut dapat mencegah terjadinya abrasi.

Tapi, ada fakta menarik lain yang diungkap mahasiswa Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini. Daru membeberkan, pandan laut memiliki fungsi yang istimewa terhadap telur penyu. Hal itu diketahuinya melalui beberapa literasi yang dia baca. "Keberadaan pandan laut dapat menurunkan suhu telur penyu," ujarnya dalam perbincangan.

Daru menegaskan bahwa suhu pengeraman telur penyu ternyata penting. Pasalnya, saat suhu terlampau tinggi, kemungkinan besar telur yang menetas hanyalah betina. Hal ini tentu berpotensi mengancam kelestarian penyu. Sebab untuk bereproduksi, betina harus dibuahi oleh penyu jantan. "Kalau diatur (suhu pantai, Red) bisa lembab, perbandingan jantan betina bisa 1:1. Jadi bisa meningkatkan keberhasilan reproduksi penyu," jabarnya.

Perbincangan kemudian beralih dengan Pengelola Konservasi Penyu Pantai Pelangi yang bernama Sarwidi. Pria 57 tahun ini mengaku prihatin dengan ekosistem laut yang kian memburuk. Lantaran hal itu mempengaruhi kelestarian penyu. "Ekosistemnya terancam sekali," ujar Pak Min, sapaan akrabnya.

Pak Min mencatat, ada tiga jenis penyu yang pernah mendarat di Pantai Pelangi selama 12 tahun terakhir. Mayoritasnya merupakan jenis penyu lekang dan sisik. Satu lagi adalah jenis yang disebutnya sangat langka, yaitu penyu belimbing. Telur dari penyu belimbing baru ditemukan di Pantai Pelangi pada tahun 2021. 

"Tapi saya heran, bingung, tidak ada yang menetas. Baru tahun kemarin ada dan gagal," sesalnya.

Pak Min bersama anak penyu atau tukik lekang yang dia tetaskan./Dokumentasi pribadi
Pak Min bersama anak penyu atau tukik lekang yang dia tetaskan./Dokumentasi pribadi

Kegagalan dalam menetaskan penyu belimbing diakui memukulnya. Padahal, salam mengurus konservasinya, Pak Min sudah mendapat pendampingan dari BKSDA, IKP, dan DLH. Selain itu, titik telur penyu belimbing yang ditemuinya bukan cuma satu, melainkan tiga. "Dari tiga sarang belimbing tidak ada yang menetas," keluhnya.

Kegalalan ini dibawanya dalam forum diskusi. Beberapa ahli kemudian memperkirakan kalau telur-telur penyu belimbing yang ditemukan pada 2021 kemungkinan besar tidak dibuahi. Sehingga telur tidak dapat berkembang biak. "Mungkin penyu jantan jumlahnya sudah berkurang banyak," ujarnya sedih.

Turut dipaparkan, penyu lekang dan sisik menetas dalam 48-52 hari. Sementara menurut teori, penyu belimbing memerlukan waktu lebih lama, 60-80 hari. "Kalau satu sarang penyu, biasanya antara 70-130 butir telur," ungkapnya mengakhiri obrolan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun