Baru saja aku bertemu dengan teman lama ku yang saat ini sedang mencari pekerjaan. Dia seorang wanita berusia 23 tahun yang baru saja lulus kuliah. Beberapa bulan yang lalu, beliau dikabarkan sedang menjalani ta'aruf dengan seorang pria yang aku kenal.
Setalah hampir 3 bulan melakukan ta'aruf dia akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkannya lagi. Padahal proses ta'aruf dilakukannya sudah sampai tahap khitbah (lamaran).Â
Terus terang aku terkejut mendengar hal itu. Aku tau dia sudah lama ingin menikah, bahkan semasa kuliah dia berharap ingin segera menikah muda. Apalagi tren menikah muda pada saa ini sedang marak terjadi.
Namun apa yang membuat dia menunda hingga membatalkan rencana untuk menikah muda menjadi tanda tanya besar bagiku. Kami pun terlibat diskusi panjang terkait menikah muda atau tidak.Â
Pertanyaan pertama yang muncul dariku untuknya yaitu, apa yang membuat dia membatalkan proses ta'arufnya dan memilih menunda pernikahannya.Â
Salah satu pertimbangan terbesarnya untuk menunda menikah yaitu ternyata dia belum merasa siap untuk menikah. Merasa usianya saat ini masih sangat muda, dan baru saja meluluskan kuliahnya. Sehingga merasa pengalaman hidup yang didapatkan masih sangat sedikit.
Persiapan yang dia lakukan selama ini masih dianggap belum cukup untuk membuat dia yakin menikah di usia muda. Tingkat perceraian yang tinggi dalam 3 tahun terakhir juga menjadi pertimbangan yang membuat dia merasa membutuhkan ilmu pernikahan sebelum menikah.
Sebagai orang yang belum menikah, saya merasa beberapa kekhawatiran dia ada benarnya juga. Banyak pasangan muda yang akan menikah hanya mempersiapkan hal-hal yang bersifat materil seperti rumah, mobil, penghasilan, dan biaya resepsi, konsep resepsi yang akan diusung. Sehingga mereka mengabaikan hal-hal lain disamping itu semua yang tidak kalah penting.
Persiapan yang tak kalah penting itu adalah mempersiapkan mental dan pengetahuannya terkait bagaimana berumah tangga. Ibarat sebuah kapal, pasangan suami isteri akan mengarungi bahtera luas yang bernama rumah tangga.Â
Ada banyak pasangan muda  yang bercerita kepada saya bahwa mereka tidak mempersiapkan pengetahuan dan mental dengan baik mengenai pernikahan. Sehingga mengalami kebingungan dan tidak siap ketika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam rumah tangganya.
Banyak permasalahan dalam rumah tangga yang terabaikan seperti KDRT, baby blues, penyakit menular seksual, pemaksaan untuk berhubungan seks, dan masalah-masalah lain yang siap menanti di depan. Ketika menemukan masalah-masalah itu mereka cenderung memutuskan dengan gegabah untuk berpisah.Â
Sertifikasi perkawinan yang diusulkan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy, menurut saya menjadi salah satu langkah solutif untuk  calon suami-istri mempersiapkan pernikahannya. Sehingga pasangan muda yang akan menikah tau dan mengerti sedari awal konsep dan tujuan pernikahan serta masalah yang akan dihadapi kedepannya.
Dengan pengetahuan yang sudah didapat, harapannya setiap pasangan akan tau bagaimana menemukan solusi dari permasalahannya sehingga menurunkan angka perceraian.Â
Walaupun disisi lain solusi ini dirasa memberatkan namun tidak ada salahnya untuk dicoba.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H