Memang tidak semua buah matang bersamaan, tapi dalam beberapa hari bahkan minggu kami bisa mengambil buah sukun ini 1-3 biji tiap harinya. Menyenangkan, bukan?
Oh iya, Pohon sukun ini panennya tahunan. Bahkan, pohon sukun di depan rumah kami bisa panen setahun tiga kali. Uwaw, bisa kenyang makan sukun nih, hehe. Kenapa bisa kenyang?Â
Ya, karena buah dengan nama ilmiah Artocarpus Altilis ini mengandung karbohidrat tinggi layaknya umbi-umbian.
Buah sukun yang siap petik ditandai dengan kulitnya yang berwarna agak kuning kusam. Kulitnya nampak tidak begitu mulus karena sedikit terdapat seperti bercak-bercak coklat di beberapa permukaannya.
Saya pernah beberapa kali menjumpai buah sukun yang terlalu matang, lalu jatuh sendiri dari pohonnya. Buah sukun yang terlalu matang bukan tidak bisa dimakan. Ibu saya biasanya langsung mengukusnya tanpa dikupas kulitnya.Â
Dan luar biasanya, aroma yang keluar justru menjadi semakin wangi seperti bau buah nangka--serius. Rasanya pun enak sekali.
Kesenangan yang kami dapat saat memanen buah sukun ini adalah kami dapat berbagi dengan para tetangga, baik tetangga dekat ataupun tetangga jauh.Â
Kami tidak memiliki saudara yang sama-sama tinggal di sini, jadi tetangga adalah tempat berbagi paling tepat dan memang sudah seharusnya kita berbagi dengan tetangga, bukan?
Saya bersama keluarga biasanya mengolah buah sukun ini dengan dikukus, digoreng bersama tepung, dan juga dibuat kripik sukun manis. Buah sukun yang sudah dikukus, teksturnya menjadi seperti roti--empuk dan ada rasa manis-manisnya. Begitu pula ketika digoreng bersama tepung, nikmat sekali rasanya.
Kami mengolah buah sukun menjadi kripik menggunakan teknik yang sederhana dan mudah sekali. Kami pilih buah sukun yang cukup matang, kemudian diiris tipis-tipis menggunakan pisau.Â