Seperti yang sudah kita ketahui, masa anak usia dini adalah masa dimana anak-anak sedang aktif-aktifnya berkembang. Dimana mereka sedang mencari sesuatu hal baik yang ingin dia lakukan. Tak jarang jika mereka cepat menyerap segala informasi yang ada disekitarnya, entah itu hal baik maupun hal buruk. Makannya sebagai salah satu orang yang hidup disekitarnya, kita harus pandai-pandai dalam bertindak dan mengambil langkah yang tepat dalam membimbingnya.
Dalam perkembangannya, setiap anak tidak bisa disamakan dengan anak lain. Karena tempat mereka hidup dan faktor lingkungan saja sudah berbeda. Semua berkembang sesuai kecepatannya masing-masing. Kecuali perkembangan-perkembangan tertentu. Seperti perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif. Kebanyakan dalam perkembangan ini semua anak akan melewati tahap demi tahap yang sama.
Setiap orang mengenal bahasa jauh dari pertama kali dilahirkan. Bahasa sendiri merupakan komponen mendasar dalam kehidupan. Setiap orang pastinya mempunyai dan memang harus memiliki atau menguasai bahasa, guna untuk keberlangsungan hidupnya. Sama seperti perkembangan-perkembangan yang lain, bahasa juga melewati beberapa fase dalam mempelajarinya mulai dari bahasa pertama, kedua dan selanjutnya. Secara umum, anak dalam tumbuh kembangnya sendiri jauh lebih dulu memahami bahasa dibandingkan mengkomunikasikannya. Pada masa pertumbuhan awal mereka hanya bisa menangkap segala bahasa yang digunakan orang sekitarnya. Setelah beberapa bulan barulah ia bisa mengkomunikasikannya.
Ketika seorang anak tidak dapat dan merasa sulit untuk mengekpresikan keinginannya atau perasaannya itu tandanya anak tersebut pasti memiliki gangguan bahasa. Jika anak memiliki gangguan bahasa otomatis ia juga kesulitan dalam belajar membaca. Untuk gangguan membaca sendiri bisa berupa gangguan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif sendiri adalah kemampuan dalam memahami bahasa, entah itu lisan (ucapan) yang ia dengar ataupun tulisan yang ia baca.
Di artikel kali ini saya kita akan mempelajari salah satu gangguan dalam membaca.
Ada yang tau apa yang mau kita bahas? Yup, benar sekali Disleksia. Sepertinya mayoritas orang sudah tidak asing lagi dengan gangguan ini. Apalagi pada kaum-kaum pembaca. Namanya yang sering muncul di berbagai artikel cukup membuat kita penasaran.
Apa sih Disleksia itu?
Disleksia adalah gangguan yang mana penderitanya mengalami kesulitan belajar, yang mana kesulitan ini menyebabkan gangguan membaca, mengeja, bahkan menulis. Beberapa ahli mengatakan bahwa gangguan ini terjadi akibat adanya kerusakan pada saraf, jadi termasuk dalam gangguan saraf yang ada pada batang otak. Ya mau gimana lagi ya, bagian inikan termasuk bagian yang memproses bahasa. Tapi tenang kawan, gangguan dan masalah ini gak ada kaitannya kok dengan kecerdasan otak seseorang. Tapi kita harus tetap menanganinya.
Ternyata kondisi ini bukan hanya menyerang anak-anak loh, bahkan orang dewasa sekalipun terkadang mengalami masalah ini. Ada juga orang yang mengalami disleksia seumur hidup, tapi hal inilah yang menjadi tantangan bagi seseorang yang mengalaminya. Pengidap disleksia sendiri memiliki tingkat kecerdasan yang sama seperti kebanyakan orang. Buktinya banyak sekali pengidap disleksia yang masih bisa bekerja, itu tandanya sebelumnya mereka mendapat peningkatan dalam keterampilan membaca dan menulis. Penglihatan mereka juga sama seperti orang yang terlihat normal. Banyak juga kan sekarang contoh-contoh anak disleksia yang berhasil di sekolah? Walau harus melewati sekolah yang memiliki pemograman khusus.
Nah, bagaimana sih agar kita tahu lebih awal mengenai anak yang mengidap disleksia? Kita bisa melihat dari kehidupan sehari-hari yang mencurigakan dengan tanda gejala-gejala berikut.
- Bisa dilihat pada saat kita mengajari nya membaca, ia mengalami kesulitan. Ia terlihat lebih keras mempelajari huruf, mengeja, membaca, mengucapkan huruf dan angka bahkan memposisikan mainan huruf. Walau sudah mempelajarinya serius mereka tetap terlihat lebih lamban.
- Kemampuan berbicaranya sangat lamban sekali. Tak heran jika butuh waktu yang lama untuk mengajari nya berbicara. Mereka juga sering salah dalam pengucapan kata dan membedakan bunyinya.
- Kadang, terlihat juga dari perkembangannya yang lebih lamban dari anak seusianya. Seperti pada saat kita mengajarinya merangkak, berjalan, bahkan berbicara.
- Dilihat juga, dari cara mereka mengkoordinasikan gerak tubuh. Sangat kesulitan. Tak heran jika nampak lebih lemah dari teman-teman seusianya. Seperti pada saat menangkap bola, mereka kesulitan mengkoordinasi antara mata dan gerakan tangan maupun kaki.
- Akibat dari sulitnya konsentrasi, jadi mudah sakit. Alergi, demam, asma sangat mudah menyerang.
Jadi penasaran nih penyebab terjadinya disleksia apa ya? Mari kita baca.
Jadi, penyebab terjadinya disleksia bisa karena adanya faktor genetik. Jadi dia memiliki keluarga, atau orang tua mungkin atau bisa juga kerabat yang juga mengidap disleksia. Bukan hanya genetik loh, penyebab terjadinya disleksia juga bisa karena penderita pernah mengalami cidera otak, cidera yang parah dan mengalami trauma pada otak, bisa juga karena stroke.
Ada juga nih, faktor atau resiko disleksia. Yang pertama, adanya keluarga yang juga mengidap disleksia. Kedua, pada bayi prematur juga bisa beresiko. Yang ketiga ini yang lebih menggetarkan, jadi ibu hamil yang sering minum obat-obattan juga saat melahirkan anaknya bisa beresiko disleksia. Bukan hanya sering mengkonsumsi obat-obatan, pada ibu hamil yang sering minum-minuman juga seperti alkohol, perokok, dan juga ibu hamil yang pernah mengalami infeksi yang berpengaruh pada otak janin. Yang terakhir, orang yang memiliki kelainan otak yang mana bagian otak ini merupakan proses berpikir dan mengolah kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H