Menurut bahasa Arab kontemporer, kekerasan seksual dikenal dengan istilah "at-taharrusy al-jinsi". Secara etimologi at-taharrusy bermakna mengelorakan permusuhan (at-tahyiij), berbuat keruskan (al-ifsad), dan menimbulkan kerusakan, kebencian dan permusuhan (al-igra'). Sedangkan secara terminologi adalah setiap ungkapan dan tindakan seksual yang digunakan untuk menyerang dan mengganggu pihak lain. Alquran melarang pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik. Â Alquran menyebut pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik sebagai "ar-rafast" dan "fakhisyah". Menurut mufassirin ar-rafast adalah al-ifhasy li al-mar'ah fi al-kalam atau ungkapan-ungkapan keji terhadap perempuan yang menjerus kepada seksualitas.
Sedang fakhisyah mirip dengan ar-rafast yaitu perbuatan atau ungkapan ungkapan kotor yang meyerang dan merendahkan harkat dan martabat perempuan. Ungkapan-ungkapan dan tindakan  keji yang menjurus seksualitas, seperti menyebut tubuh perempuan bahenol, pelacur, dan body shaming lainya yang merendahkan tubuh perempuan. Serta tindakan meraba-raba, mencolek, menggosok- gosokkaan anggota tubuh dan tindakan lainnya, jelas diharamkan baik di domestik ruang-ruang publik, dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.  Dalam beberapa hadis, Nabi bersabda: "jika kepala salah seorang di antara kalian ditusuk jarum besi, itu lebih baik dari pada meraba-raba perempuan yang bukan istrinya" (HR. At-tabrani, Rijaluluhu tsiqatun)
Dalam hadis lain Nabi bersabda;"Jika kalian berkubang dengan babi yang berlumuran dengan lumpur dan kotoran, itu lebih baik dari pada engkau menyandarkan bahumu diatas bahu perempuan yang bukan istrimu" (HR. At-Tabrani)
Hadits tersebut meneguhkan bahwa kekerasan seksual adalah hal yang dilarang dalam Islam karena ia merendahkan martabat kemanusiaan, baik martabat pelaku, terlebih lebih martabat korban. Mufti Mesir, Syauqi Ibrahim Allam menyatakan:
 - -
Artinya: Pelecehan seksual terhadap anak-anak adalah salah satu dosa besar yang dijauhi oleh semua fitrah manusia normal, dan ini merupakan pelanggaran mencolok terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat, maka karena pembunuhan terhadap masa kanak-kanak dan menghancurkan bagi kesucian anak; dan itu adalah tindakan bejat, tipu daya, dan Khianat.
 Ayat 33 surat An-Nur mengisahkan perjuangan budak-budak perempuan untuk meloloskan diri dari eksploitasi  dan perbudakan seksual yang dilakukan oleh tuan-tuan atas dasar relasi kuasa. Mu'adah dan Musaikah adalah dua budak perempuan yang melakukan perlawanan terhadap eksploitasi dan perbudakan seksual yang dilakukan oleh tuannya. Perjuangan dua budak perempuan ini bukan hanya diabadikan di dalam Alquran tetapi juga mendapatkan dukungan. Dalam konteks inilah Allah berfirman:
{ } [: 33]
"Janganlah kalian paksa budak-budak wanitamu untuk melacurkan diri, ketika mereka sendiri telah menginginkan kesucian dirinya, Â hanya karena engkau menginginkan kekayaan dunia. Barang siapa yang dulu pernah memaksanya, maka Allah maha pemaaf dan pengampun"
Perbudakan seksual tidak dapat dilepaskan dari sistem perbudakan yang telah mencerabut kemanusiaan itu. Perbudakan terhadap perempuan  berbeda dengan perbudakan terhadap laki-laki, sebab perbudakan terhadap perempuaan segera disusul dengan berbagai kekerasan termasuk kekerasan seksual. Perempuan yang diperbudak mengalami lapisan-lapisan kekerasan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan seksual.  Sebab itu ayat 33 an-Nur segera setelah mengingatkan pentinganya penghapusan perbudakan. Ayat tersebut juga menegaskan kewajiban penghapusan eksploitasi dan perbudakan seksual serta pada akhirnya melakukan rehabilitassi terhadap korban.
Dalam pandangan Islam kejahatan dan kekerasan terjadi akibat lunturnya nilai-nilai kemanusiaan  yang Allah lekatkan dalam setiap diri manusia. Karena nilai kemanusiaan itulah ia disebut sebagai manusia. Melalui kemanusiaannya pula manusia saling  mencintai, mengasihi, melindungi, menghormati, dan tolong menolong.