Mohon tunggu...
Fatimah azzahra
Fatimah azzahra Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

talk more, action more

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bantuan Sosial Belum Merata, Kelaparan Melanda

26 April 2020   22:54 Diperbarui: 26 April 2020   23:14 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penyebaran Covid-19 yang saat ini masih belum bisa dihentikan memberikan berbagai dampak dalam kehidupan manusia. Dampak negatif lebih dominan dirasakan oleh manusia,  seperti mulai hilangnya interaksi dengan orang lain, tidak kondusifnya anak-anak yang sedang belajar karena harus belajar dengan sistem jarak jauh yang sebelumnya jarang atau hampir kebanyakan belum pernah diterapkan dan yang terburuk adalah PHK massal di berbagai perusahaan.

PHK massal membuat seseorang tidak memiliki pekerjaan lagi, dalam hal ini tidak banyak orang yang memiliki pekerjaan sampingan ketika mereka masih memiliki pekerjaan tetap. Hingga saat ini, pemerintah telah mencatat jumlah pengangguran yang bertambah di Indonesia akibat dari pandemi Covid-19 ini mencapai 1,65 juta orang. Hal ini membuat ambyar target pemerintah yang berencana untuk menekan angka pengangguran di Indonesia sejak 2019.

Pengangguran yang meningkat membuat banyak orang merasa kelaparan karena tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kehidupannya. Oleh karena itu, bantuan sosial yang akan diberikan oleh pemerintah dianggap bagaikan hujan di musim kemarau. Begitu dinantikan dan memberi kebahagiaan bagi yang merasakannya.

Bantuan sosial yang tersebar di berbagai wilayah umumnya berisi bahan pokok seperti beras, gula, terigu, minyak, mie dan teh kotak. Bahan pokok tersebut merupakan jatah per KK yang akan diterima berkala sesuai dengan keputusan daerah masing-masing.  

Penyebab Bantuan Sosial Belum Merata

Bantuan sosial sudah selayaknya diterima secara merata di seluruh wilayah di negeri ini tanpa terkecuali. Misalnya di Jakarta, penyaluran bantuan sosial telah dilakukan sejak Kamis, 9 April sehari sebelum PSBB diberlakukan yang kemudian disusul oleh wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Jakarta seperti Bogor dan Tangerang kemudian seluruh Indonesia. Namun, masih banyak keluhan-keluhan dari masyarakat yang haknya belum terpenuhi untuk menerima bantuan sosial tersebut. Terdapat 2 hal yang membuat bantuan sosial di Indonesia belum merata.

Yang pertama, data yang diterima oleh pihak berwenang seperti RT/RW sebagai garda terdepan penyaluran bantuan sosial belum lengkap dimiliki. Data dan fakta merupakan hal yang saling melengkapi. 

Dengan data yang lengkap maka akan memudahkan RT/RW mengajukan bantuan sosial kepada pemerintah daerah tersebut untuk menyesuaikan jumlah penerimaan bantuan sosial agar tidak kelebihan ataupun kekurangan sehingga bantuan sosial dapat merata diterima oleh warganya.

Banyak penduduk yang sudah tidak tinggal di alamat yang tertera pada KTP (Kartu Tanda Penduduk) sehingga hal tersebut menambah kesulitan bagi pihak RT untuk mengkonfirmasi keadaan warganya. Apakah hidupnya di masa pandemi ini masih aman atau sudah layak menerima bantuan sosial tersebut.

Kedua, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang dikeluarkan oleh pemerintah di berbagai daerah tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh penyebaran penduduk yang tidak merata jumlahnya. 

Berbeda dengan dampak akibat pandemi Covid-19 yang merata dirasakan berbagai kalangan di Indonesia. Jumlah APBD yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah belum dapat memenuhi penyaluran bantuan sosial secara merata.

APBD yang belum dapat memenuhi penyaluran bantuan sosial warga di daerahnya membuat para ketua RT memutar otak agar untuk beberapa saat bantuan dapat diterima merata oleh warga yang didatanya.

"Akibat dari pembagian bantuan sosial yang tidak merata, sejumlah ketua RT melakukan terobosan dengan memotong jumlah bantuan sosial," ujar Roy Pangharapan, Ketua DKR Kota Depok kepada pers di Depok, Senin (20/4).

Pemotongan jumlah bantuan sosial yang dilakukan oleh Ketua RT agar bantuan sosial dapat diterima merata oleh warganya patut diacungi jempol dan diapresiasi. Sebagai mana kita ketahui bahwasannya di Indonesia ini memiliki banyak sekali orang pintar, namun sedikit yang jujur. 

Pasti tidak mudah untuk melakukan pemotongan bantuan sosial tersebut karena hal yang akan terjadi selanjutnya adalah jika warganya kurang memperbaharui informasi terbaru tentang apa yang terjadi saat ini, maka mereka akan menilai bahwa pemotongan yang dilakukan oleh ketua RTnya merupakan tindak korupsi.

Oleh karena itu, kepada penerima bantuan sosial yang Budiman, penulis berharap kedepannya para penerima bantuan sosial dapat mengefektifkan bantuan yang diterima untuk kehidupannya sehari-hari. 

Dan kepada pemerintah, dapat mewujudkan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan seadil-adilnya dan sejujur-jujurnya agar masyarakat tidak lagi menaruh keraguan atas keputusan yang diambil pemerintah dan kelaparan yang melanda ke berbagai pelosok di negeri yang kaya dan asri ini dapat teratasi dengan baik hingga pandemi ini berakhir.

Oleh : Fatimah Azzahra / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun