Hari pertama bekerja, aku merasa sangat lelah karena mungkin tidak terbiasa dengan jam kerja dengan waktu 8 jam dan juga harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman sekerja. Aku harus terbiasa merawat pasien selama itu. Tapi itu semua itu tidak menyurutkan semangatku karena ibu dan kedua adikku, karena aku sudah berjanji untuk membahagiakan mereka.
Setiap akhir bulan aku selalu mengirimkan uang kepada ibu untuk membantu sekolah adik-adikku dan biaya hidup di kampung. Aku selalu bilang sama ibu agar berhenti saja bekerja sebagai penjual kue, tapi ibuku ngotot tidak mau, beliau tetap bekerja setiap paginya menjajakan kue dari rumah ke rumah sebelum matahari menampakkan wajahnya dan sampai pulang ke peraduannya. Aku kehabisan akal untuk merayunya, dalam hati mungkin ibu sudah terlalu terbiasa dan terlalu nyaman dengan pekerjaan yang digelutinya sedari dulu.
Setelah 3 tahun lamanya aku bekerja, banyak pengalaman yang aku dapatkan, banyak pujian dan banyak juga omelan dari pasien yang terkadang membuatku tidak enak hati. Tapi apa dayaku, aku hanya bisa berdiam diri dan berusaha memperbaiki diri karena ini sudah menjadi profesiku. Aku akan terus berjuang untuk menjadi yang terbaik di mata ibuku, saudara-saudaraku, teristimewa di mata Tuhan. Bersyukur pada Tuhan yang tidak berhenti untuk memberiku ujian dan masalah sehingga membuatku belajar untuk selalu pasrah kepada-Nya.
Di tengah pekerjaanku, suatu hari ada seorang ibu yang sudah lima hari aku rawat, dia sudah terbiasa melihatku, kami pun mengenal satu sama lain. Â Karena beliau sudah mengenalku dengan baik, mengetahui latar belakangku sehingga dia pun tidak ragu untuk mengenalkanku dengan seorang laki-laki. Â
Dia berkata, "Suster, mau gak aku kenalkan sama saudaraku?"
Aku terdiam dan sempat ragu mau menjawab iya atau tidak.
Aku bilang,"Hmm..., boleh bu."
Beliau pun langsung minta nomor teleponku dan juga memberikan nomor laki-laki itu yang sama sekali aku belum tau wujudnya tapi aku mencoba untuk berpikir positif.
Selama dua minggu kurang lebih kami hanya berkenalan melalui telepon dan sosial media karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga tidak bisa menyempatkan waktu untuk bertemu muka dengan muka.
Pada hari Minggu sepulang ibadah, dia langsung menjemputku ke kos karena aku libur tidak ada shift, sehingga memudahkan kami untuk bertemu. Aku bersalaman dengannya sambil dia menyebut namanya Erri meskipun aku sudah tahu sebelumnya.. Pada pandangan pertama entah kenapa aku gak suka melihatnya. Tapi pada saat mengobrol untungnya masih bisa nyambung. Kami saling menceritakan kehidupan keluarga, pengalaman pribadi masing-masing, bagaimana di tempat kerja, dan banyak hal lain yang membuat kami sampai lupa waktu dan jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Kami pun beranjak pulang, dia langsung mengantarkanku ke kos dan dia pulang ke rumahnya
Keesokan malam, sepulang kerja dia mampir ke kosku, karena dia pengen ngobrol, bosan di rumah alasannya. Dan anehnya bukan hanya malam itu saja, malah dia terbiasa setiap malamnya mampir  di kosku setelah pulang dari tempat kerja meskipun itu sudah pukul 22.00, terkadang aku bohong bilang aku kerja padahal sebenarnya aku di kosan karena setiap bertemu pasti aku merasa jengkel dan tidak enak hati.