Mohon tunggu...
Fatih Romzy
Fatih Romzy Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penyuka Olahraga, Film, Musik dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Hansi Flick Si Kryptonite Raja Eropa

13 Januari 2025   20:12 Diperbarui: 14 Januari 2025   14:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hansi Flick dalam sesi jumpa pers (Getty Images/SOPA Images)

Barcelona berhasil menyudahi perlawanan Real Madrid dalam partai lanjutan Supercopa de Espana, Senin (13/1) dinihari. Bukan cuma soal prestise antara Barca dan Real, kemenangan ini juga soal harga diri seorang Hansi Flick. Flick kini sahih mencatatkan dirinya sebagai kryptonite bagi 2 entitas paling berbahaya di Eropa.

Semua tahu kalau status Real Madrid adalah klub paling sukses seantero Eropa. Pun begitu dengan sang manajer, Carlo Ancelotti. Dua entitas ini adalah rajanya Benua Biru. Berdasarkan statistik, tidak ada yang sanggup menyamai torehan gelar keduanya di level tertinggi Eropa.

Sayang, apa mau dikata. Hansi Flick ternyata lebih tangguh dari sosok dua jagoan yang katanya raksasa ini. Skor 5-2 membungkam Don Carlo dan pasukannya di final yang berlangsung di Arab Saudi. Lalu, bagaimana kisah Hansi Flick menjadi kryptonite buat Madrid dan Ancelotti di musim ini?

Superioritas Dua Jagoan

Selama bertahun-tahun, Real Madrid telah berhasil menancapkan dominasinya di level tertinggi dunia sepakbola. Klub yang satu ini adalah raja, jika berbicara soal gelar juara. Terkhusus Liga Champions, Si Putih terhitung telah mengangkat trofi 15 kali, jumlah yang masih belum bisa disamai, atau bahkan didekati rival-rivalnya yang lain di Benua Biru.

Sebagai sebuah tim tangguh yang gemar mengoleksi gelar juara, Real Madrid tentu juga perlu seorang nahkoda jempolan untuk menukangi mereka. Untuk alasan itulah, Carlo Ancelotti hadir di dunia ini. Don Carlo seakan ditakdirkan berjodoh dengan Madrid, karena setelah melanglang buana ke berbagai negara sepeninggalnya dari Santiago Bernabeu, Ancelotti pulang untuk mempersembahkan sesuatu yang istimewa lagi buat Madrid.

Musim lalu, walau mengalami start yang lamban, Ancelotti berhasil menyulap Madrid menjadi sebuah mesin yang mematikan. Di penghujung musim, Vini Jr dan kolega berhasil menggondol trofi Liga Champions. El Real juga berhasil mengamankan titel La Liga untuk meraih gelar ganda di musim tersebut.

Sah rasanya mengatakan bahwa Ancelotti dan Madrid adalah duet yang tak tergoyahkan. Di saat Madrid punya julukan tim tersukses, nama Ancelotti juga dikenal dengan catatan serupa di dunia manajerial. Sekitar 30 gelar telah dimenangkan Don Carlo sepanjang karirnya sebagai manajer. Raihan lima gelar dari enam final Liga Champions milik Ancelotti juga berhasil membawa namanya duduk di urutan teratas daftar manajer peraih trofi terbanyak kompetisi ini.

Bayangkan sebuah klub terbaik yang dilatih oleh manajer terbaik. Begitulah rasanya menjadi Real Madrid. Tim asal ibukota ini terasa makin inferior. Apalagi setelah mereka menggalakkan kembali proyek Galactico, dengan mendatangkan sejumlah pemain berbakat, termasuk Kylian Mbappe. Para fans Madrid makin optimis, karena hadirnya Mbappe diharap bisa membuat Madrid yang notabene sudah sulit ditaklukkan, menjadi lebih tangguh dam tak mudah bertekuk lutut.

The Barcelona Changer

Di saat rivalnya makin mengganas, Barcelona akhirnya menjalankan sebuah langkah berani pada musim panas 2024/2025. Pemecatan Xavi Hernandez menjadi akar permasalahan awal buat Barca. Hingga pada akhirnya, Hansi Flick tiba-tiba merapat ke Catalan untuk menggantikan peran entrenador yang juga merupakan legenda Barcelona itu.

Yang menarik, sosok Hansi Flick adalah sosok yang kurang familiar buat para fans Barcelona. Tapi siapa sangka, ide baru yang dibawa Flick justru mampu menjadi ide segar buat Barca. Tim yang dulu lekat dengan filosofi tiki-taka dan ball posession, sekarang dipaksa main direct dengan tujuan mencetak gol sebanyak-banyaknya.

Apa mau dikata, pada akhirnya, ide yang dipasang Hansi Flick ternyata work di Barca. Pelatih berusia 59 tahun itu mengubah Barca menjadi sebuah mesin gol yang menakutkan. Strategi garis pertahanan tinggi dan menyerang total Flick jugalah yang pada akhirnya mengantarkan Barcelona ke puncak klasemen sementara.

Walau sempat tersendat dalam beberapa pekan ke belakang, bisa diakui bahwa Barca saat ini sedang berusaha bangkit. Total, ada 4 gelar juara yang bisa dibawa pulang ke kabinet trofi Barca. Mulai dari La Liga, Supercoppa de Espana, Copa Del Rey, bahkan sampai Liga Champions.

Ketika hampir semua fans tim Catalan memandang sinis terhadap Flick yang dianggap tidak tahu dan paham akan budaya sepakbola Barcelona, pelatih asal Jerman tidak banyak berkata-kata. Flick lebih suka menunjukkan hasil kinerjanya di atas lapangan, dan inilah yang terlihat. Trio Lewandowski, Raphinha dan Lamine Yamal tampaknya telah mempermudah tugas Hansi Flick untuk membangun Barca, bahkan dengan pendekatan yang paling ekstrem Sekalipun.

Kryptoninte Real Madrid

Carlo Ancelotti mungkin tidak pernah menyangka kalau Hansi Flick bakal menjadi semacam kryptonite buat dirinya, serta buat Real Madrid. Madrid sebelumnya sudah tumbang 4-0 di La Liga. Memori balas dendam itu tampaknya masih ada dalam pikiran para pemain Madrid.

Sayangnya, keyakinan Real Madrid dalam laga El Clasico di final Supercopa ini justru membuat mereka goyah. Madrid tumbang dengan skor akhir 2-5 di Jeddah, Arab Saudi. Praktis, kekalahan ini menjadi yang kedua buat pasukan Don Carlo, setelah sebelumnya juga dibabat habis Barcelona empat gol tanpa balas di Santiago Bernabeu.

Siapa sangka, Hansi Flick yang dulu sempat diragukan, kini justru membuat para fans Barca senang bukan kepalang. Juru taktik asal Jerman itu telah membuktikan bahwa dirinya adalah kryptonite buat dua entitas paling mengerikan, Real Madrid dan Carlo Ancelotti. Terlepas alasan apapun dari Madrid, Flick layak mendapat apresiasi atas dua kemenangan yang ia raih dalam dua kali pertemuan menghadapi Madrid dan Don Carlo.

Sejatinya, cara yang digunakan Hansi Flick untuk menumbangkan Madrid cukup sederhana. Permainan cepat dan ketenangan menjadi kunci utama Azulgrana memenangkan pertandingan ini. Berbeda dengan Madrid yang agak grasak-grusuk, Barca bermain elegan, dan bahkan bisa keluar dari dominasi Madrid, walau harus bermain dengan 10 pemain.

"Hari ini adalah hari yang baik. Kami mengalahkan salah satu tim terbaik dunia untuk kedua kalinya musim ini. Rasanya luar biasa. Kami memenangkan gelar juara kami di sini, dan kami sangat bahagia. Ini adalah hari yang positif," Kata Flick dalam sesi wawancara seusai pertandingan.

Fokus Gelar Tersisa

Satu gelar juara kini sudah di tangan Barcelona, bersamaan dengan keberhasilan mereka menaklukkan seteru abadi di dua kompetisi berbeda. Hansi Flick sempat dilabel sebagai salah satu pelatih tersukses Barca, walau musim pertamanya belum sepenuhnya tuntas. Kini saatnya, sang juru taktik membuktikan bahwa ia memang layak mendapat gelar demikian.

Tengah pekan berikutnya, Barcelona akan menghadapi pertandingan lanjutan Copa del Rey. Setelahnya, petualangan di ranah La Liga baru akan kembali dimulai, untuk kemudian melanjutkan langkah menuju Liga Champions yang persaingannya makin sulit diprediksi.

Lima musim sudah tak lagi meraih treble, mungkin ini jadi kali berikutnya fans Barca menebar angan meraih penghargaan prestisius yang satu ini. Jika semua gelar bisa dimenangkan, maka puasa treble itu praktis akan berakhir. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi, serta menerapkan fleksibilitas taktik, tergantung tipe lawan seperti apa yang dihadapi.

Barca boleh sedikit lega, karena di sideline, sosok yang mendampingi tim ini adalah seorang pemenang treble. Flick memenangkan tiga gelar berharga ketika menukangi Bayern Munchen pada 2020, tahun di mana Bayern memberi luka paling dahsyat lewat kekalahan 2-8 raksasa Catalan. Masa itu sekarang telah lewat. Azulgrana kini berharap bahwa Flick lah sosok yang akan mengentaskan mereka dari puasa treble selama lima musim belakangan.

Akhir kata, kryptonite Madrid dan Don Carlo kini berpotensi menjuarai semua gelar yang memungkinkan. Tinggal bagaimana pintar-pintarnya Flick memanajemen skuad untuk pertandingan-pertandingan sisa musim ini. Jadi, seberapa besar kans Barca meraih tiga gelar tersisa? Menarik ditunggu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun