Apa mau dikata, pada akhirnya, ide yang dipasang Hansi Flick ternyata work di Barca. Pelatih berusia 59 tahun itu mengubah Barca menjadi sebuah mesin gol yang menakutkan. Strategi garis pertahanan tinggi dan menyerang total Flick jugalah yang pada akhirnya mengantarkan Barcelona ke puncak klasemen sementara.
Walau sempat tersendat dalam beberapa pekan ke belakang, bisa diakui bahwa Barca saat ini sedang berusaha bangkit. Total, ada 4 gelar juara yang bisa dibawa pulang ke kabinet trofi Barca. Mulai dari La Liga, Supercoppa de Espana, Copa Del Rey, bahkan sampai Liga Champions.
Ketika hampir semua fans tim Catalan memandang sinis terhadap Flick yang dianggap tidak tahu dan paham akan budaya sepakbola Barcelona, pelatih asal Jerman tidak banyak berkata-kata. Flick lebih suka menunjukkan hasil kinerjanya di atas lapangan, dan inilah yang terlihat. Trio Lewandowski, Raphinha dan Lamine Yamal tampaknya telah mempermudah tugas Hansi Flick untuk membangun Barca, bahkan dengan pendekatan yang paling ekstrem Sekalipun.
Kryptoninte Real Madrid
Carlo Ancelotti mungkin tidak pernah menyangka kalau Hansi Flick bakal menjadi semacam kryptonite buat dirinya, serta buat Real Madrid. Madrid sebelumnya sudah tumbang 4-0 di La Liga. Memori balas dendam itu tampaknya masih ada dalam pikiran para pemain Madrid.
Sayangnya, keyakinan Real Madrid dalam laga El Clasico di final Supercopa ini justru membuat mereka goyah. Madrid tumbang dengan skor akhir 2-5 di Jeddah, Arab Saudi. Praktis, kekalahan ini menjadi yang kedua buat pasukan Don Carlo, setelah sebelumnya juga dibabat habis Barcelona empat gol tanpa balas di Santiago Bernabeu.
Siapa sangka, Hansi Flick yang dulu sempat diragukan, kini justru membuat para fans Barca senang bukan kepalang. Juru taktik asal Jerman itu telah membuktikan bahwa dirinya adalah kryptonite buat dua entitas paling mengerikan, Real Madrid dan Carlo Ancelotti. Terlepas alasan apapun dari Madrid, Flick layak mendapat apresiasi atas dua kemenangan yang ia raih dalam dua kali pertemuan menghadapi Madrid dan Don Carlo.
Sejatinya, cara yang digunakan Hansi Flick untuk menumbangkan Madrid cukup sederhana. Permainan cepat dan ketenangan menjadi kunci utama Azulgrana memenangkan pertandingan ini. Berbeda dengan Madrid yang agak grasak-grusuk, Barca bermain elegan, dan bahkan bisa keluar dari dominasi Madrid, walau harus bermain dengan 10 pemain.
"Hari ini adalah hari yang baik. Kami mengalahkan salah satu tim terbaik dunia untuk kedua kalinya musim ini. Rasanya luar biasa. Kami memenangkan gelar juara kami di sini, dan kami sangat bahagia. Ini adalah hari yang positif," Kata Flick dalam sesi wawancara seusai pertandingan.
Fokus Gelar Tersisa
Satu gelar juara kini sudah di tangan Barcelona, bersamaan dengan keberhasilan mereka menaklukkan seteru abadi di dua kompetisi berbeda. Hansi Flick sempat dilabel sebagai salah satu pelatih tersukses Barca, walau musim pertamanya belum sepenuhnya tuntas. Kini saatnya, sang juru taktik membuktikan bahwa ia memang layak mendapat gelar demikian.
Tengah pekan berikutnya, Barcelona akan menghadapi pertandingan lanjutan Copa del Rey. Setelahnya, petualangan di ranah La Liga baru akan kembali dimulai, untuk kemudian melanjutkan langkah menuju Liga Champions yang persaingannya makin sulit diprediksi.
Lima musim sudah tak lagi meraih treble, mungkin ini jadi kali berikutnya fans Barca menebar angan meraih penghargaan prestisius yang satu ini. Jika semua gelar bisa dimenangkan, maka puasa treble itu praktis akan berakhir. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi, serta menerapkan fleksibilitas taktik, tergantung tipe lawan seperti apa yang dihadapi.