Pep Guardiola, dalam sebuah sesi wawancara menyatakan bahwa kasus 115 dakwaan yang dihadapi Manchester City saat ini tidak berpengaruh terhadap performa anak asuhnya di atas lapangan. Pelatih asal Spanyol itu menyatakan kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan dirinya dan para pemain. Oleh karena itu, fokus Pep hanyalah pada bagaimana caranya meraih hasil maksimal di atas lapangan.
Walau bagi Pep, kasus ini bukan sebuah masalah yang patut dikhawatirkan, bagi City, 115 dakwaan tetap saja jadi awal kiamat. Masalahnya, kasus ini mengancam eksistensi mereka. Apabila hukuman yang diterima City adalah hukuman maksimal, bukan tidak mungkin City akan mengalami kebangkrutan sebagaimana yang pernah nyaris mereka alami di masa lampau.
Badai Cedera Siap-Siap Menghadang
Cedera menjadi sebuah permasalahan pelik yang selama ini kerap dipersoalkan Pep. Bertambah padatnya jadwal membuat para pemain makin kesulitan menjaga kebugarannya. Imbasnya tentu saja, tim yang mereka perkuat tidak bisa tampil lebih maksimal di berbagai kompetisi. Para pemain bertumbangan, sehingga membuat pelatih harus ekstra jeli memilih komposisi terbaiknya di setiap laga.Â
Tujuan FIFA dan UEFA selaku induk sepakbola sejatinya baik. Penambahan jumlah peserta sebuah kompetisi yang membuat kompetisi menjadi lebih panjang sejatinya dibuat demi memanjakan fans. Namun pada akhirnya, kebijakan ini menjadi senjata pembunuh klub-klub elit Eropa. Manchester City jadi salah satu di antaranya. Perjuangan mereka akan makin berat di musim 2024/2025 akibat bertumbangannya para pemain karena cedera.
Savinho menjadi pemain Man City pertama yang mengalami cedera. Setelah sang rekrutan anyar, giliran Kevin De Bruyne yang harus menepi. Belum sampai sang gelandang andalan bugar, City kembali dihantam masalah yang sama. Gelandang mereka yang tengah bersinar karena menjadi tumpuan City dan timnas Spanyol, Rodri pada akhirnya ikut menepi.
Daftar cedera tampaknya akan bertambah panjang jika Manchester City terus menghadapi jadwal padat seperti sekarang. Teranyar, mereka terancam kehilangan Erling Haaland. Memang, penyerang asal Norwegia dinyatakan fit pasca laga kontra Newcastle. Namun gestur sang striker yang terpincang-pincang dengan betis berdarah agaknya mengindikasikan kalau Haaland agaknya mulai kewalahan menghadapi jadwal padat timnya.
Kompetisi jelas masih panjang buat Manchester City. Namun, permasalahan badai cedera yang sudah di depan mata seakan menunjukkan bahwa musim 2024/2025 tidak akan mudah buat The Citizen. Memang, tidak sedikit yang bilang kalau Pep punya segudang bintang. Namun tetap saja, absennya para pilar andalan, sedikit banyak akan mempengaruhi kualitas permainan City, yang juga akan berimbas pada perebutan gelar juara.
Akhir Sebuah Dinasti
Pep Guardiola datang ke kota Manchester pada tahun 2016 tidak untuk membangun sebuah klub secara instan. Memang, kekuatan finansial Manchester Biru kala itu seakan memberi gambaran kalau klub ini ingin meraih prestasi secara cepat. Padahal faktanya, Pep Guardiola dipersiapkan untuk sebuah proyek jangka panjang.
Mantan pelatih Bayern Munchen itu bahkan gagal mempersembahkan gelar juara di musim perdananya sebagai arsitek City. Sebagai catatan, itu adalah kali pertama Pep gagal merengkuh trofi dalam musim debutnya sebagai seorang manajer. Namun bagi City, catatan tersebut tidak masalah, karena Pep sanggup ciptakan sejarah di musim-musim berikutnya.
Delapan musim menangani City, manajer yang dahulu bermain sebagai gelandang Barcelona itu telah mempersembahkan 17 gelar buat Manchester Biru. Enam titel Premier League tentu jadi pencapaian paling spesial buat sang manajer. Pasalnya, empat di antaranya tercipta dalam kurun waktu beruntun, dan catatan tersebut adalah yang pertama buat seorang manajer di EPL.
Sayangnya, dinasti yang telah dibangun Pep di Manchester City akan segera berakhir. Kontrak pria berkepala pelontos itu akan tuntas pada akhir musim 2024/2025. Tidak ada indikasi Pep mau memperpanjang kontraknya. Ini bisa jadi sinyal kuat bahwa dinasti Pep Guardiola di Manchester City makin dekat pada akhirnya.