Pada laporan Microsoft tahun 2020, Indonesia berada di peringkat 29 dari 32 negara dan mengakibatkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat kesopanan terendah di Asia Tenggara.Â
Kesopanan yang dimaksud dalam survey ini adalah perilaku bersosial media yang mencakup penyebaran hoax, hate speech, cyberbullying, pelecehan pada etnis tertentu, pencemaran reputasi seseorang, hingga pornografi (VOAIndonesia.com, 2021). Karena disebut tidak sopan, netizen Indonesia lantas menyerang akun Instagram Microsoft dan secara tidak langsung membuktikan survey Microsoft benar adanya.
Penyerangan yang dilakukan netizen Indonesia tidak selalu berkonotasi negatif. Dalam beberapa kasus di atas, menurut saya tindakan yang dilakukan masyarakat Indonesia di media sosial untuk melampiaskan amarah, juga sekaligus menjadi bukti kekompakan dalam menyuarakan pendapat dan membela bangsa.Â
Pendapat ini diamini oleh cuitan Twitter akun @Tatisekowati1 yang berbunyi "Microsoft engga tau kalau Indonesia punya sila ke 3 PERSATUAN INDONESIA. Soal serang menyerang pasti netizen +62 akan bersatu".Â
Hal ini wajar, karena beberapa contoh penyerangan yang telah saya sebutkan merupakan penyerangan yang dilatar belakangi oleh ketidakadilan, bukan semata-mata penyerangan membabi buta tanpa alasan.Â
Di lain sisi, untuk penyerangan berupa hate speech yang beberapa kali dilakukan netizen Indonesia karena hal-hal tidak masuk akal, seperti meninggalkan komentar kebencian di akun medsos artis antagonis, merupakan hal yang sangat kekanak-kanakan dan tidak dibenarkan dari sudut pandang manapun karena hanya berdasarkan perasaan masing-masing individu.
Konformitas juga dipengaruhi oleh dorongan dari dalam diri seseorang untuk mendapatkan pujian, disukai, diterima di kelompoknya, dan berkeinginan untuk merasa paling benar (Wardana, 2021).
Dalam melakukan serangan jenis pertama, seringkali masih banyak netizen yang hanya ikut-ikutan tanpa mengerti substansi dari permasalahan yang terjadi, atau sering disebut dengan konformitas. Menurut pendapat Brehm dan Kassin (dalam Suyanto dkk., 2012), konformitas adalah kecenderungan individu mengubah persepsi, pemikiran,Â
hingga perilakunya untuk menyesuaikan dengan norma-norma kelompok yang mereka ikuti. Konformitas juga dipengaruhi oleh dorongan dari dalam diri seseorang untuk mendapatkan pujian, disukai, diterima di kelompoknya, dan berkeinginan untuk merasa paling benar (Wardana, 2021).Â
Berdasarkan jenisnya, konformitas dibagi menjadi dua, yaitu compliance (menurut) dan acceptance (menerima). Pada konformitas jenis compliance, seseorang cenderung melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ia sukaiÂ
agar dapat diterima di kelompoknya dengan menyerah, mengalah, dan membuat suatu keinginan berdasarkan keinginan orang lain. Untuk konformitas acceptance, seseorang percaya bahwa keputusan sebagian besar kelompoknya adalahÂ