Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidup lainnya.
Dari kecil mungkin kita diajarkan bahwa menanam sebuah tanaman, baik itu sayur maupun buah-buahan, harus menggunakan tanah sebagai media tanam. Namun, pada saat ini tanah bukan menjadi faktor utama kita dalam hal itu, karena ternyata kita bisa mengganti tanah hanya dengan menggunakan air. Bahkan, pertumbuhan tanaman tersebut bisa lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional yaitu menggunakan media tanah. Metode bercocok tanam ini dinamakan dengan Hidroponik.
Dilansir dari Budidaya.com, Hidroponik adalah suatu cara bercocok tanam dengan pemberian nutrisi pada tanaman dengan air tanpa menggunakan media tanah. Jika dibandingkan dengan metode bercocok tanam biasa yang menggunakan media tanah, sepertinya Hidroponik memang membutuhkan perlakuan yang berbeda dengan cara biasanya sehingga bisa menghasilkan pertumbuhan ysng lebih baik.
Pada kesempatan kali ini, saya berkesempatan mewawancarai dan tau lebih dalam tentang metode ini dari seseorang yang hobi bercocok tanam dan sudah menerapkan metode Hidroponik sejak tahun 2013 pada kegiatan bercocok tanamnya. Beliau adalah Pak Adi Rachmadi.
Pada awal memulai, ia mengungkapkan bahwa awalnya sengaja mencoba bercocok tanam untuk mengisi waktu luang istrinya di rumah. Pak Adi yang mengetahui Hidroponik dari media sosial Facebook tersebut pertama kali merasa bahwa Hidroponik adalah sistem bercocok tanam yang simple dan sangat bisa dilakukan di wilayah perkotaan sehingga tidak begitu perlu membutuhkan lahan yang besar.
Di awal mencoba Hidroponik, ia menanam sayuran kangkung dan mendapatkan hasil yang luar biasa dari segi pertumbuhan.
“Awal-awal sih coba menanam sayuran dulu, terutama kangkung. Kita mencoba dengan menggunakan teknik sumbu, itu menggunakan ember (wadah) bekas es krim, kemudian ditanam bibit kangkung dan ternyata pertumbuhannya luar biasa, tanaman lebih bersih, daunnya juga cepat lebar, dan dalam 1 bulan ternyata kita sudah bisa panen,” ucap Pak Adi.
Setelah percobaan pertama yaitu sayuran, ia juga mencoba menanam tanaman hias dan buah-buahan yang batangnya tidak keras seperti pepaya dan anggur dengan metode Hidroponik.
“Sebenarnya hampir sama (metodenya), cuma kelebihan Hidroponik ini itu karena menggunakan media air, maka lebih bersih dibandingkan tanah yang di dalamnya mungkin lebih banyak binatang atau mikroba dan sebagainya,” ungkap Pak Adi.
Beliau menjelaskan proses apa saja yang dilakukan dengan metode Hidroponik. Pertama, yaitu melakukan penyemaian, yang bisa dilakukan dengan menggunakan media rockwool. Setalah tumbuh bibit dan berdaun empat baru bisa dipindahkan ke modul Hidroponik, ini bisa dilakukan dengan sistem wick/model bersumbu yaitu larutan nutrisi yang diberikan ditarik ke tanaman dari wadah nutrisi dengan menggunakan sumbu yang mudah menyerap air. Lalu, ada juga yang menggunakan paralon dan sistem dutch bucket. Sistem dutch bucket hampir sama dengan sistem bersumbu, tetapi menggunakan tetesan air dan mengalir, sedangkan sistem wick, airnya tetap dalam satu wadah.
Cuaca ketika hujan juga dapat memengaruhi nutrsi yang ada di dalam air Hidroponik. Jadi penyerapan tumbuhan bisa tidak maksimal karena ada kemungkinan tercampur dengan air hujan sehingga kandungan nutrisi bisa berkurang. Maka bisa diatasi dengan pemberian atap agar air hujan tidak bercampur dengan Hidroponik.
“Pengecekan sih sebenarnya bisa dilakukan setiap hari ya, tetapi gak maksimal. Tergantung cuaca aja, kalau cuaca terlalu terik cairan dan nutrisi akan cepat terserap sehingga akan lebih tinggi kandungan nutrisinya, begitu juga sebaliknya. Jadi, sebenarnya lebih ke menstabilkan kandungan nutrisi, bisa dengan memakai atap transparan agar tanaman bisa tetap segar, tutur Pak Adi.
“Kalau untuk tanaman-tanaman tertentu ada yang membutuhkan secara maksimal. Biasanya itu tanaman-tanaman buah ya, seperti tomat, cabe, terkena cahaya matahari itu bagus. Namun, untuk sayur-sayur tertentu itu gak boleh maksimal pengenaan cahayanya,” jelas Pak Adi.
Selanjutnya terkait penjagaan hama. Beliau menjelaskan bahwa jangan sampai ada hama, terutama hama putih yang biasanya terdapat di bagian bawah atau balik daun dan hama belalang. Penyemprotan pestisida nabati bisa dilakukan rutin dua kali sehari, atau tiga kali dalam seminggu. Jamur pun juga memengaruhi pertumbuhan tanaman, biasanya jika cuaca sedang hujan atau lembab sehingga memang perlu pengawasan.
Lalu adapun salah satu kekurangan dari metode Hidroponik menurut Pak Adi yaitu pada alat yang cenderung mengeluarkan biaya lebih. Pembelian alat-alat dan pembayaran arus listrik menjadi faktor kekurangan dari metode bercocok tanam ini.
“Lebih mahal pada alat karena kita mesti menyiapkan modul Hidroponik tersebut dari, menyiapkan instalasinya seperti paralon, pembelian nutrisi, lalu pompa dan penggunaan listrik untuk mengalirkan air secara terus menerus,” ungkap Pak Adi.
Namun, jika dilihat dari keuntungannya yaitu dari efesiensi waktu dalam kecepatan hasil panen, nutrisi cukup terjaga, dan alat-alat yang disebutkan terbilang awet atau jangka yang panjang dalam penggunaannya sehingga tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membeli peralatannya. Terlebih lagi, penghematan juga bisa dilakukan dengan menggunakan sistem wick sehingga tidak perlu membutuhkan listrik untuk memompa air. Pemanfaatan lahan yang tidak begitu besar juga menjadi poin plus dalam metode ini, karena tidak perlu memerlukan lahan besar untuk melakukannya.
Metode ini pun juga tidak bergantung dengan cuaca karena kegiatan menanam pun bisa dilakukan di dalam rumah dengan penggunaan lampu UV sebagai pengganti dari sinar matahari.
Jadi, buat kalian para pecinta tanaman dan yang hobi bercocok tanam, apakah sudah tertarik mencoba metode Hidroponik ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H