Engkaupun menyeka air mata mu dan berbalik arah. Seakan kau tahu dimana jalan pulang menuju damai. Iya jalannya bukan ke arahku. Kemanapun itu kau yang tahu. Bisa jadi sendiri membatu atau bersama dia yang mencinta tanpa berbuat gila.
“Aku cinta padamu Randy, hingga batas waktu yang tak menentu. Kicauan burungpun sering menghiasi kisah cinta kita. Bagaimana mungkin aku melupakan itu. Hatiku laksana tentara Tuhan yang menyerbu tanah gersang dan langit kegelapan. Ia tahu kau dan aku bagaikan anak-anak yang Cuma tahu memiliki bukan membenci. Aku tidak ingin melupakanmu tapi mungkin aku yang serasa terhempas darimu. Biarkan aku melangkah berjalan menuju Tuhan ku. Yang lebih bisa ku cinta daripada pujangga seribu bahasa.”
Fani melangkah menjauh. Aku hanya bisa melepas dirinya dari pandangan. Entah dia mengatakan akhir dari kisah kita atau hanya sekedar menepi saja. Aku terpaku hingga dia hilang dari pandangan diantara para pejalan kehidupan. Sampai akhirnya aku tersadar. Dila ! iya aku harus menjemput dia sebelum dinginnya malam menyergap tubuh harumnya yang tak bersalah.
Ah, aku terlalu mudah jatuh ke dalam kubangan cinta!
(2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H