Retorika kamera yang banyak mengandalkan long take dan still shot, serta banyaknya penggunaan ambience sebagai suara latar adegan sangat mendukung penggambaran bagaimana kehidupan Wiji Thukul yang kesepian dan membosankan. Kita seakan diajak menyaksikan langsung apa yang dilakukan Wiji Thukul di kesehariannya saat masa pelarian.Â
Anggi Noen juga piawai dalam menyelipkan metafora-metafora melalui bahasa visual dan pengadeganan. Jajaran pemain yang memerankan para tokoh pun bermain dengan sangat apik, terutama Gunawan Maryanto yang memerankan sosok Wiji Thukul dengan gaya bicara pelo khas Wiji.
"Aku ora pingin kowe lungo, aku yo ra pingin kowe mulih. Aku mung pingin kowe ono" -Sipon
Film ini menjadi pengingat bahwa dulu pernah ada masa dimana demokrasi tidak dibiarkan ada, dan semua yang memperjuangkannya harus bertaruh nyawa. Mereka-mereka yang memperjuangkan hak berdemokrasi banyak yang dibungkam, ditelan rezim, dan hingga hari ini belum jelas kemana mereka ‘dibawa’. Mereka-mereka ini mungkin tidak banyak dikenal oleh masyarakat, bahkan tidak ada di dalam buku pelajaran sejarah, namun kebebasan berdemokrasi saat ini, tentunya tidak terlepas dari perjuangan para aktivis di masa lalu. Sayangnya, kasus-kasus penghilangan paksa para aktivis 98 tidak pernah diusut tuntas hingga hari ini.Â
Film Istirahatlah Kata-Kata bisa disaksikan secara legal lewat situs Bioskoponline.com
Selamat ulang tahun Wiji Thukul, sosokmu mungkin tak ada, namun puisi-puisimu takkan pernah binasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H