Fathul Bari
Pendahuluan
Seiring dengan meningkatnya permintaan akan sumber energi yang bersih dan berkelanjutan, inovasi dalam pengembangan energi terbarukan menjadi sangat penting. Salah satu tantangan utama dalam transisi ini adalah pemanfaatan limbah organik sebagai sumber energi yang dapat diperbarui, sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Limbah kulit pinang, yang merupakan salah satu komoditas pertanian yang melimpah di Indonesia, menyimpan potensi besar untuk diubah menjadi sumber biohidrogen melalui teknologi fuel cell dengan dukungan membran komposit kitosan. Artikel ini akan membahas inovasi penggunaan limbah kulit pinang sebagai sumber biohidrogen, peran membran komposit kitosan dalam sistem Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC), serta potensi solusi ini dalam pengembangan energi terbarukan di masa depan.
Â
Limbah Kulit Pinang sebagai Sumber Biohydrogen
Kulit pinang, yang biasanya menjadi limbah dari industri perkebunan dan pengolahan pinang, mengandung senyawa organik yang kaya akan karbon, yang dapat dimanfaatkan dalam proses fermentasi untuk menghasilkan biohidrogen. Biohidrogen adalah gas hidrogen yang dihasilkan melalui proses biologis, seperti fermentasi atau fotolisis, yang melibatkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik. Maka di dalam konteks limbah kulit pinang, proses fermentasi dilakukan untuk memecah senyawa kompleks menjadi hidrogen dan karbon dioksida.
Pemanfaatan biohidrogen dari limbah kulit pinang tidak hanya membantu mengurangi volume limbah pertanian yang berpotensi mencemari lingkungan, tetapi juga membuka peluang untuk menciptakan sumber energi baru yang ramah lingkungan. Hidrogen yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam sistem fuel cell, yang memiliki efisiensi tinggi dan menghasilkan emisi yang minimal, menjadikannya salah satu kandidat utama dalam transisi menuju energi terbarukan.
Indonesia telah memiliki 8.000 spesies tumbuhan dan 2.125 spesises hewan. Sejauk pemutakhiran teknologi yang meningkat secara gramatikal, pinang tidak lagi digunakan hanya untuk aktivitas menyirih. Kini, pinang menjadi primadona ekspor pertanian di beberapa wilayah Indonesia (Mutmainnah, 2021).
Persiapan secara fisik dilakukan dengan pembersihan kotoran dan pengovenan dengan suhu 100oC selama 8 jam untuk mengurangi kadar air, lalu hasi dari pengovenan digunting kecil sebesar 1 cm dan diayak dengan ayakan 100 mesh  untuk mendapatkan substrat berbentuk bubuk. Pre treatment dengan alkalisasi menggunakan larutan NaOH 0.5 M untuk memisahkan residu lignin. Hasil alkalisasi dibilas dengan akuades dan dikeringkan Kembali menggunakan oven dengan suhu 100oC selama 6 jam. Proses pre-treatment ini dapat menurunkan kandungan lignin secara optimal dari 7.39% menjadi 3.29%. Selanjutnya, hidrolisis selulosa secara enzimatik menggunakan enzim selulase dari mikrofungi Trichoderma ressei dan Aspergilus niger (1:1) yang akan menhasilkan glukosa dari hasil gula reduksi. Setelah itu glukosa akan melalui tahapan fermentasi gelap untuk menghasilkan biohydrogen menggunakan bakteri Enterobactei aerogenesis secara batch stirred tank reactor selama 24 jam dengan pengontrolan suhu 37o% dan agitasi 40 rpm, serta penambahan urea konsentrasi 3% sebagai sumber nitrogen tambahan. Biohidrogen yang dihasilkan akan dialirkan menggunakan selang kedala penampungan berupa tabung gas trap yang dilengkapi dengan water trap untuk memisahkan uap air yang ikut mengalir. Volume biohidrogen yang ada ditabung dapat diketahui menggunakan instrument GC-TCD. Proses selanjutnya adlaah pembuatan membran komposit dari lumput laut (Sargassum sp) terfosforilasi dengan menggunakan metode gabungan pada penelitian (Smitha dan Wafiroh dalam Mutmainnah, 2021).
      Proses terakhir adalah perakita perangkat By pinang Kito FC dengan menempatkan membrane komposit kitosan terfosforilasi di antara ruang yang berisi elektroda berupa katoda dan anoda yang mengandung katalis platina, lalu, diikuti dengan pemasangan seluruh komponen perangkat beserta gas bag biohidrogen. Selanjtunya elektroda dihubungkan dengan rangkaian kabel pada alat miltimeter. Apabila seluruh tahapan telah dilaksanakan, By Pinang Kito-FC dapat dicoba untuk diaplikasikan pada lampu LED dengan daya 3 watt (Mutmainnah, 2021).
Teknologi Fuel Cell dan PEMFC
Fuel cell adalah perangkat elektrokimia yang mengonversi energi kimia dari bahan bakar langsung menjadi listrik melalui reaksi elektrokimia. Salah satu jenis fuel cell yang paling populer adalah Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC), yang menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dan oksigen sebagai oksidator. Pada sistem ini, hidrogen dioksidasi di anoda menjadi proton dan elektron. Proton kemudian bergerak melalui membran elektrolit (Proton Exchange Membrane) menuju katoda, di mana ia bereaksi dengan oksigen membentuk air, sementara elektron mengalir melalui sirkuit eksternal untuk menghasilkan listrik.
Sedangkan dalam konteks pemanfaatan biohidrogen dari limbah kulit pinang, hidrogen yang dihasilkan dari fermentasi tersebut dapat dimasukkan ke dalam sistem PEMFC untuk menghasilkan listrik secara efisien. Salah satu komponen kunci dari teknologi ini adalah membran elektrolit, yang bertugas untuk memfasilitasi perpindahan proton dari anoda ke katoda. Membran yang digunakan harus memiliki konduktivitas proton yang tinggi, stabilitas kimia, dan daya tahan mekanik yang baik.
Peran Membran Komposit Kitosan dalam PEMFC
Kitosan, yang merupakan turunan dari kitin dan dapat diekstraksi dari rumput laut coklat (Sargassum sp), telah menarik perhatian sebagai bahan membran potensial dalam sistem PEMFC. Kitosan memiliki sifat biokompatibel, murah, dan dapat dimodifikasi untuk meningkatkan konduktivitas proton. Pada inovasi terbaru, kitosan dapat dikompositkan dengan bahan-bahan lain, seperti fosfat, untuk membentuk membran komposit kitosan yang lebih efisien dalam konduksi proton.
Selanjutnya, apabila ditinjau lebih dalam, biohidrogen dari pinang berpotensi menjadi bahan bakar fuel cell dalam menghasilkan energi listrik yang dapat disimpan. Fuel cell merupakan perangkat elektrokimia yang dapat mempertemukan hidrogen dengan oksigen untuk menghasilkan energi listrik, beserta panas dan air. Ada bebrapa jenis fuel cell yang yang saat ini dikembangkan, yaitu Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC), Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) dan Solid Oxide Fuel Cell (SOFC). Diantara jenis fuel cell yang ada jenis yang paling efektif digunakan adalah Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) karena efisiensi konversinya mencapai 50 %, operasionalnya yang mudah dan relative cepat, menggunakan membrane elektrolit yang dapat menghindari proses korosi, dapat dioperasikan pada temperature rendah dan bebas polusi (Mutmainnah, 2021).
Pada kasus ini, kitosan yang terfosforilasi dari Sargassum sp telah terbukti meningkatkan performa membran dalam PEMFC. Fosforilasi meningkatkan konduktivitas proton membran, memungkinkan proses pemindahan proton lebih efisien dalam kondisi operasional fuel cell. Selain itu, sifat kitosan yang ramah lingkungan dan mudah terurai menjadikannya pilihan yang lebih berkelanjutan dibandingkan membran sintetis berbasis fluor yang banyak digunakan saat ini. Melalui penggunaan membran komposit kitosan ini, sistem PEMFC dapat berjalan lebih efisien, menjadikan limbah kulit pinang sebagai sumber biohidrogen yang lebih kompetitif dan ekonomis.
Potensi Pengembangan di Indonesia
Indonesia, dengan keberagaman sumber daya alamnya, termasuk limbah kulit pinang yang melimpah dan potensi besar produksi rumput laut, memiliki peluang yang sangat baik untuk mengembangkan teknologi ini. Limbah kulit pinang yang dihasilkan dari berbagai wilayah di Indonesia dapat dimanfaatkan secara lokal untuk produksi biohidrogen, sekaligus mengurangi beban limbah pertanian. Selain itu, kitosan dari rumput laut dapat diproduksi secara berkelanjutan sebagai bahan dasar membran komposit, yang akan mengurangi ketergantungan pada bahan membran impor yang mahal dan kurang ramah lingkungan.
Pengembangan teknologi fuel cell berbasis biohidrogen dan membran komposit kitosan juga sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Selain itu, inovasi ini dapat berkontribusi dalam mencapai target pengurangan emisi karbon sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris.
Kesimpulan
Inovasi konversi limbah kulit pinang menjadi biohydrogen menggunakan teknologi fuel cell dan membran komposit kitosan menawarkan solusi berkelanjutan untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Meskipun masih menghadapi tantangan teknis dan ekonomis, potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam hal sumber daya alam dan lingkungan mendukung pengembangan teknologi ini di masa depan. Melalui penelitian dan investasi lebih lanjut, biohidrogen dari limbah kulit pinang dapat menjadi salah satu pilar utama dalam transisi menuju ekonomi berbasis energi hijau.
Referensi :
Mutmainnah, M, Z. 2021. By Pinang Kito-FC (Biohydrogen Pinang dengan Membran Komposit Kitosan Fuel Cell) -- Inovasi Limbah Kulit Pinang Penghasil Listrik Bersistem Proton Exchange Membran Fuel Cell (PEMFC) Dilengkapi Membran Komposit Kitosan dari Rumput Laut Coklat (Sargassum sp) Terfosforilasi Guna Mewujudkan Development of Renewable Energy. Indonesia Menuju Energi Bersih. 50 Karya Terbaik Kompetisi Penulisan Artikel Energi Baru Terbarukan. Piala Menteri ESDM RI 2021. Society of Renewable Energy (SRE) & Rakyat Merdeka (RM). Society of Renewable Energy (SRE) & Rakyat Merdeka (RM). RM BooksÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H