Mohon tunggu...
fathul geograf
fathul geograf Mohon Tunggu... Editor - Penulis Buku dan Peneliti

Sebagai penulis dan peneliti di Institut Hijau Indonesia, saya menggabungkan keahlian akademis dengan dedikasi terhadap pelestarian lingkungan dan inovasi pendidikan. Dengan latar belakang yang kuat dalam pendidikan dan penelitian, saya telah berkontribusi melalui karya-karya yang mendalam dan relevan, termasuk makalah tentang keadilan pemilu dan pengelolaan sumber daya alam. saya menyusun solusi berbasis lingkungan, seperti dalam karyanya tentang penggunaan bambu untuk penyimpanan air dan pengelolaan krisis air bersih di Indonesia. Selain itu, saya juga aktif dalam mengembangkan gerakan 'Kotak Suara Lingkungan' yang berfokus pada penyampaian kebijakan lingkungan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai penulis, saya memiliki minat mendalam dalam menganalisis isu-isu global dan lokal dari perspektif geografi dan lingkungan. Dengan pendekatan yang kritis dan sarkastik terhadap demokrasi, beliau terus berkomitmen untuk memperluas wawasan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dan lingkungan melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ketahanan Iklim dan Perencanaan Pembangunan Kota Hijau

30 September 2024   09:20 Diperbarui: 30 September 2024   09:22 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Editiing Penulis

Fathul Bari, M.Pd

 

PENDAHULUAN

Wilayah perkotaan saat ini mengahadapi tantangan yakni bencana alam yang sebelumya belum pernah terjadi akibat perubahan iklim. Perencanaan kota sedang dilaksanakan guna menghadapi adanya tinkatan degradasi lingkungan bahkan bencana alam. Kondisi tersebut akan lebih parah akibat kurangnya pengetahuan masyarakat terkait seperti kota tersebut bertumbuh. Tantangan saat ini yakni generasi muda belum semuanya mengetahui nilai penting dari sebuah kota dan proses tumbuhnya maka pemuda perlu berkontribusi terkait peningkatan kualitas kota ditengah tantangan peningkatan populasi, degradasi lingkungan dan perubahan iklim.

Kelangkaan sumberdaya air untuk keperluan rumah tangga, pertanian dan indsurtri merupakan dampak yang diakibatkan dari perubahan iklim. Khusus di wilayah kota perubahan iklim menyebabkan kerusakan infrastrukutur seperti jalan, jembatan yang diakibatkan oleh banjir, erosi dan penurunan permukaan tanah. Daerah Khusus Ibu Kota

Jakarta menurut laporan BBC Asia 13 Agustus 2013 akan tenggelam paling cepat di dunia rata-rata penurunan tanah setinggi 25 cm pertahun. Perubahan konfigurasi alam terjadi akibat kemajuan teknlogi, industri dan transportasi serta pemanfaatan lahan kota terus terjadi akibat dibangunnya berbagai fasilita dan mengurangi jumlah ruang terbuka hijau. Peningkatan penggunaan alat teknologi serta penambahan jumlah jalur transportasi yang dirancang untuk kesejahteraan rakyat menjadi efek bertambahnya bahan pencemar pada lingkungan.

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin berkurang jumlahnya sehingga berdampak pada sendi kehidupan yakni terjadinya bencana banjir, longsor serta pencemaran udara akibat dari banyaknya jumlah kendaraan uang semakin padat di wilayah kota. Mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan aturan yang mampu mengarahkan pelaksanaan pembangunan yang bisa bersinergi sehingga pembangunan dapat berjalan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan berdaya guna.

Harusnya pembangunan mengacu pada Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang pelaksanaan UUBG, khususnya pada Pasal 25 Ayat (1) keseimbangan, keserasian dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa luas ideal RTH minimal adalah 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Kenyataannya kota di Indonesia masih sulit untuk merealisasikan aturan tersebut akibat kebutuhan penambahan saranan dan prasarana kota akibat peningkatan jumlah penduduk.

Terdapat dua jenis ruang terbuka publik yakni ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Khusus RTH adalah bagian dari ruang terbuka yang berisi tumbuhan dan tanaman serta vegetasi agar bermanfaat secara ekologis. Sedangkan ruang terbuka non-hijau merupakan ruang terbuka berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam-kolam retensi. Oleh karena itu ruang terbuka publik di perkotaan terdiri dan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau, ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan untuk meningkatkan fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Artikel ini fokus membahas terkait dengan Ketahanan Iklim dan Perancanaan Pembangunan Kota Hijau

KETAHANAN IKLIM

Berbicara ketahanan iklim ada dua sektor yang menjadi prioritas di Indonesia yakni sektor kehutanan dan perubahan tata guna lahan (forest and land-use change) serta sektor energi (Wardojo & Novita, 2019). Negara-negara telah melakukan pertemuan guna mencapai kesepakatan terkait dengan mitigasi perubahan iklim yakni dikenal dengan Persetujuan Paris. Beberapa persetujuan diantaranya adalah sebagai berikut :

Membatasasi kenaikan temperatur global di bawah 2oC dari tingkat pra industri dan melakukan upaya membatasinya hingga di bawah 1.5oC. Setiap negara menyampaikan kontribusi penurunan emisi yang dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) (Yuwono dkk, 2019). Menurut Murdiyarso & Adiwibowo (2019) langkah paling efektif dalam mengedalikan emisi yakni dengan cara meningkatkan produktivitas serta memperbaiki sistem hidrologi lahan gambut yang sudah terlanjur dikeringkan, melalui pembasahan ulang sehingga menurunkan tingkat kerentanan perkebunan dari kebakaran. Adanya alih fungsi lahan dipandang sebagai sumber emisi terbesar kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil. Indonesia tergolong negara dengan emisi karbonnya ketiga terbesar dari kegiatan yang berbasis lahan (konservasi lahan, degradasi dan deforestrasi).

Pendapat Steni (2019) mengatakan bahwa langkah-langkah yang berkaitan dengan sumber daya hutan adalah sebagai berikut. Pertama, masyarakat adat dan lokal harus mendapatkan kesempatan yang memadai dalam mengelola kekayaan publik (hutan). Hal ini sebagai indikator penguasaan kawasan bagi masyarakat adat atau lokal harus mengakomodasi kemampuan historis yang secara nyata ada. Kedua, kemampuan administrasi masyarakat adat tidak setara dengan bisnis. Administrasi harus bisa menjadi instrumen yang harus dibuat sedemikian efisien guna memfasilitasi kemampuan dan kinerja yang senantiasa berubah. Di Indonesia wilayah yang memiliki komunitas hutan adat adalh provinsi jambi mencapai 22 lokasi hutan adat dan lokasi terbanyak di Kabupaten Sarolangun yakni 7 lokasi, diikuti oleh Kabupaten Kerinci dan Bungo, masing-masing sebanyak 5 lokasi. Provinsi kedua penyumpang lokasi hutan terbanyak adalah Kalimantan Barat sebanyal 4 lokasi.

Menghadapi perubahan ikllim perlu melibatkan semua masyarakat termasuk pula perempuan. Hal ini mengingat ada 13,7 juta perempuan bekerja pada sektor pertanaian, kehutanan dan perikanan (Sakerna BPS 2016). Menurut Candaningrum dkk (2019) Pemerintah perlu melakukan upaya untuk menghilangkan marjinalisasi terhadap perempuan, caranya dengan memberikan akses kesehatan, pendidikan dan pengetahuan serta kewenangan kepada perempuan untuk memustuskan kebijakan baik bersifat sosial, politik dan pengelolaan lingkungan sehingga dapat secara aktif terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan di level nasional, daerah, desa, hingga keluarga. Kedua, membangun kesadaranakan pentingnya pendidikan dan kesehatan bagi anak perempuan agar akses yang telah diberikan oleh pemerintah dapat berjalan secara efektif dan memutus rantai marginalisasi terhadap perempuan. Ketiga, memberikan akses kepada perempuan agar dapat mandiri secara ekonomi terutama sektor pertanaian, kehutanan dan perikanan, dan sebagian perempuan masih bisa memenuhi kebutuhan domestik.

Memitigasi perubahan iklim dapat dimulai dari diri sendiri dalam artian menjadi contoh sehingga dapat menggerakkan masyarakat secara luas. Tindakan tersebut dimulai dari saat ini karena waktu yang terbaik untuk memulai adalah sekarang. Beberapa langkah yang dapat dilakukan menurut Prayudha & Naim (2019) adalah sebagai berikut :

  • Menanam pohon sebanyak mungkin dan penyerapan karbon dioksidanya baru akan maksimal setelah puluhan tahun. Gunakan pagar dari tanaman, menambah keindahan dan bermanfaat bagi lingkungan.
  • Penggunaan transportasi perlu membisakan diri berjalan kaki atau dengan bersepeda untuk jarak dekat. Apabila menggunakan mobil usahakan menerapkan car poling sehingga bisa bergantian diantara anda dan tetangga. Selain hemat bensin, juga jejak karbonnya lebih kecil. Sepanjang jalan juga bisa ngobrol, berbagi semangat tentang perubahan iklim. Apabila jarak jauh dan anda hanya sendiri, lebih hemat naik kendaraan umum agar hemat uang juga jejak karbonnya lebih kecil.
  • Menerapkan pola hidup hemat listrik, tidak membiarkan komputer atau laptop yang menggunakan animasi pada kondisi tidak digunakan stanby, tidak membiarkan pintu kulkas terbuka telalu lama, tidak mengisi kulkas terlalu penuh, tidak memasukkan makanan panas kedalam kulkas, menggunakan sakelar listrik yang ada tombol on-off di setiap lubang, mencabut listrik rice cooker anda segera setelah nasinya masak serta tidak membiarkan kabel pengisi daya pada sumber listrik. Selain itu menggunakan lamput hemat energi dan mematikan apabila tidak digunakan. Semua hal ini agar tidak memakan energi listrik yang besar.
  • Pola hemat energi dengan mengatur suhu penyejuk ruangan pada 24-26oC, lebih baik lagi jika memungkinkan tidak menggunakan penyejuk ruangan sama sekali. Serta televisi maupun peralatan elektronik lainnya di rumah tidak perlu berjaga dalam keadaan stanby.
  • Perubahan iklim menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kenaikan

muka laut, intrusi air laut gelombang tinggi dan abrasi. Hal ini karena adanya pemanasan global akibat Efek Gas Rumah Kaca sehingga menyebabkan mencairnya es di kutub sehingga menambah jumlah air laut maka terjadilah bencana. Menurut Justianto dkk, (2019) langkah-langkah peningkatan ketahanan iklim yang telah dan tengah dilakukan di berbagai wilayah Indoneisa meliputi tindakan berikut di bawah ini :

  • Menata, memperbaiki, dan memperluas sistem pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, yang meliputi pengurangan sampah dan penanganan sampah;
  • Menata dan membangun perluasan saluran air atau terowongan air bawah tanah;
  • Menata dan membangun bangunan/konstruksi pencegah banjir;
  • Memperluas, membersihkan dan merawat secara regular fasilitas drainase
  • Memperluas, membangun dan memeligara Ruang Terbuka Hijau
  • Meningkatkan intensitas reboisasi dan penghijauan khususnya di Daerah Aliran Sungai yang kondisinya kritis;
  • Membuat dan memperluas lubang biopori;
  • Membangun tanggul laut di tempat-tempat strategis untuk mengenalikan risiko kenaikan muka laut dan rob;
  • Membangun sabuk hijau di sepanjang garis pantai dengan vegetasi mangrove;
  • Melakukan dampak kajian resiko dan kerentanan perubahan iklim yang akan timbul akibat kekeringan, banjir rob dan kenaikan permukaan laut.
  • Memperkuat kapasitas institusi pengelolaan sumberdaya air di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tergolong kritis.
  • Selanjutnya dalam rangka mewujudkan ketahanan iklim telah diterapkan jasa

layanan iklim. Menurut Winarto dkk (2019) ada tujuh jasa layanan iklim telah dikembangkan dalam WIL, termasuk panduan diantaranya :

  • Pengukuran curah hujan harian dilakukan oleh semua pengukur curah hujan di petak pertanian mereka sendiri;
  • Pengamatan agroekosistem dilakukan setiap hari;
  • Perhitungan hasil panen dan memahami perbedaan hasi panen antarpetak, musim dan tahun;
  • Pengorganisasian WIL;
  • Pengembangan dan pertukaran informasi prakiraan cuaca bulanan terkini dalam format skenarion curah hujan musiman;
  • Pertukaran pengetahuan baru terkait dengan kelima hal yang telah disebutkan;
  • Melakukan eksperimen lapangan untuk mengembangkan praktik-praktik budidaya tanaman yang terbaik dan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan urgen yang muncul di tingkat lokal.

Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim terutama di pulau-pulau kecil perlu memperhatikan kondisi berikut :

  • Iklim telah berubah dan pulau-pulau kecil telah merasakan dampaknya.
  • Perubahan iklim tidak dapat terhindarkan dalam dekade-dekade mendatang.
  • Perubahan iklim memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan pulau-pulau kecil.
  • Adaptasi dapat mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi terdapat batasan dan risiko di dalamnya.
  • Biaya ekonomi adaptasi terhadap perubahan iklim pada pulau-pulau kecil relatif tinggi terhadap kemampuan ekonominya. Adaptasi perubahan iklim perlu melibatkan 5 komponen penting yaitu persiapan, pemahaman kondisi iklim, identifikasi pilihan tindakan adaptasi, permberdayaan proses adaptasi, dan implementasi adaptasi yang disertai monitoring dan evaluasi (Susandi dkk, 2019).

Terdapat beberapa intervensi kebijakan yang dapat dilakukan pembangunan rendah karbon. Pertama, meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Kedua, meningkatkan produktivitas pertanian, intensifikasi pertanian dan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam. Ketiga, meningkatkan kontribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) pada bauran energi; efisiensi energi; konservasi energi; biofuel untuk transport; dan penghapusan subsidi BBM. Keempat, memastikan upaya reforestasi, pencegahan deforestasi, restorasi lahan dan gambut, implementasi RTRW, memoratorium kelapa sawit dan hutan primer dapat berhasil dan berkelanjutan (Brojonegoro & Rudiyanto, 2019).

           

  • PEMBANGUNAN KOTA HIJAU

Berdasarkan Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sektor transportasi merupakan sumber pencemar udara dan Gas Rumah Kaca (GRK) yang terbesar di perkotaan, diikuti sumber emisi pencemar halus lain seperti industry, rumah tangga dan kegiatan komersial lainnya (Pambagio, 2019). Pendekatan sektoral terdiri dari sektor enegeri yang merupakan penyumbang terbesar kedua setelah sektor lahan. Sektor limbah limbah organic padat dari perkotaan dan limbah cair dari industri akan mendapat prioritas. Sektor industri dikenal dengan istilah dormal Industrial Process and Product (IPPU). Sektor pertanian dimana dominasi metana dengan budidaya padi sawah yang mengalami penggenangan (Murdiyarso & Adiwibowo, 2019).

Menurut Pambagio (2019).saat ini langkah yang paling tepat dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka pengurangan emisi GRK turun drastis di tahun 2030 adalah mengoperasikan kendaraan listrik secara bertahap mulai sekarang. Namun selain kendaraan listriknya rendah emisi, pemerintah juga sudah harus mulai memikirkan membuat aturan mengenai limbah baterai yang umumnya menggunakan lithium yang dampaknya mirip dengan limbah nuklir. Penerapan ini diperlukan pula aturan-aturan terkait agar dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari limbah baterai serta pedoman para pengguna. Akan tetapi Indonesia mengalami kendala dalam sektor transportasi yakni gagalnya negara menyelenggarakan angkutan umum yang terintegrasi, dan angkutan umum masih menggunakan bahan bakar fosil secara masif serta kemacetan di hampir semua kota besar. Mengacu pada pendapat Pambagio (2019) penyebab kegagalan program transportasi kota, selain program bagi-bagi bus yang asal dibadikan, juga tidak adanya interkoneksi antarmoda, ketersediaan terminal angkutan kota yang nyaman, dan teritegrasi dengan angkutan kota antar provinsi (AKAP).

            Khusus untuk penataan kota pemerintah telah menerapkan konsep kegiatan yang Terkait dengan Penurunan/Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca salah satunya adalah Pertanian Kota (Urban Farming). Menurut Sitoruk dkk (2019) Pertanian Kota (Urban Farming) adalah prakarsa cerdas untuk mendukung keamanan pangan, mengatasi keterbatasan lahan dan mengurangi produksi sampah di kawasan perkotaan. Langkah ini dapat menjadi alternatif untuk menambah luasan ruang terbuka hijau di perkotaan sehingga menjadi bagian dari penyerapan karbon dalam rangka mitigasi perubahan iklim.

Terdapat delapan atribut pembangunan kota hijau diantaranya adalah sebagai berikut :

Green Planning and Design yakni perencanaan dan perancangan kota yang merupakan suatu upaya guna meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan lebih sensitif terhadap lingkungan serta mitigasi terhadap perubahan iklim.

Green Open Space yaitu membangun ruang terbuka hijau guna meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota dengan target 30% dari luas kota. Peningkatan ini diperlukan agar membuat daerah perkotaan menjadi lingkungan yang lebih nyaman untuk ditinggali.

Green Community atau Komunitas Hijau adalah kelompok masyarakat yang menerapkan berbagai kegiatan secara ekologis dengan menjaga kelestarian sumber daya serta meningkatkan proses ekologi alami. Komunitas memiliki peran penting dala pembangunan kota hijau serta melibatkan stakeholder dari kalangan pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Tujuan dari green community agar para stakeholder bertindak secara nyata serta membangun masyarakat berkarakter peduli lingkungan.

Green Waste sebuah cara pengelolaan sampah yang mengutamakan pencegahan produksi sampah serta limbah rumah tangga dan industri. Pengelolaan sampah saat ini yang banyak diterapkan adalah dengan konsep 3R yaitu mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse) dan mengdaur ulang (recyle). Metode pengelolaan sampah ini perlu dukungan keberadaan teknologi pengolahan dan pembuangan sampah yang ramah lingkungan.

Green Transportation adalah transportasi berkelanjutan untuk mendukungan kelestarian lingkungan termasuk meminimalisir pemanasan global. Metode ini juga termasuk transportasi umum pada pembangunan transportasi massal yang berkualitasyang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan transportasi massal, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, penciptaan infrastruktur jalan, mengurangi emisi kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda.

Green Water yakni meningkatkan kualitas air dengan konsep ekodrainase dan zero runoff merupakan pengelolaan sumber daya air dan efisiensi penggunaan air. Kebutuhan air bersih di berbagai daerah di Indonesia umumnya didominasi oleh sektor pertanian, namun seiring berkembangnya sektor industri serta kawasan perumahan, air bersih lebih banyak dikonsumsi oleh kedua sektor tersebut. Hal tersebut menyebabkan sering terjadi krisis air bersih di musim kemarau. Terdapat 3 indikator dalam pengembangan konsep Green water, yaitu kualitas, kuantitas, serta kontinuitas.

Green Energy atau Energi Hijau yakni strategi yang meminimalisir penggunaan energi dengan cara menghemat dan meningkatkan penggunaan energi terbaharukan, seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin dan listrik dari emisi methana.

Green Building atau Bangunan Hijau yakni perancangan bangunan yang efisien meliputi  konstruksi, perawatan, renovasi bahkan dalam perubuhan. Metode ini dirancang agar dampak negatif bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dapat dicegah serta menjaga kesehatan penghuni dan tidak kerusakan lingkungan.

KESIMPULAN 

Menerapkan ketahanan iklim ada dua sektor yang menjadi prioritas di Indonesia yakni sektor kehutanan dan perubahan tata guna lahan (forest and land-use change) serta sektor energi. Indonesia telah berkomitmen dalam perseutujaun paris untuk menurunkan emisi yang ada di Indonesia dengan berbagai cara diantaranya adalah adaptasi dengan perubahan iklim. Proses adaptasi melibatkan semua unsur masyarakat, stakeholder serta intervensi kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan.

Terdapat delapan cara dalam membangun kota hijau diantaranya adalah Green Planning and Design yakni perencanaan dan perancangan kota, Green Open Space yaitu membangun ruang terbuka hijau, Green Community atau Komunitas Hijau, Green Waste sebuah cara pengelolaan sampah, Green Transportation yakni transportasi berkelanjutan, Green Water yakni meningkatkan kualitas air, Green Energy atau Energi Hijau, Green Building atau Bangunan Hijau.

SARAN

Mitigasi perubahan iklim dalam rangka membangun ketahanan iklim serta membangun kota hijau di Indonesia dalam penerapannya masih menemukan kendala dan tantangan. Maka disarankan pemerintah segera merumuskan solusi dari kendala dan tantangan tersebut. Selain itu melibatkan peran para nirwasita tantra dalam mitigasi perubahan iklim serta perencanaan pembangunan kota hijau karena salah satu tantangan nirwasita tantra adalah tidak mempunyai wewenang untuk terjun dalam program yang telah direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Brojonegoro, B, P, S. & Rudiyanto, A. 2019. Perubahan Iklim Dan SDGS. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Candaningrum, D. Tanuhandaru, M & Utari, A, D. 2019. Gander, Perubahan Iklim & Konservasi Lingkungan. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Justianto, A. Dhewanti, L. & Katili, A, N. 2019. Praktik-Praktik Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Murdiyarso, D. Haryanto, J ,T. & Adiwibowo, S. 2019. Nationally Determined Contribution : Antara Komitmen Global Dan Agenda Nasional. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Nurbaya, S., Kusumaatmadja, S. & Yudha, S,W. 2019. Ketahanan Iklim dan Kedaulatan Lingkungan Hidup Dalam Era Revolusi Industri 4.0. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Nurbaya, S. Masripatin, N. & Sugardiman, R, A. 2019. Evolusi Kelembagaan Dan Proses Pelembagaan Perubahan Iklim. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta :

Penerbit Buku Kompas

Nurbaya, S, N. Masripatin, S. Adhiwibowo, Y. Sugandi, dan T. Reuter. 2019. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Nurbaya, S, N. Masripatin, S. Adhiwibowo, Y. Sugandi, dan T. Reuter. 2019. Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Prayudha, H, N. & Naim, M, A. 2019. Menuju Perubahan Dan Melampauinya: Sebuah Renungan Dan Perjuangan Kaum Muda Dalam Menghadapi Kenyataan Yang Menggelisahkan. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Pambagio, A. 2019. Peluang Dan Hambatan Sektor Transportasi Memenuhi Perjanjan Paris.Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Steni, B. 2019. Keadilan Sosial Atas Sumber Daya Alam Pelajaran Untuk Skema Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Susandi, A. Satria, A. Adhuri, D & Muthohharoh, N, H. 2019. Laut, Pulau-Pulau Kecil Dan Perubahan Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Sitorus, S. Dhewanti, L. Salim, F. 2019. Pendanaan Perubahan Iklim Sebagai Katalis Aksi Dan Transformasi. Pembangunan dan Emisi Gas Rumah Kaca. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Wardojo, W. & Novita, N. 2019. Biodiversitas Dan Perubahan Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Winarto, Y, T. Walker, S. Ariefiansyah, R. Prihardiani, A, F. Taqiuddin, M. & Nugroho, Z, C. 2019. Melembagakan ‘Warung Ilmiah Lapangan’ (Science Field Shops): Mengembangkan Pertanian Yang Tanggap Pada Perubahan Iklim. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Yuwono, A. Rachman, N, F. & Heroepoetri, A. 2019. Perubahan Iklim Dan Agenda-Agenda Penanganyannya Pada Tingkatan Lokal, Nasional, Dan Global. Krisis Sosial-Ekologis dan Keadilan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun