Mohon tunggu...
fathul geograf
fathul geograf Mohon Tunggu... Editor - Suka Menulis

Agar saya tetap dapat berkarya dan memperbaiki karya saya, maka mohon komentarnya dan like.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Membangun Kemandirian Energi melalui Optimalisasi Sumber Daya Laut Indonesia

17 September 2024   10:20 Diperbarui: 17 September 2024   10:26 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Penerapan Energi Terbarukan. Sumber: Penulis

Menurut data Perindustrian RI tahun 2022 sektor industri Indonesia naik 4,83%. Data pertumbuhan terbesar sektor industri ini adalah industri logam sebanyak 20,16%; angkutan umum sebanyak 10,26% dan manufaktur sebanyak 5,72%. Berbagai sector Industri besar di Indonesia ini sebagaian terpusat di Pulau Jawa yang memiliki kantor utama berupa Gedung-gedung tinggi. Penggunaan listrik berbahan bakar fosil meningkat untuk kebutuhan Gedung pengoperasian industri menjadi faktor yang mempercepat kelangkaan sumber daya fosil di alam. Penggunaan Gedung operasional industri atau kantor sentral rata-rata menggunakan unit batubara dengan nilai kalori 5752 kKal/kg dengan unit operasi beban maksimal 419 MW dengan spesifikasi konsumsi 0,3996 kg/kWh. Unit batubara tersebut banyak menggunakan batubara jenis Sub Bituminous dan Bituminous. Hal ini menyebabkan eksplorasi yang berlebihan terhadap keberadaan batubara yang juga menyebabkan permasalahan kerusakan lingkungan secara fisik dan kimiawi serta habisnya bahan bakar fosil di bumi (Aditya, 2023).

Biofotovoltaik berbasis mikroalga adalah salah satu solusi inovatif untuk menghasilkan listrik berbasis CSUS dan mengurangi emisi karbon. Konsep pembuatan biofotovoltaik mikroalga di PT Djarum dibedakan menjadi beberapa tahapan yaitu tahapan persiapan (prepare), peninjauan lapangan (field review), pembuatan (manufacture), perakitan (assembly), pengujian dan pemeriksaan (testing and inspection), pengaplikasian (implementation), dan pengelolaan (management) (Aditya, 2023).

Hasil biofotovoltaik mikroalga menggunakan fotobioeraktor dengan sumber bahan yang direduksi emisi karbon di atmosfer sehingga dihasilkan lisrik yang ramah lingkungan dan bebas karbon. Hasil penelitian Iglina (2022) dalam satu petak kolam alga bervolume 1m3 dapat menyerap CO2 di lingkungan sebesar 6%-12% dalam 21 hari. Biofotovoltaik mikroalga botol bervolume 8 CM3 dapat menghasilkan tegangan 1,1-1,3 voltase listrik dalam 5-10 menit. Sistem biofotovoltaik yang diintegrasikan dengan Internet of Things (IoT) memastikan bahwa mikroalga dapat menghasilkan listrik secara tetap dan konstan agar menjaga efisiensi tenaga listrik yang dihasilkan per hari. Internet of Things juga akan memantau serapan karbon yang masuk ke dalam fotobioeraktor dalam setiap waktu yang diatur secara berkala. Secara ekonomi, biofotovoltaik mikroalga dapat mengurangi beban pembiayaan listrik berbahan dasar fosil yang diperkirakan harganya naik di setiap pergantian tahun. Analisis kehematan penggunaan biofotovoltaik berbasis mikroalga dapat menekan pengeluaran 4 kali lipat daripada listrik yang berbahan bakar fosil (Aditya, 2023).

Produksi biofuel dari mikroalga dapat memberikan beberapa keuntungan yang berbeda di bidang keberlanjutan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat karena memiliki sifat pertumbuhan yang singkat, emisi karbon dioksida nol, dan sifatnya yang bersatu dengan alam. Parameter pertumbuhan mikroalga juga dapat diubah untuk menghasilkan mikroalga tertentu dengan komposisi kimia biofuel yang berbeda. Mikroalga menghasilkan metabolit primer, yaitu lipid dan karbohidrat yang tergantung pada spesies dan kondisi pertumbuhan. Karbohidrat dapat difermentasi untuk menghasilkan ethanol sementara lipid dapat diekstraksi menjadi biofuel dalam bentuk etilena dan propilena yang merupakan bahan baku industri energi dan petrokimia. Mikroalga adalah organisme fotosistensis air yang mampu memproduksi minyak dan bahan biokimia lainnya (Widjaja, 2021).

Sisem kultivasi terbuka dianggap lebih baik karena kemampuannya menerima sinar matahari yang kuat dan menangkap karbon dioksida di atmosfer. Dua sistem kultivasi terbuka untuk menghasilkan alga yang dievaluasi disini adalah Algal Turf Scrubber (ATS) dan Open Raceway Ponds (ORP). Kombinasi hydrothermal liquefaction (HTL) dan catalytic dari mikroalga setelah dibandingkan dengan metode lain (pirolisis penekanan mekanik, ekstraksi pelarut kimia, dan ekstraksi superkritis) karena efisiensi energi yang tertinggi (85-90%)  (Widjaja, 2021).

Mikroalga dengan lipid tinggi dan proses HTL-CHG gabungan memenuhi semua dasar untuk menjadi energi alternatif yang berkelanjutan, hijau, eknomis dan layak secara geopolitik untuk memenuhi permintaan energi masa depan. Untuk meningkatkan daya jual mikroalga, tingginya biaya ekstraksi minyak dapat dikurangi dengan skala produksi dan modifikasi genetic mikroalga. Solusi ini layak secara ekonomi dan berdampak secara geopolitik, tetapi membutuhkan komitmen dan dukungan dari para pemangku kepentingan (Widjaja, 2021).

Pemanfaatan Potensi Energi Berbasis Rumput Laut

Terdapat beberapa jenis tumbuhan yang mengangung selulosa tinggi dan dapat dijadikan sebagai sumber bioethanol seperti sawit, jarak, singkong, sorgum, kelapa dan jagung. Apabila melihat potensi negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki luas lautan sekitar 2/3 dari keseluruhan luas wilayahnya maka alternatif tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk bioethanol adalah rumput laut. Indonesia mempunyai sekitar 555 jenis dari 8.462 spesies rumput laut yang terdapat di dunia dengan luas habitat rumput laut sekitar 1,2 ha (Wahyudi, 2021).

Salah satu jenis bahan bakar nabati atau biofuel yang dapat dikembangkan untuk menggantikan bahan bakar fosil adalah bioethanol. Bioethanol dibuat dari bagian tanaman yang mengandung kandungan gula, pati atau selulosa yang tinggi melalui proses biologi (enzimantik dan fermentasi) yang kemudian didapatkan etanol murni untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Negara Brazil telah berhasil menggunakan ethanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dengan total penggunaan 40 % secara nasional dan USA yang telah berhasil memasarkan bahan bakar E85 dengan kandungan ethanol 85%. Keseluruhan wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan dengan panjang pantai sekitar 81.000 km memberikan prospek cerah untuk meningkatkan budidaya rumput laut sebagai sumber energi terbarukan (Wahyudi, 2021).

Menurut laporan US EPA pada tahun 2020, sector transportasi (dalam hal ini kendaraan bermotor, perahu, kereta dan moda transportasi lain) menyumbang 29% dari total emisi gas hasil pembakaran dari seluruh aspek kehidupan. Kampung yang terletak di atas air laut ini memiliki kekayaan hayati berupa rumput laut. Rumput laut terhampar luas di laut tidak terhitung jumlahnya. Namun pemanfaatan rumput laut di kampung ini terbilang jauh dari kata maksimal. Di kampung Teluk Kadere saat ini hanya terdapat seorang pengusaha yang memiliki tambak rumput laut dengan kapasitas produksi sejumlah 500 kg sampai dengan 1 ton rumput laut dalam sekali proses panen yang biasa dilakukan sebulan sekali. Bioethanol yang dihasilkan nantinya dapat digunakan sebagai campuran bensin premium sebagai bahan bakar mesin perahun sehingga tercipta swasembada energi di kampung Teluk Kadere (Alit, 2021).

Penggunaan bioethanol memiliki manfaat diantaranya : mengurangi impor BBM, mengurangi polusi udara karena pembakaran bioethanol lebih bersih daripada bahan bakar fosil, mengatasi permasalahan kelangkaan BBM dan mesin kendaraan yang menggunakan campuran bioethanol akan bekerja lebih bagus dibandingkan mesin kendaraan yang menggunakan bahan bakar tanpa campuran bioethanol. Syarat yang harus dipenuhi dalam pencampuran bioethanol ke dalam bahan bakar adalah campuran tersebut harus memiliki tingkat pemurnian 99%-99,5% yang berarti tidak ada kandungan zat pengotor lainnya. Klasifikasi bioethanol dibedakan menjadi 4, yaitu bioethanol generasi 1 (G1) berbahan dasar pati atau gula, bioethanol generasi 2 (G2) berbahan dasar biomassa lignoselulosa, bioethanol generasi 3 (G3) berbahan dasar mikroalga maupun mikroalga dan bioethanol generasi 4 (G4) yang dihasilkan dari biomassa atau oleh mikroba yang telah mengalami proses modifikasi genetika (Alit, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun