A. V. Dicey, An Introduction to the Study of the Law of the Constitution (London: Macmillan, 10th edn, 1959) h 10.
MiriamBudiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Gramedia, 2008, h. 47-48.
Media mencatat banyak realitas yang paradoksal dengan idealitas ini. Banyak sekali kasus pidana yang justru melibatkan anggota legislatif: korupsi, asusila, adu jotos, dan banyak tindakan memalukan lainnya.
Ir. Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi.
Dekrit Presiden dikeluarkan melalui Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1959
Ternyata sejarah telah mencatat tentang perilaku anggota parlemen yang demikian itu telah terjadi sejak di awal kemerdekaan. Mereka lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan diatas kepentingan bangsa dan negara.
Menurut penulis, hal inilah yang menyebabkan persentase Golput menjadi besar pada setiap Pemilu berlangsung. Rakyat tidak mempunyai “kepentingan” untuk ikut menentukan siapa yang akan mewakilinya di parlemen. Jika kita berkaca pada Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang telah berlangsung selama 2008 maka potensi angka golput bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini tercermin pada pilkada banten dengan tingkat golput tercatat 40 persen, Pilkada Jawa Barat mencatatkan angka golput lebih dari 33 persen, Pilkada DKI Jakarta 35 persen, Pilkada Kepulauan Riau 46 persen, Pilkada Jawa Timur 42 persen dan yang paling fenomenal di Jawa tengah golput mencapai 69 persen.
Pernyataan ini dikutip dari Kompas.com edisi 8 April 2009.
Trubus Rahardiansah, Pelaksanaan Pilpres 2009: Analisis Dinamika Relasi Negara dan Masyarakat, Makalah Seminar Nasional, 25 Juni 2009. Undip Semarang
Tujuan bersama inilah yang menjadi tujuan yang harus diperjuangkan oleh segenap anggota masyarakat (dalam hal ini masyarakat Indonesia). Oleh karena itu, terbangunnya pola hubungan masyarakat yang ajeg dan disepakati bersama harus diwujudkan dan dijaga pelaksanaannya.
Budiman Tanuredjo, Melongok Demokrasi Indonesia, Harian Kompas, 16 Agustus 2007.